Chapter Three

42 2 3
                                    

NB: Yang ada tanda dalam kurung seperti ' [ ; ] ' itu berarti masa lalu ya, mohon diperhatikan juga tahunnya.

[Northern Hemisphere, 1905]
Author POV

"Ibu, kenapa ibu menangis?" tanya Jenny kecil saat melihat ibunya menangis tersendu-sendu dikamarnya. Sang ayah hanya bisa mengelus pelan punggung ibunya dan menggenggam tangan kirinya.

"Ayah, ibu kenapa? Apa ibu sakit?" Jenny kecil beralih bertanya pada ayahnya yang sekarang hanya bisa menatap Jenny dengan pandangan kasihannya.

Jenny yang baru berumur 6 tahun sama sekali tak mengerti situasi yang terjadi. Yang ada dikepalanya adalah mengapa ibu yang sangat ia cintai menangis seperti ini. Seingat Jenny, ia tak melakukan kesalahan apapun yang dapat menyakiti hati ibunya. Lalu apa yang membuat ibunya bersedih?

"Ibu?" panggil Jenny kecil sekali lagi. Jujur ia juga merasa sedih ibunya menangis seperti ini.

Namun yang didapat Jenny dari ibunya adalah pandangan jijik dan benci. Tak ada kasih sayang dan cinta seperti biasanya disana. Ibunya sendiri mendorong Jenny kecil hingga ia tersungkur diatas lantai.

"Pergi! Kau bukan anakku!"

Seketika Jenny menangis. Ia menangis bukan karena sakit yang dirasakan tubuhnya melainkan kalimat yang keluar dari mulut ibunya. Bersamaan dengan tangisannya, cuaca diluar juga ikut semakin memburuk. Angin mulai berhembus dengan kencang. Salju semakin turun dengan deras. Edward yang tahu akan tanda bahaya, segera membentak istrinya dan membawa Jenny keluar, sebelum Lucia bertindak lebih jauh menyakiti anak mereka.

"Jenny, diam sayang. Ayah disini." Edward mencoba menenangkan Jenny kecil, atau lebih tepatnya ia mencoba menenangkan cuaca yang akan memburuk diluar sana.

Setelah cuaca mulai tenang kembali, Edward segera membaringkan Jenny kecil di ranjangnya. Jenny kecil yang masih sesunggukan bertanya kenapa ibu seperti itu kepadanya.

"Ayah kenapa ibu seperti itu? Apa benar aku bukan anak kalian?"

Edward membelai lembut dan mengcup kepala Jenny kemudian menjawab, "Tidak, itu semua tidak benar. Jenny adalah anak ayah dan ibu. Selamanya akan seperti itu."

"Lalu kenapa ibu berkata seperti itu?" lanjut Jenny tak mengerti.

"Ibu sedang memiliki beberapa masalah, itu kenapa ibu seperti itu. Maafkan ibu ya Jenny?" Jenny mengangguk tanda ia memaafkan ibunya yang sudah kasar dengannya tadi.

"Nah, sekarang ayah ingin Jenny janji."

"Janji apa ayah?"

"Ayah ingin Jenny berjanji bahwa apapun yang terjadi Jenny harus selalu menyayangi dan mencintai ibu. Maukah Jenny berjanji?"

[End]

❄️❄️❄️

Jenny menatap dua batu nisan yang ada dihadapannya. Yang disebelah kanannya adalah batu nisan ibunya, Lucia. Dan yang sebelah kiri adalah batu nisan ayahnya, Edward. Tak lupa setelah ia berdoa, ia menaruh setangkai bunga lily putih pada kedua orang tuanya.

"Lihat ayah, sampai sekarang akupun masih menepati janjiku padamu. Aku masih menyayangi dan mencintai ibu, setelah semua yang ia perbuat padaku selama ini."

Jenny kemudian tertawa. Ya, dia sedang mentertawakan dirinya sendiri dan bertanya kepada dua batu nisan dihadapannya, "Bukankah aku anak yang cukup berbakti pada kalian?"

Sebastian yang menyadari cuaca didekatnya mulai tidak bersahabat seiring dengan suasana hati Jenny, segera mendekati Sang Ratu untuk mengajaknya pulang, "Yang Mulia, mari kita pulang?"

[FANFIC] THE LOST MEMORIES - Book OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang