Chapter 22

954 54 0
                                    

"Eh hahaha serius lo pinjemin jaket ke Vanya? Cie akhirnya setelah sekian lama." "Eh..mmm..waktu itu dia habis kehujanan karena mau jengukin kamu di rumah sakit, jadi aku pinjemin lah. Masa cowok biarin ada cewek yang kedinginan gitu aja? Ya kan?", Malvin tampak salah tingkah karena ucapan Ruth.
Ruth : "Halah lo Vin, alesan aja. Iya iya entar gue bilangin."

***
Sementara itu Alif sedang sibuk berjalan keliling kampus sambil menebar pesona dengan senyum manisnya.
Lagi-lagi tak sengaja ia berpapasan dengan Marsha.
Alif : "Eh Marsha. Kok kita bisa ketemu terus ya?"
Namun kali ini Marsha mencoba menghindar dari Alif.
"Kak tolong, kali ini aku lagi gak mau diganggu siapa-siapa dulu.", ucap Marsha sambil kemudian berjalan meninggalkan Alif.
Alif kebingungan melihat perubahan sikap pada diri Marsha.

Tiba-tiba ada seseorang yang menertawakannya. Orang itu adalah Key.
Key : "Hahahahaha. Seorang Alif? Kadal? Gak digubris sama cewek? Hahahaha."
Alif : "Eh nenek sihir, lo inget ya, gak ada cewek yang gak bisa gue taklukin, kecuali ceweknya jadi-jadian kayak lo."
Key : "Masa? Hahahaha."
Kemudian keduanya saling bertatapan tajam.

***
Siang itu...
Malvin sedang terduduk di taman kampus. Dia sedang melamun.
Terlintas dalam bayangannya betapa akrabnya dirinya bersama Bastian dulu. Ia teringat masa kecilnya yang selalu bermain bersama Bastian.

Ya, memang Malvin dan Bastian sudah bersahabat sejak kecil, bahkan sudah seperti saudara kandung.
Namun sejak Fani hadir di kehidupan mereka, semuanya seakan hancur.
Fani adalah teman Malvin dan Bastian sejak smp. Dulu mereka bertiga sering bermain bersama.
Hingga pada suatu hari, saat mereka sudah mulai beranjak dewasa, Bastian bercerita pada Malvin bahwa dirinya jatuh cinta dengan Fani. Ia pun meminta Malvin untuk membantunya agar dapat berpacaran dengan Fani. Mendengar hal itu, tentu Malvin sangat mendukung keinginan sahabatnya itu dan ia pun berjanji akan membuat Fani menjadi pacar Bastian.
Namun, ketika suatu hari Bastian menyatakan perasaannya pada Fani. Fani justru menolaknya dan secara terang-terangan mengatakan bahwa dirinya jatuh cinta dengan Malvin.

Fani mengatakan bahwa dirinya ingin berpacaran dengan Malvin saja. Malvin pun bingung apa yang harus dilakukannya. Fani terus memaksa Malvin agar mau berpacaran dengannya. Hingga akhirnya Malvin pun mau menerimanya. Meskipun Malvin tidak memiliki perasaan apapun pada Fani.
Bastian yang melihat hal itu secara langsung, terang saja merasa sangat marah dan dikhianati oleh sahabatnya sendiri, Malvin.

"Lo bukan sahabat gue!", kata-kata dari Bastian itu terus mengiang-ngiang di kepala Malvin hingga sekarang.
Malvin sangat menyesali keputusannya saat itu. Ia menyesal telah mengorbankan persahabatan yang ia sudah bangun sejak lama hanya demi seorang perempuan yang tidak dicintainya. Berulang kali Malvin mencoba meminta maaf pada Bastian. Tetapi permintaan maafnya tak pernah diterima. Dan sekarang, bahkan untuk sekedar bertegur sapa saja, Bastian merasa sungkan.

***
Malvin tersadar dari lamunannya karena ada suara seseorang yang memanggilnya.
"Vanya.", ujar Malvin setelah melihat orang itu.
Vanya : "Vin, lo kok ngelamun aja? Nih jaket lo, tadi pagi Ruth bilang ke gue buat balikin ni jaket."
Malvin : "Eh, iya Van."
"Thanks ya.", ujar Vanya ketika Malvin mengambil jaket itu darinya.
Vanya : "Lo kenapa? Lagi ada masalah?"
Malvin : "Mmm enggak kok. Van, kamu jaga persahabatan kamu sama Ruth baik-baik ya. Jangan sampai hancur cuma gara-gara cowok."
Vanya keheranan dengan ucapan Malvin itu.
Vanya : "Maksud lo Vin?"
Malvin tak menjawab. Ia hanya terdiam saja disana sambil menatap langit.
Malvin : "Ya udah aku duluan ya. Thanks udah balikin jaketnya."
Vanya : "Eh iya iya."
"Ih kenapa sih tuh cowok? Aneh.", gerutu Vanya saat Malvin pergi meninggalkannya.

***
Marsha sedang mencari keberadaan Devin. Dia membawa sekotak nasi goreng buatannya untuk Devin, sebagai bentuk rasa terima kasihnya karena Devin telah menolongnya tadi malam.
Seperti biasa, seperti dugaan Marsha, Devin ada di perpustakaan.

"Dev.", panggil Marsha.
"Marsha. Hai. Eh duduk sini duduk.", Devin tersenyum manis melihat keberadaan Marsha didepannya.
"Dev, nih buat kamu.", ujar Marsha sambil memberikan sekotak nasi goreng ditangannya untuk Devin.
Devin : "Wah. Nasi goreng. Buat gue?"
Marsha : "Iya. Ini aku buat sendiri loh. Anggep aja itu bentuk terima kasih aku karena kamu udah tolongin aku terus. Makasih ya Dev."
Devin membuka sekotak nasi goreng itu dan mencicipinya.
Devin : "Enak Sha. Lo pinter masak juga yah. By the way, nasi goreng ini masakan favorit gue loh."
Marsha : "Serius? Hihihi syukur deh kalau kamu suka."
Marsha tampak senang melihat Devin dengan lahap memakan nasi goreng buatannya.

Devin : "Sha, lo mau tau alesan kenapa gue minta jauhin lo dari Alif?"
Tiba-tiba suasana berubah menjadi serius. Marsha menatap Devin serius, kemudian ia menghela nafasnya.
Marsha : "Apa alesannya?"
Devin : "Gue minta lo jauhin Alif karena dia..."
Tiba-Tiba Devin melihat Vanya melintas di depan perpustakaan.

***
"Kira-kira Malvin kenapa ya kok tiba-tiba ngomong kayak gitu tadi?", ucap Vanya bertanya pada dirinya sendiri sambil terus berjalan.
Tiba-tiba tangannya dipegang secara kencang oleh seseorang. Ya, Devin.
Devin langsung berlari ke arah Vanya ketika melihatnya. Sementara Marsha hanya bisa melongo di belakang Devin ketika melihat hal itu.
Devin menatap Vanya dengan tatapan penuh amarah. Vanya hanya dapat terdiam melihat tatapan Devin yang seperti itu.
Devin : "Gue udah bilang sama lo. Kalau sampai lo terbukti nyakitin Marsha, gue gak akan tinggal diem."
Vanya : "Eh cupu! Maksud lo apa hah? Lo punya bukti?"

Dan Vanya baru menyadari bahwa Marsha sedang berdiri di belakang Devin.
"Marsha? Jangan-jangan Devin yang selametin dia.", batin Vanya sambil menatap Marsha.
Devin : "Kenapa? Lo kaget ada Marsha disini?"
"Iya. Gue yang semalem nemuin dia di jalan buntu. Dan gue tau, itulah sebabnya kenapa lo semalem keluar dari arah jalan buntu juga. Karena lo ada di balik semua ini Van! Apa salah Marsha sama lo? Sampai-sampai lo selalu berusaha buat celakain dia.", lanjut Devin.

Vanya : "Lo tanya apa salah Marsha? Kesalahan terbesar Marsha adalah..."

The Colours Of LifeWhere stories live. Discover now