Setelah berpikir keras mencari jalan keluar, Salsa hanya menemukan satu hal yang dijamin mempan membuat Maria mengizinkannya keluar rumah sore ini.

***

“Iya, Sandra itu adik gue. Dan ternyata gadis manis yang namanya Luna itu adik lo?”

Salsa membalas senyuman Arnan dengan malu-malu. Mereka kini sedang berjalan bersisian menyusuri pertokoan di dalam mall.

Salsa tidak sanggup membendung rasa senangnya saat ini. Berjalan bersama cowok yang disukainya di luar sekolah, berbincang santai tanpa seragam. Semua ini terasa seperti mimpi. Salsa hampir kehilangan kata-kata sejak menemukan Arnan yang menunggunya di lobby mall beberapa waktu lalu. Arnan tampak berbeda tanpa seragam sekolah. Cowok itu mengenakan kaos hitam dan celana jeans biru. Benar-benar ... keren.

Salsa berhutang satu permintaan pada Luna. Karena berkat mulut manis Luna, Salsa dibiarkan keluar rumah. Salsa tahu betul mamanya selalu menuruti kemauan Luna, tapi tidak untuk kemauan Salsa.

“Menurut lo, gue kasih kado apa buat Sandra?”

Suara Arnan seketika menyadarkan Salsa ke alam nyata. “Hm ... Sandra itu anaknya gimana?”

“Ya, sama seperti anak-anak seusianya. Mungkin nggak beda jauh kayak Luna. Periang, kepo, suka main game dan suka banget akting.”

Salsa mengetuk-ngetuk bibir dengan telunjuknya. Matanya mengernyit sambil memandang lurus ke depan. Ia tampak serius memutar otaknya, sampai tidak sadar Arnan tersenyum melihat tingkah lucu Salsa saat ini.

“Mungkin Kakak bisa kasih sesuatu yang spesial.” Salsa menoleh pada Arnan yang masih tersenyum padanya. “Kenapa?” tanya Salsa heran ketika menyadari Arnan terus menatapnya sambil tersenyum.

Arnan menggeleng, menahan gemas karena kepolosan Salsa. “Nggak ada apa-apa. Maksud lo spesial gimana?”

“Misalnya, Kakak parodiin film kesukaan Sandra. Pasti Sandra seneng nantonnya. Kayak contohnya Luna suka banget sama dongeng Putri Salju. Aku dari dulu pengen banget parodiin cerita itu buat dia.” Salsa membayangkan Luna. Keinginannya itu sudah sejak lama, tapi belum bisa ia wujudkan sampai saat ini.

“Gue jadi Pangeran, lo jadi Putri Saljunya. Gimana?”

“Eh?” Salsa berhenti melangkah sambil menoleh pada Arnan yang juga ikut berhenti di sebelahnya. “Itu cuma contoh, Kak. Sandra kan belum tentu suka cerita Putri Salju juga.”

Arnan tertawa kecil. “Lagian nggak keburu juga, Sal. Sandra ulang tahunnya besok.”

“Iya juga.”

“Punya ide lain?”

Salsa kembali melakukan gerakan serupa ketika sedang berpikir. Telunjuknya terus mengetuk-ngetuk bibirnya.

“Lo kalo lagi mikir harus begitu, ya?” tanya Arnan gemas setengah mati. “Lo kayak minta dicium tahu, nggak?”

Salsa dengan cepat menurunkan tangannya, kemudian menoleh salah tingkah pada Arnan. “Sori, Kak. Kebiasaan.”

Arnan mengangkat tangannya hingga menyentuh puncak kepala Salsa. “Lo gemesin banget, sih,” katanya seraya mengacak pelan rambut Salsa.

Salsa mendadak gugup. Sentuhan tangan Arnan di kepalanya seolah mengurangi pasokan oksigen di sekitarnya. Salsa hanya berharap Arnan tidak menyadari wajahnya yang ia yakini sudah semerah tomat saat ini.

Keduanya menghabiskan waktu yang menyenangkan sambil berkeliling mencari kado untuk Sandra. Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya mereka sepakat untuk membelikan tas sekolah baru. Menurut Salsa, pilihan itu jauh lebih baik daripada pilihan lain yang coba ditawarkan Arnan, seperti iPad, handphone baru atau benda elektronik lainnya. Benda-benda itu terlalu mewah untuk dihadiahkan pada anak kelas 6 SD.

My Ice Boy [Completed]Where stories live. Discover now