Putri Mahkota memandangi amplop itu dengan termangu. Tak ada nama pengirim atau penerimanya di sana. Namun Putri Mahkota tahu. Surat ini ditujukan untuknya, dan yang mengirimkannya adalah Jihan.

Mendudukkan diri di atas futon, Putri Mahkota hanya memandangi kertas di tangannya. Surat ini ia dapat di hari pertama ia mendapat hukuman tahanan rumah. Seorang pelayan yang bertugas berhasil menyelipkan surat ini ke tangannya. Entah bagaimana Jihan melakukannya di situasi itu, Putri Mahkota tidak tahu. Namun yang jelas saat itu, ia tidak mau membuka surat ini. Perasaannya mengatakan akan lebih baik kalau ia tidak tahu apa isinya. Makanya surat ini masih belum dibuka seperti ini.

Putri Mahkota berpikir lama sebelum akhirnya memberanikan diri membuka amplop kertas itu dan menarik sehelai kertas putih di dalamnya. Hanya ada empat kalimat yang tertulis di sana dengan rapi. Namun itu sudah cukup membuat hati Putri Mahkota remuk. Putri Mahkota mengenali tulisan ini. Tulisan dengan tekanan yang pas namun elegan seperti ini memang tulisan Jihan. Seperti yang ia duga, harusnya ia memang tidak membacanya.

스님이 달빛을 탐내어

Seorang biksu mendambakan rembulan di dalam sumur

병속에 물과 함께 길었다네

Ia mengambilnya dengan air lalu menyimpannya dalam tempayan

절에 돌아와 비로소 깨달았네

Namun begitu kembali ke kuil ia akan menemukan

병 기울자 달도 따라 비는 것을

Ketika melihat tempayan bergoyang, bulan pun menghilang*

Air mata seketika menetes dari sepasang mata indah milik Putri Mahkota. Ia mengenal puisi itu, serta tahu persis apa maknanya. Empat baris kalimat itu sudah memperjelas semuanya.

Semuanya sudah berakhir.

Jihan mengatakan kalau semua yang Putri Mahkota lakukan adalah kesia-siaan. Layaknya bayangan bulan di dalam air. Betapapun seseorang mengaguminya dan mencoba menggapainya, ia tak akan memperoleh apapun. Karena sebenarnya bulan itu dari awal tak ada di sana dan itu hanyalah bayangan semata.

Begitu juga ikatan antara Jihan dan dirinya. Ikatan itu tak lagi ada dan semua itu hanyalah khayalannya sendiri. Putri Mahkota sudah tahu dengan semua hal yang telah ia lakukan, Jihan tak akan lagi menaruh simpati padanya. Namun selama ini ia menolak fakta itu dan selalu meyakinkan dirinya bahwa sebenarnya lelaki itu masih mencintainya. Betapapun fakta dengan jelas tampak di depannya, ia memilih menutup mata dan dengan keras kepala menolak percaya.

Ia bersikeras percaya, karena kalau tidak, di dunia ini siapa lagi yang bisa mencintainya dengan tulus?

Keluarganya memanfaatkannya untuk meningkatkan status mereka dan suaminya memanfaatkan status dirinya untuk mendapatkan takhta.

Terkecuali Jihan, tak ada yang pernah memperlakukannya dengan tulus tanpa mengharap imbalan.

Putri Mahkota menatap tulisan di kertas yang kini mengabur karena air mata. Ia menutup mata, membuat air mata yang menggenang di pelupuk matanya kini turun mengaliri pipinya dengan deras. Helaian kertas yang terkena tetesannya membuat tintanya luntur dan tulisan Jihan memudar.

"Aku tidak pernah mengkhianatimu. Tidak sekalipun. Aku selalu berusaha menepati janjiku. Kau lah yang tak pernah mempercayaiku."

Kata-kata Jihan kembali terngiang di kepalanya. Jihan benar, lelaki itu tak pernah sekalipun mengingkari janjinya. Jihan berjanji akan melindunginya, dan itulah yang selama ini lelaki itu lakukan. Saat pertama kali memasuki istana dan membuatnya sulit beradaptasi, Jihan selalu ada untuk menghibur dan membantunya. Lelaki itu juga membelanya saat ada pejabat yang tidak puas dengan karakternya dirinya dan Jihan diam-diam 'mengurus' mereka. Dan apa yang Putri Mahkota lakukan untuk membalas itu semua?

A Bride Without VirtueWhere stories live. Discover now