35. Tenggelam Dalam Duka

9.7K 774 76
                                    

Bola mata beriris hazel itu tenggelam dalam gelap. Sejenak sosok bengal itu menghilang dari pandangan. Berjuang melawan takdir yang hendak merenggut dirinya.

Pintu itu masih tertutup, lampu merah di atasnya masih menyala padahal sudah enam jam berlalu, namun tak ada satu pun tanda-tanda orang keluar dari sana dan memberikan kabar gembira bagi mereka yang terbelenggu dalam duka.

Hendra terduduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Penampilan pria yang dulunya sangat berwibawa itu mendadak kacau. Sinar di bola matanya meredup, hembusan napasnya begitu berat. Ada luka menganga di dalam hatinya yang membuat pria itu rapuh.

Wanita yang dipercayainya selama ini ternyata menginginkan kehancuran keluarganya. Membodohinya bertahun-tahun. Dan kini putranya menjadi korban. Putra yang selama ini dia salahkan atas sikap pembangkangnya. Putra yang selama ini memendam luka yang sangat dalam.

Dalam diam yang menyesakkannya Hendra dapat merasakan sebuah tangan menepuk bahunya pelan. Hendra mengangkat pandangan dan menatap sosok pria berjas yang tersenyum tulus ke arahnya.

Indra. Pria yang selama ini mengibarkan bendera perang terhadapnya karena sebuah kesalah pahaman. Entah apa yang membuat pria itu kini berbaik hati menemaninya, menunggu Lion yang menjalankan operasi di dalam sana.

Indra juga yang membantunya beberapa jam lalu untuk mengerahkan anak buahnya bersama dengan polisi untuk membekuk Moza dan Renita.

Beruntung saat itu mereka datang tepat waktu sebelum peluru dari pistol Rasyi, Lala, dan juga Rara terlepas menembus kepala mereka. Polisi mengambil tindakan tegas dengan menembak tepat pada pergelangan tangan Moza untuk mengalihkan perhatian Rasyi agar tidak melepas tembakan. Selain itu, polisi juga berjaga-jaga agar Moza tidak nekat menembak Lion.

Namun sayangnya mereka lengah terhadap Renita. Gadis itu menginginkan kematian Rasyi yang memang menjadi alasan terbesarnya berada di tempat itu. Peluru Renita memang mengarah tepat pada sasaran, namun tubuh cowok yang selama ini telah bersikap baik kepadanya menghalangi benda kecil yang melesat itu.

Renita tertegun melihat tubuh Lion yang justru terkena tembakan. Hatinya berdentum perih, tanpa gadis itu sadari kedekatannya dengan Lion selama ini telah menumbuhkan perasaan aneh kepada cowok itu.

Dari awal dia memang mengincar Lion untuk membalas dendam, dia juga yang telah mengirim amplop merah untuk meneror Lion. Namun seiring berjalannya waktu, gadis itu menyukai Lion. Dia menyukai perhatian yang tulus dari Lion. Akan tetapi, lagi-lagi dendam menguasai hatinya. Dia membenci keluarga Lion yang telah menghancurkan keluarganya.

Sampai akhirnya gadis itu tak punya pilihan lain lagi, sudah tak ada lagi yang perlu dia pertahankan, tak ada lagi alasannya untuk tetap hidup. Setelah kejadian ini, Lion pasti akan sangat membencinya. Renita dengan nekat mengarahkan pistolnya tepat di samping kepalanya. Tanpa perlu berpikir lagi, Renita mengiring tidurnya malam itu dengan satu tembakan.

Kejadian malam itu bagai mimpi buruk bagi mereka semua. Mereka terlalu tenggelam dalam luka dan dendam hingga menutup mata dan nurani mereka. Hanya ego dan tindakan yang bekerja, tanpa memikirkan bagaimana dampaknya nanti.

Di sisi lain lorong itu Aira membeku dengan air mata mengalir tanpa henti. Hatinya seakan terjepit hingga napasnya tercekat. Sakit rasanya saat orang yang benar-benar dia sayang tengah berjuang sendirian di dalam sana. Tak ada kepastian dari enam jam yang berlalu. Para suster dan dokter belum juga keluar membuat ketakutan itu semakin kentara Aira rasakan.

Sosok bermata hazel itu tengah tak berdaya sekarang. Sosok itu mulai tenggelam dalam lelapnya. Sosok itu tenggelam dalam lukanya. Tapi, dia juga meninggalkan luka yang lebih sakit bagi mereka di sini. Dia meninggalkan luka yang lebih perih lagi.

RaLion Where stories live. Discover now