Sa

85 36 4
                                    

Bagian Empat.

Hukuman untuk razia bukan hanya sekedar pengurangan poin, tapi ada hal yang lain. Zahra tewas mengenaskan harus membereskan buku-buku di perpustakaan sampai semuanya rapih. Dia terkurung berjam-jam dengan perut lapar sekaligus tangannya gatal karena tidak membuka IG untuk men-stalk idolanya. Zahra tidak bisa begini!

"Ahh... capek banget sih, Bu Ina tega banget sama Zahra. Gak rela Zahra tuh harus beresin buku-buku. Siapa yang berantakin, siapa yang beresin. Ih dasar, Zahra sumpahin yang berantakin buku ini bakal jauh dari Babang Park nya Zahra. Gak ikut nonton Mubank, gak peluk-peluk Babang Park, gak elus-elus roti sobeknya Kai dan Sehun, gak elus-elus botakku saiyang, gak cubit-cubit pipinya baby Baek, dan Baby Umin, gak dibelanjain Presdir Suho, gak dinyanyiin Chen kalo mau tidur!!"

"Ssstt!!"

Zahra menghela napasnya lelah. Tinggal satu rak lagi, dia harus segera menyelesaikan ini atau buku yang diberantakin orang akan semakin banyak.

"Akhirnyaaa...." ucap Zahra, dia sangat bersyukur karena kerjaannya selesai dengan cepat. Dia mengambil minumnya yang diselundupkan diam-diam oleh Fani saat menjenguk Zahra di sini, lalu meneguknya sampai tersisa setengahnya.

Karena merasa lelah, Zahra berjalan mencari kursi dipojokan untuk tidur sebentar di sana. Tanpa menunggu lama, Zahra kembali menuju mimpi indahnya.

●●●

"Nah ini, lo kasih tau Zahra kita besok ngerjainnya di rumah lo Za!" ujar Fani menjelaskan tugas Olahraga yang menyuruhnya merangkum bab tentang pendidikan seks untuk ditampilkan dilayar power point. "Jangan mikir mesum juga!"

Reza tersenyum centil, diam-diam dia terkekeh dengan kalimat akhir dari Fani. Cowok mana yang nggak mikir macam-macam kalau sudah disodorkan bab tentang seperti ini. Apalagi kalau ada pelajaran yang masuk bab reproduksi, semua cowok paling bersemangat untuk mengikuti pelajaran.

"Zahra masih di perpus?" Fani mengangguk singkat.

"Tadi gue udah selundupin air minum, tenang aja!" Fani menjelaskan kekhawatiran di raut wajah Reza. Meskipun Reza terlihat cuek dengan keadaan Zahra, tapi kalau dilihat baik-baik Reza sangat menyayangi sepupunya itu. Walau Zahra punya sifat aneh yang bikin cowok ilfeel, Reza tetap menganggapnya sebagai sepupu. Tidak tahu sih kalau Zahra.

Reza menggeleng, dia baru saja mengingat kalau Zahra itu tukang makan dan tidur. "Dia gak bisa tahan di ruangan tanpa makanan, pasti lagi laper!"

"Duh, gue lupa selundupin makanan lagi!"

Melihat raut wajah khawatir Fani, membuat Reza tergelak. Fani terlalu serius menanggapi ucapannya, padahal Reza tadi hanya becanda saja. Zahra sudah besar, kalau lapar pasti lari ke kantin.

"Ngapain lo ketawa?" Fani berucap sinis.

"Zahra udah gede, kalo laper ya dia bakal lari ke kantin. Bego banget sih lo!"

Fani mengerucutkan bibirnya sebal, lantas dia menyampirkan tasnya pada bahu kanan. Bersiap untuk pulang sekolah karena ini sudah lewat lima belas menit dari jam pulangnya.

"Ayo! Gue anterin!" ujar Reza sembari menarik tangan Fani, dan menyelipkan jari-jemarinya di sela-sela tangan Fani.

Fani salah tingkah. Dia gadis berusia 16 tahun yang sedang beranjak dewasa, dia gampang merasakan hal-hal semacam ini. Perasaan euforia, senang, sedih, ingin menangis, semua remaja seusianya bahkan mengalami hal semacam itu.

Break UpWhere stories live. Discover now