Chapter 37

900 59 0
                                    

"Loh kok lo ketawa sih? Gue serius."

Key : "Hahahaha. Seorang playboy cap kadal kayak lo mau berubah jadi orang baik? Hahaha."
Alif : "Emangnya gue gak berhak berubah?"
Key : "Hahaha. Oke oke. Sorry gue ketawa tapi gue dukung lo buat berubah jadi cowok yang baik. Tapi gue masih belum bisa percaya 100 persen. Lo harus buktiin ke gue kalau lo bener-bener mau berubah."
Alif : "Oke. Gue bakal buktiin ke lo."

Lalu tak lama kemudian Vanya melintas, Alif dengan segera berlari menghampirinya.
Alif : "Van, Van, tunggu!"
Vanya berhenti kemudian menatap Alif.
"Ya Tuhan mau ngapain lagi dia? Gue baru aja mau mulai ngelupain dia.", batin Vanya.
Vanya : "Ada apa?"
Alif : "Gue...gue mau minta maaf sama lo."
Vanya : "Maaf? Sorry, gue gak pernah ngasih maaf ke orang yang gak pantes buat dimaafin."
Kemudian Vanya melenggang meninggalkan Alif.
"Van! Vanya!", teriak Alif pada Vanya yang terus berjalan meninggalkannya.
Sementara itu Key yang melihat Alif hanya tertawa saja.
"Hahahahaha. Kadalnya dicuekin hahaha.", ejek Key.
Alif : "Eh nenek sihir diem lo ya! Gue bakal buktiin kalau gue bener-bener berubah."
Key hanya mengangguk kemudian sambil menahan tawanya.

***
Ruth dan Zalfa masih berada di kantin. Kini mereka berdiri untuk membayar makanan mereka.
Saat Ruth mengeluarkan dompetnya, mata Zalfa tak sengaja tertuju kesana, ia melihat ada foto Bastian yang diselipkan di dompet Ruth.
"Itu kan foto Bastian?", ujar Zalfa dalam hati.
Tak perlu berpikir lama Zalfa sudah mengerti bahwa selama ini Ruth bertanya tentang Bastian kepadanya karena sebenarnya Ruth menyimpan perasaan untuk Bastian.

Tak lama kemudian Bastian datang menyapa Zalfa.
"Zal, ya ampun daritadi gue muter-muter nyariin lo."
Ruth hanya terdiam melihat kehadiran Bastian untuk menemui Zalfa. Ia pura-pura cuek dan kembali melanjutkan untuk membayar makanannya.
Zalfa : "Eh kamu nyariin aku? Hehe aku daritadi lagi bareng sama Ruth."
Bastian baru menyadari ada Ruth juga disana.
Bastian : "Eh iya. Hai Ruth."
"Hai Bas.", sahut Ruth singkat.
Bastian : "Zal, gue mau ngomong."
Zalfa : "Ya udah ngomong aja Bas.

Bastian : "Tapi gak sekarang deng hehe. Nanti malem deh. Ntar lo ke kafe kan?"
Zalfa : "Iya aku ke kafe. Bareng Ridwan juga."
Bastian : "Oke Zal. Berarti ntar malem aja gue ngomongnya."
Zalfa penasaran tentang hal yang akan Dibicarakan oleh Bastian.
Zalfa : "Hmmm. Oke."
Bastian : "Ya udah gue pergi dulu ya. Bentar lagi mau ada kelas soalnya. Bye Zal. Bye Ruth."
Kemudian Bastian berlalu meninggalkan Zalfa dan Ruth disana. Ruth sebenarnya merasakan cemburu akan hal yang ia lihat tadi. Tetapi kembali lagi, ia ingin Bastian bahagia.

***
Hari sudah semakin sore. Satu persatu mahasiswa sudah mulai meninggalkan Universitas Musika.
"Devin kok seharian ini gak keliatan ya? Kemana dia?", ucap Marsha dalam hati sambil memainkan bolpoin yang sedang dipegangnya.
.
***
"Gue gak sabar nunggu nanti malem. Tunggu surprise gue Zal.", Bastian tampak sangat bersemangat untuk menyambut malam ini. Ia pulang dari kampus dengan wajah bahagia.

***
"Loh? Gambar itu kemana ya? Kok gak ada?", ucap Malvin sambil terus membuka lembar demi lembar buku catatannya.
"Perasaan aku taruh disini.", batin Malvin.
"Lo nyari ini?", tiba-tiba ada suara yang menghentikan aktivitas Malvin.
Vanya. Dia kini berjalan menghampiri Malvin sambil memegangi kertas yang sedang dicarinya.
"Nih.", ucap Vanya sambil memberikan kertas berisi gambar sketsa wajahnya.
Malvin terkejut dibuatnya.
"Kenapa bisa ada di Vanya?", pikir Malvin.
Vanya : "Tadi pagi kan lo nabrak gue, nah kertas ini jatuh dan gak lo ambil."
Malvin salah tingkah. Ia kaget ternyata sketsa gambarnya telah dilihat oleh sang tokoh asli.
Malvin : "Eh iya Van. Thanks ya."
Vanya : "Gambar lo bagus. Gue jadi cantik disitu hahaha."
Malvin hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ia merasa malu karena sekarang ia sudah tertangkap basah menggambar sketsa wajah Vanya secara diam-diam.
Malvin : "Kalau kamu mau, boleh kok gambar itu buat kamu aja."
Vanya : "Serius? Wah asik oke gue ambil ya. Ntar bakal gue pajang di kamar hehe"

Fani diam-diam memperhatikan Vanya dan Malvin yang sedang asyik mengobrol berdua.
"Kayaknya mereka makin deket aja. Gue gak bisa biarin ini. Gue harus cepet-cepet singkirin Vanya.", batin Fani.

***
Malam datang. Kini Ridwan, Zalfa, Key, juga Bastian sudah berada di kafe. Bastian merasa sedikit gugup karena akan memberikan surprise untuk Zalfa.

"Eh guys, gue ke toilet bentar ya.", ujar Bastian.
Kemudian Bastian berjalan meninggalkan mereka bertiga disana.
Di dalam toilet Bastian tampak semakin gugup menelepon seseorang.
"Halo Ruth?", Bastian menelepon Ruth.
Ruth : "Iya halo Bas."
Bastian : "Lo udah sampai mana? Kenapa lama banget? Dress nya gak lupa lo bawa kan?"
Ruth tak menjawab. Ia sedang menangis. Hatinya terasa remuk.
Bastian : "Halo Ruth? Lo masih disana kan?"
Ruth mengusap air mata di pipinya.
Ruth : "Iya Bas. Ini gue bentar lagi juga nyampe kok."
Ruth berusaha sebisa mungkin untuk menjadi gadis yang tegar dan kuat.
Meskipun hal itu sangat sulit baginya.
Air matanya kembali menetes.
Bastian : "Oke gue tunggu ya Ruth."
"Iya Bas.", jawab Ruth sambil menutup teleponnya. Ia tak menyangka akan ikut menyiapkan kejutan dari orang yang ia cintai untuk gadis lain.

***
Tak lama kemudian Bastian kembali pada ketiga temannya, Key, Zalfa, dan Ridwan.
Bastian : "Eh ya udah gih kalian tampil dulu hehehe."
Kemudian mereka bertiga mengikuti permintaan Bastian untuk mulai bernyanyi.
Selama mereka bernyanyi, tak henti Bastian menengok kanan dan kiri menantikan kedatangan Ruth.

Akhirnya Ruth pun datang.
"Nih Bas.", ujar Ruth sambil memberikan sebuah kantong berisi dress untuk Zalfa.
"Oke thanks banget ya Ruth.", jawab Bastian.
Ruth hanya mencoba untuk tersenyum. Kemudian Bastian pergi meninggalkan Ruth disana untuk kembali menyiapkan kejutannya untuk Zalfa.
Kini Ruth benar-benar merasa sendiri. Ia tak tahu yang ia lakukan ini adalah yang terbaik untuknya atau tidak. Yang jelas, ia berharap bahwa ini semua yang terbaik untuk Bastian. Air mata kembali keluar dari kedua matanya yang indah. Ruth benar-benar tak kuasa menahan kesedihannya.

***
Marsha masih khawatir dengan keadaan Devin. Karena sudah seharian ini dia tidak ada kabar sama sekali.
Berulang kali Marsha mencoba menelepon Devin, tetapi tak ada satu jawaban pun yang diterimanya. Andai saja Marsha tahu dimana rumah Devin, pasti ia sudah mendatanginya.

The Colours Of LifeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin