Chapter 18

956 53 0
                                    

"Eh. Lo bukannya yang tadi sama si kadal itu kan?"

"Kadal? Maksudnya kak Alif? Oh iya hehe. Aku Marsha.", jawab Marsha sambil mengulurkan tangannya ke arah Key.
"Key.", sahut Key ramah menyambut uluran tangan Marsha.
Akhirnya Zalfa menjelaskan kepada Bastian dan Key bahwa Marsha adalah sahabat sejak sma.

***
Vanya masih terduduk disana, ia masih merindukan orang yang sama.
Tak lama kemudian, orang yang ia rindukan itu melintas di hadapannya.
Menyadari hal itu, Vanya pun menyapa Alif.
Vanya : "Lif."
Alif tak menggubris sapaan Vanya itu. Ia terus melenggang melangkahkan kakinya meninggalkan Vanya.
"Lif! Please! Jangan kayak gini!.", teriak Vanya.
Alif terhenti dan membalikkan badannya. Vanya mendekat ke arah Alif.
Vanya : "Lif. Maafin aku. Kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya."
Alif : "Kamu mau memperbaiki sikap kamu?"
Vanya mengangguk perlahan.
Alif : "Ke siapa saja?"
Vanya mengangguk lagi.
Alif : "Termasuk, ke Marsha?"
Vanya terdiam sesaat. Kemudian ia kembali menganggukkan kepalanya.
"Iya Lif. Termasuk ke Marsha.", jawab Vanya. Ia sangat berharap Alif mau memberinya kesempatan.
Alif : "Kalau gitu, kamu buktiin kalau kamu emang mau ubah sikap kamu."
Kemudian Alif pergi meninggalkan Vanya.

***
"Anak bapak sudah bisa pulang hari ini.", ujar Dokter pada Om Armand.
Om Armand sangat bahagia mendengar kabar dari Dokter itu.
Om Armand : "Baik dok. Terima kasih banyak."
"Ruth kamu sudah boleh pulang nak.", lanjutnya sambil memeluk dan mencium kening Ruth, anak semata wayangnya.
Ruth : "Iya pa. Ruth seneng banget. Ruth udah pengen cepet-cepet kuliah. Terima kasih banyak juga Dokter."

***
Sementara di Universitas Musika keadaannya sudah mulai sepi. Audisi telah selesai dilaksanakan.
Malvin sedang membereskan semua berkas peserta audisi hari ini menjadi satu.
Namun tiba-tiba di tengah keheningan sore itu terdengar suara langkah kaki seseorang dari belakangnya.

"Mau dibantuin gak Vin?", ujar orang itu.
"Fani.", ucap Malvin setelah membalikkan badannya.
Fani : "Kamu capek banget nih kayaknya? Sini aku bantuin."

Fani mendekat ke arah Malvin, namun Malvin justru melangkah menjauhinya.
Malvin : "Kamu ngapain sih masih ada disini?"
"Mau nemenin kamu.", Fani menjawab pertanyaan Malvin dengan santai.
Malvin : "Aku minta sekarang kamu pergi dari sini. Aku udah lupain kamu dan gak mau inget-inget kamu lagi."
Fani : "Kenapa aku harus pergi? Kan aku mau nemenin pacar aku."
Mendengar ucapan Fani, Malvin semakin kesal dibuatnya.
Malvin : "Fan! Denger baik-baik ya, aku bukan pacar kamu lagi. Dan aku udah gak mau kenal sama kamu lagi. Gak puas kamu bikin rumit hidup aku?"
Kemudian Malvin pergi meninggalkan Fani dengan perasaan kesal.

"Malvin Malvin. Kamu pikir aku gak bisa bikin kamu cinta lagi sama aku?", ucap Fani sambil terus memandangi Malvin yang melangkah pergi meninggalkannya.

***
Malam datang, hari ini Ridwan belum melihat wajah Zalfa sama sekali.
"Zal, kayaknya gue kecanduan sama lo. Bahkan gak ngeliat wajah lo sehari aja gue kangen banget kayak gini.", ujar Ridwan seorang diri.
Kemudian Ridwan mengambil gitarnya.
"Gue ciptain lagu aja deh buat dia. Besok gue pamerin ke dia. Pasti dia bakal baper sama gue hahaha.", Ridwan tampak sangat yakin dengan perkataannya itu.

***
Vanya sedang bersantai di kasurnya. Tak lupa dia memeluk boneka berbentuk stroberi pemberian dari Alif kesayangannya.
"Lif. Gue kangen.", ujar Vanya dalam hati.
Kemudian Vanya menggerutu, "Kenapa sih dia harus minta buat baik-baikin si anak baru itu? Dia gak nyadar apa gara-gara anak baru itu hubungan gue sama dia jadi hancur? Oke, gue harus ambil siasat, gue bakal pura-pura baik sama Marsha. Tapi gue juga harus nyiapin jebakan buat dia. Pokoknya dia harus kapok."

***
Devin melamun di meja belajarnya.
"Apa yang harus gue lakuin? Sekarang udah jelas banget Alif pasti ngincar Marsha. Gue gak mau Marsha sakit hati. Tapi gimana lagi cara lindungin dia dari Alif ya?"
Devin menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Sejak awal gue merhatiin dia di perpus, gue udah tau dia cewek baik. Ya ampun Sha, kenapa harus lo sih yang dideketin Alif? Dan, kenapa gue bisa sepeduli ini sama lo? Kenapa gue gak bisa berhenti mikirin lo?"

***
Keesokan harinya...

Pagi ini Ruth akhirnya bisa kembali menginjakkan kakinya di kampusnya yang sangat dia rindukan itu.
"Aaaaa. Akhirnyaaa! Gue bisa hirup udara segar kampus lagi.", Ruth sangat bersemangat mengawali hari ini. Ia sangat ceria, jauh berbeda dengan dirinya ketika masih di rumah sakit kemarin.
Saat Ruth sedang berjalan, tanpa sengaja ia melihat Malvin yang sedang terduduk di kantin. Ia tampak memegang segelas teh dan siap untuk meminumnya.
"Malviiiinnnn!", teriak Ruth sambil berlari ke arah Malvin.
Hal itu membuat teh yang akan Malvin minum justru tumpah ke bajunya.
Kemudian Malvin menatap Ruth dengan wajah datar. Ia tampak sedikit kesal dengan ulah Ruth.

Ruth : "Eh sorry. Gue gak bermaksud basahin baju lo loh Vin. Lo yang numpahin sendiri."
Malvin tak menjawab dan masih menatap Ruth dengan wajah datar.
"Ih sorry. Jangan marah dong, ntar makin ganteng loh. Eh btw lo gak kaget apa ada gue disini?"
"Enggak.", Malvin menggeleng.
Ruth : "Singkat amat jawabnya. Pantes Vanya gak suka sama lo. Eh tapi thanks ya Vin, kalau bukan karena lo yang nolongin gue, gue gak tahu lagi deh bakal kayak gimana nasib gue malem itu."
Malvin : "Iya Ruth santai aja. Lagian kamu itu ya, dari dulu kalau ngelakuin apa-apa gak pernah dipikir dulu. Udah tau malem malah hujan-hujanan."
Ruth : "Kok lo perhatian banget sih sama gue? Jadi malu hehe."
"Eh ya udah aku masuk kelas dulu, ada kelas pagi nih. Bye Malvin.", lanjut Ruth sambil melambaikan tangannya pada Malvin.

***
Sementara itu Vanya mendatangi Marsha.
"Sha.", sapa Vanya sambil tersenyum ke arah Marsha.
Marsha bingung melihat perlakuan Vanya kali ini. Vanya tampak sangat ramah padanya.
"Iya kak. Ada apa ya?", Marsha masih takut kejadian waktu itu akan terulang kembali.
Vanya : "Gue ganggu lo gak?"
Marsha : "Oh enggak kok kak. Enggak. Ada apa ya?"
Vanya : "Gue mau minta maaf sama lo. Maafin gue ya selama ini udah jahat sama lo."
Marsha terdiam sejenak dan menatap wajah Vanya.

"Kak Vanya minta maaf?", dalam hatinya.

The Colours Of LifeWhere stories live. Discover now