Chapter 15

1K 62 0
                                    

"Auw.", teriak Marsha setelah bekapan di mulutnya dilepas.

"Kak Vanya.", ujar Marsha setelah melihat orang yang membekapnya.
"Iya. Ini gue. Kenapa Marsha?", ucap Vanya sambil tersenyum pada Marsha.
Suasana berubah menjadi sangat hening. Namun tak lama,
"Heh! Sudah berapa kali gue bilang lo jangan deketin cowok gue!", bentak Vanya sambil memojokkan Marsha.
Marsha tampak sangat ketakutan disana.
"Ka..ka..ka..kak, aku sama sekali gak..gak deketin kak Alif.", jawab Marsha terbata-bata.
Vanya : "Gak deketin kok berduaan terus? Sha Sha. Alif juga gak bakalan mau deketin lo kalau lo nya gak buka kesempatan!"
Marsha : "Tapi kak, aku sama sekali gak pernah deketin kak Alif. Selama ini yang nyamperin duluan juga selalu kak Alif. Aku gak pernah ada niatan buat berduaan sama dia sama sekali."
"Oh udah pinter jawab lo ya.", tangan Vanya bergerak menuju rambut Marsha, kemudian ia menjambaknya.
"Aduh kak sakit! Sakit kak tolong lepasin!", teriak Marsha kesakitan.

Tiba-tiba,
"VANYA!!!", bentak seseorang pada Vanya.
Vanya membulatkan matanya dan melihat ke arah orang itu.
Dia adalah Alif.
"Lo apa-apaan sih?", Alif terlihat sangat marah kepada Vanya. Wajahnya berubah menjadi merah.
Vanya diam dan melepaskan jambakannya dari rambut Marsha. Tampak Marsha benar-benar kesakitan dibuatnya. Ia hanya dapat meneteskan air matanya karena menahan sakit.
Alif : "Marsha salah apa sama lo? Hah? Lo gak bisa berbuat kayak gini sama dia! Gue capek Van hadepin sikap posesif lo yang berlebihan itu!"
Vanya : "Tapi Lif. Aku ngelakuin ini karena aku sayang sama kamu."
Alif : "Kalau lo sayang sama gue, lo gak bakal ngelakuin hal bodoh kayak gini Van!"
Mata Vanya mulai berkaca-kaca, ia sedih melihat orang yang ia sayangi menjadi semarah ini padanya.
Alif : "Van, Gue capek sama lo. Karena sikap lo itu gak pernah berubah. Sorry. Lebih baik kita putus."
Mendengar perkataan Alif membuat air mata Vanya menetes di pipinya.
Vanya : "Putus? Lif. Kamu bercanda kan? Kamu lagi gak serius kan?"
"Sorry Van. Kita putus.", ujar Alif kembali menegaskan perkataannya.

"Sha, kamu pulang sekarang.", Alif meminta Marsha untuk pulang terlebih dahulu untuk memastikan dia aman dari Vanya.

Namun Marsha masih mematung disana.
"Sha! Pulang!", ujar Alif.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun akhirnya Marsha pergi meninggalkan mereka berdua.
Alif : "Van, sekali lagi gue liat lo nyakitin orang lain, termasuk Marsha! Gue gak akan pernah maafin lo."
Kemudian Alif pergi meninggalkan Vanya seorang diri disana. Air mata Vanya kembali menetes, ia tak menyangka, Alif, orang yang paling dia sayangi akan melakukan ini padanya.

***
Sementara itu Ruth sedang berjalan dengan lemas menyusuri jalan. Ia berjalan menuju suatu tempat yang ia tau pasti orang yang sangat ingin dia temui ada disana.
Ruth memasuki tempat itu. Kafe milik Bastian. Dan benar saja, orang yang ia cari ada disana.

"Bastian.", panggil Ruth lemah.
Betapa terkejutnya Bastian setelah melihat orang yang memanggilnya adalah Ruth.
Bastian : "Ruth. Kenapa lo ada disini?"
"Iya Bas.", Ruth tersenyum. Tak lama kemudian tubuhnya terjatuh lemas. Ia pingsan. Ia sangat kelelahan berjalan dari Rumah Sakit sampai kafe Bastian.

Dengan sigap, Bastian menangkap tubuh Ruth dan berusaha menyadarkannya. Ia kebingungan bagaimana bisa Ruth ada di kafenya.
"Ruth. Lo kenapa bisa ada disini sih? Harusnya kan lo istirahat.", ucap Bastian sambil menghirupkan minyak kayu putih pada hidung Ruth.

***
Marsha masih sangat shock karena melihat kejadian di depan matanya.
"Sha, lo kenapa?", ujar Devin yang berpapasan dengan Marsha dan melihatnya terlihat berbeda dari biasanya.
Marsha mengabaikan Devin. Ia masih terus melangkah, tatapannya terus mengarah kedepan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Sha. Sha. Tunggu dulu.", Devin menghentikan Marsha dengan memegangi tangannya.
Marsha membalikan badannya dan memeluk Devin. Ia kembali menumpahkan air matanya disana.
Marsha : "Dev, aku udah bikin kak Alif mutusin kak Vanya. Aku jahat Dev. Aku jahat."
Devin melepaskan pelukannya.
"Apa? Alif mutusin Vanya?", tanya Devin.

Marsha : "Aku gak bermaksud hancurin hubungan mereka sama sekali Dev. Sama sekali enggak. Dan sekarang aku takut. Kak Vanya pasti bakal makin benci sama aku."
Devin : "Inilah alesannya kenapa gue minta lo jauhin Alif Sha. Sekarang Vanya mutusin Alif itu juga bukan salah lo. Tapi karena emang ini udah jadi rencana dia. Sha, gue minta, mulai sekarang lo harus menjauh dari Alif."
Marsha hanya mengangguk perlahan sambil menatap wajah Devin dan mengusap air mata di pipinya.

***
Sementara itu Malvin belum juga menemukan keberadaan Ruth. Hampir seluruh sudut kota sudah ia datangi tapi belum juga ia melihat orang yang dicarinya itu.
Kemudian Malvin berinisiatif untuk menelepon Vanya, ia berpikir bisa saja Ruth mengabari Vanya.

"Akhirnya aktif juga. Ayo angkat dong Van.", ujar Malvin sambil terus menyetir mobilnya.
Vanya masih menangis disana ketika Malvin meneleponnya.
Vanya : "Halo Vin?"
Malvin : "Van, kamu dimana?"
"Gue di kampus.", jawab Vanya sesenggukan.
Malvin menyadari bahwa saat itu Vanya sedang menangis.
Malvin : "Van, kamu nangis?"
Vanya tak menjawab dan mematikan teleponnya.
Akhirnya Malvin mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang Ruth pada Vanya dan memutuskan untuk kembali ke kampus menemui Vanya terlebih dahulu.

***
Ruth kini sudah sadar dari pingsannya.
"Kenapa lo kesini? Harusnya lo istirahat Ruth.", ujar Bastian.
Ruth : "Gue kangen sama lo Bas. Udah beberapa hari ini gue gak ngeliat lo."
Bastian : "Bokap lo tau kalo lo kesini?"
Ruth menggelengkan kepalanya.
Bastian : "Lo udah makan?"
Ruth kembali menggelengkan kepalanya.
Bastian : "Ruth, lo itu harus makan. Lo harus perhatiin kesehatan lo. Sekarang lo makan ya. Habis makan gue anterin lo balik. Jangan kabur-kaburan kayak gini ya. Pasti bokap lo khawatir nyariin lo."

Ruth menatap Bastian., "Bas, thanks ya. Lo udah care sama gue. Meskipun, gue tau, lo gak suka sama gue. Tapi thanks ya. Lo udah mau ngobrol sama gue kayak gini. Dari dulu gue pengen banget Bas bisa ngobrol berdua sama lo kayak gini. Sekarang gue seneng. Kangen gue juga terobati."

The Colours Of LifeWhere stories live. Discover now