♬ ketemu camer

6.1K 1.4K 87
                                    

selama perjalanan, sama sekali enggak ada pikiran yang memberatkan aku. tapi waktu pak minhyun udah mulai markirin mobil ke garasi, entah kenapa jantungku langsung mencelos. aku ngeliatin badanku sendiri yang memakai turtleneck sweater dan ditumpuk sama dress hitam polos.


udah sopan belum nih? enggak terlalu santai kayak mau mejeng kan?


"pak, tadi saya enggak sempet nata alis... pake bedaknya juga tipis nanti kalo dikira saya enggak mempersiapkan diri dengan baik bagaimana? mata saya masih kelihatan kayak orang habis bangun tidur enggak pak?" aku menyampaikan kegusaranku ke pak minhyun dengan nada panik. rasanya aku enggak mau turun dari mobil karena enggak percaya diri sama penampilanku.


"enggak masalah, makin sederhana makin bagus. papa saya juga dulu jatuh hati ke mama saya karena kesederhanaannya." celetuk pak minhyun yang lagi-lagi bikin aku menafsirkan ke dalam banyak arti.

"udahlah kamu jangan pusing-pusing, kalo bedaknya kurang tebel mau saya lapisin pakai oli memang?" tandas pak minhyun sengaja memberi bumbu humor pada kalimatnya kemudian turun dan ngebukain pintu mobilnya buat aku.


pak minhyun langsung ngegandeng pergelangan tanganku dengan jari-jarinya yang panjang. sontak aku kaget dan menatap nanar ke arah pergelanganku sendiri.

"kamu inget kan kalo kamu saya ajak ke sini karena mau ngenalin kamu sebagai pacar saya?" pak minhyun mandang aku tajam. seakan ngasih isyarat kalo aku enggak seharusnya memasang ekspresi heran seperti tadi.

"inget kok pak..." aku ngangguk kikuk kemudian nunduk dalem-dalem. takut ditatap kayak gitu lagi sama pak minhyun.


"sekarang kan ceritanya kita pacaran, jangan panggil pak lagi dong..." pak minhyun enggak kunjung membawa aku masuk. kami masih sibuk menyusun skenario supaya gelagat mencurigakan kami tidak terendus oleh oleh orang tua pak minhyun.

"enggak mau ah, bapak kan sepuluh tahun lebih tua dari saya." aku refleks menyahut. tapi aku lekas sadar kalo enggak seharusnya aku ngomong begitu. "maksud saya... bapak kan bos saya dan usia kita terpaut jauh. saya cuma takutnya enggak sopan." ralatku.


"ya kamu bedakan dong sikap kamu di lingkungan kerja sama sikap kamu waktu bersama saya sebagai pacar." titah pria itu. "pacar bohongan ya, maksud saya."


iya pak enggak usah diperjelas, saya enggak bakal berharap lebih kok.


*


mamanya pak minhyun menyambut aku dengan sangat antusias. bahkan beliau memuji kalau aku kelihatan cantik malam ini. 


aduh, jadi malu...


tiba-tiba muncul seorang pria jangkung berambut coklat dan ikut nyapa aku. rahangnya tegas dan irisnya yang berwarna pualam memperjelas kalau lelaki itu adalah bule.

"hei, tania... seneng bisa ketemu kamu." pria itu menjulurkan tangannya, mengajak aku bersalaman. dengan canggung aku tersenyum dan balas menjabat.


kami berlima—aku, mama, pria bule, kyla, dan pak minhyun—pun duduk berhadap-hadapan di meja makan. di atasnya udah banyak banget hidangan yang bikin ngiler. mana dari siang aku juga belum makan lagi.


pernah sekali aku iseng ngelirik ke bingkai foto yang dipasang pak minhyun di atas meja kerjanya. kelihatannya sih foto keluarga dan diambil waktu pak minhyun masih remaja. beliau berada di tengah dan diapit oleh laki-laki dan wanita dewasa yang aku asumsikan sebagai orang tuanya. 


tapi seingatku lelaki yang ada di sebelah pak minhyun enggak berwajah bule. apa jangan-jangan lelaki bule itu papa tirinya pak minhyun dan papa kandungnya kyla? soalnya dari sisi mana pun, pak minhyun sama kyla itu enggak ada mirip-miripnya.


oke, anggep aja aku mikirin hal yang bisa dibilang bukan ranahku ini karena aku pengin mengalihkan fokus dari tanderloin steak yang sedari tadi menggoda untuk segera aku santap.


*


"katanya kyla, kamu itu guru favoritnya. wah, seneng banget saya kalau sampai guru favorit kyla jadi menantu saya." celetukan ayah tiri pak minhyun bikin aku hampir keselek. hampir doang. tapi buru-buru aku inget perkataan pak minhyun kalau aku harus berakting semeyakinkan mungkin.

"saya juga bakalan senang sekali kalau jadi menantunya om."

"jadi... kapan kalian menikah?" sekarang gantian pak minhyun yang hampir keselek setelah denger pertanyaan mamanya.


aku pura-pura budeg aja. pertanyaan sejenis ini biar jadi urusan pak minhyun. mana ada cewek yang menggebu-gebu ngebahas tanggal pernikahan?

"hm... tania bilang dia belum siap ma." 


aku memutar kepala ke arah pak minhyun dan refleks melotot. sumpah aku refleks aja bersikap begitu, enggak maksud kurang ajar. abis pak minhyun ngeselin banget. maunya keliatan bagus mulu di depan mamanya dan ngejadiin aku kambing hitam.


"tania kenapa belum siap? minhyun masih sering galak ya?" tandas mamanya yang lagi-lagi bikin aku noleh ke arah pak minhyun, kali ini dengan wajah bangga karena bisa nyamain skor. mamanya pak minhyun nih emang the best camer ever.


eh... lupa kan ini cuma lagi pura-pura jadi calon menantu.


"minhyun galak?" sang ayah pasang muka bingung.

"iya pah, masa nih ya waktu itu aku liat tania nangis abis diomelin minhyun di kantor." mamanya pak minhyun menimpali dengan celotehan. 


"dasar emang minhyun tuh orangnya kaku ke cewek. andai enggak tante paksa buat terlibat sama perjodohan, bakal jadi perjaka tua kali dia. untuuung aja ternyata minhyun udah punya pacar. pacarnya cantik dan baik lagi kayak nak tania." imbuh wanita itu disertai komplimen yang langsung bikin aku besar kepala.


udah lama aku enggak ngerasa kayak gini. sebelumnya hari-hariku cuma terisi sama pikiran-pikiran kalut tentang kapan hutangku lunas dan kapan aku bisa punya kehidupan yang menyenangkan selaiknya gadis berusia dua puluh tahun pada umumnya.


aku enggak pernah ngerasa kepribadian dan presensiku sebaik apa yang dikatakan mamanya pak minhyun. tapi entah kenapa perkataan beliau barusan bikin aku sadar kalo seenggaknya aku bisa jadi sosok yang berarti buat seseorang.

Toy Shop • minhyun [✔]Where stories live. Discover now