Tragedi di Pagi Hari

48.1K 5K 367
                                    

Listya sudah siap dengan pakaian kerjanya. Begitu keluar kamar, Ratih sudah ada tepat di depan pintu dengan tangan yang menggantung seperti hendak mengetuk pintu.

"Mama ngapain?" tanya Listya kebingungan, terlebih melihat ekspresi Mamanya.

"Ngapain lagi, ya mau bangunin kamu, Lis."

"Liat, aku udah rapi begini."

"Yakali belum, biasanya masih ngorok. Anak Mama yang satu ini kan The Queen of Ngorok."

"Ya ampun, Ma. Yang bagusan dikit kek. Lagian Mama tuh kenapa ya hobi banget sentimen sama aku?"

"Tuh tuh, mulai lagi kumat pikiran buruknya. Mama itu sayang banget sama kamu ya walaupun ...," ucap Ratih menggantung kalimatnya.

"Kok pake walaupun. Lanjutannya apa nih?"

"Walaupun kamu jomblo terus."

"Aku single, Ma. Bukan jomblo."

"Single apa? Single parents?"

"Ampun deh, ya udah ah aku mau berangkat aja ah, bodo amat masih pagi juga."

Ratih tertawa sejenak melihat putrinya yang mulai kesal. "Kok langsung berangkat, sarapan dulu atuh."

"Nggak mau ah."

"Kenapa ih? Sekarang kan udah boleh bahas tentang jodoh lagi. Kemarin kan bilangnya sehari aja."

Listya menatap Mamanya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Aku nggak mau sarapan, terlalu berisiko."

"Sarapan kok terlalu berisiko, kan buat kesehatan. Anak tuh ampun dah ah."

"Ya sarapan emang buat kesehatan, risikonya ya diceramahin sama Mama. Kupingku butuh istirahat. Lagian jodoh udah diatur, mana bisa sarapan tenang kalo kuping dicekokin nikah terus. Kupingku bisa mual-mual terus diabetes gimana?"

"Kuping mual-mual, hamil aja sekalian, Lis," jawab Ratih.

Ratih pun tertawa, kemudian menyentuh kening Listya dengan punggung tangannya. "Sakit ya kamu, Lis?"

Listya pun bergerak mundur.

"Lis, ayo atuh sarapan dulu. Mama nggak akan bahas nikah deh."

"Janji nih? Ntar tipu-tipu lagi."

"Nih anak nggak percayaan banget."

"Oke siap komandan!" jawab Listya kemudian bergegas ke ruang makan. Di sana sudah ada Tio, adik Listya dengan seragam SMA-nya yang sedang menyantap sarapan paginya.

"Pagi, Kak," sapa Tio pada Listya yang baru saja duduk. Sementara Ratih juga ikut duduk untuk sarapan bersama.

"Tumben jam segini udah rapi kamu, De," kata Listya pada Tio.

"Mau upacara, Kak. Menghargai perjuangan para pahlawan di masa kini salah satunya menjadi siswa teladan yang ngikutin upacara."

Listya yang hampir menyendokkan nasi kini beralih menatap adik laki-lakinya. "Kamu kesurupan? Itu kalimat dapet nyolong dari mana? Oh kakak tau, pasti dari google ya, De?"

"Kok kakak gitu sih, bukannya bersyukur malah negative thinking terus. Pantesan jomblo. Lagian menurut aku, kakak itu nggak jelek-jelek amat meski nggak cantik banget juga. Tapi standar muka kakak ini bisa kok dapetin cowok. Saking aja kakaknya terlalu galak," oceh Tio yang berhasil membuat mata Listya melotot. Tangannya seolah berbicara 'mau tampol bagian mana dulu nih?'

"Tio..." Ratih berusaha memberi peringatan pada putranya sebelum Listya naik pitam. "Makan jangan sambil ngomong, nanti keselek."

Tio terkekeh sejenak. "Ampun, Kak. Becanda."

Tanpa menjawab, Listya kini sibuk dengan makanannya. Entah kenapa hanya ucapan 'jomblo' saja mampu memberikan efek pada napsu makannya.

"Ma..." Tio memanggil Mamanya.

"Iya, kenapa?" jawab Ratih.

"Aku sih cuma ngomong sama Mama ya, semoga nggak ada pihak yang tersulut emosi apalagi sampe ngamuk-ngamuk. Mama tinggal dengerin aja, nggak harus jawab soalnya Mama masih makan," ucap Tio, kebetulan ia sudah selesai makan jadi sudah diperbolehkan berbicara.

"Ngomong apa sih, Yo? Langsung aja, pagi-pagi dilarang bikin Mama pusing."

"Jadi gini, Ma.." Tio sengaja menggantung kalimatnya. Listya yang ada di situ dengan refleks mendengarkan adiknya berbicara.

"Denger-denger, jomblo itu kalo makan, nasinya dibuang terus piringnya dimakan, terus kalo pake sepatu. Sepatunya di dalam tapi kaos kakinya di luar.. haha," kekeh Tio. Ratih pun seperti menahan tawa.

Listya yang sedang memegang sendok langsung menaruhnya dengan keras ke piring. Bisa di bilang membanting, sih.

"Maksudnya apa sih, De?"

"Kakak pede banget, aku ngomong sama Mama!"

"Lo pikir gue nggak punya kuping? Hah!" Listya mulai emosi. Saat berbicara normal dengan Tio tak pernah menggunakan gue-lo. Kalau menggunakannya, berarti Listya sedang naik pitam.

"Emangnya yang jomblo kakak aja? Kok baperan banget sih?"

"Udah-udah, anak dua aja ribut terus gimana kalo sepuluh ya, jangan bikin Mama pusing pagi-pagi." Ratih berusaha melerai, ia sudah biasa mendengar cekcok antara dua kakak beradik itu. Ratih tahu mereka sebenarnya saling menyayangi.

"Oh jangan bikin pusing pagi-pagi, berarti nanti malem boleh ya," jawab Tio, lalu ia menatap Listya. "Kak, lanjutin nanti malem aja debatnya."

Ya ampun, Ratih kemudian memijat dahinya. Ternyata anaknya mnegikuti kalimat-kalimatnya. Benar-benar...

"Tio, kamu juga. Udah tau kakak kamu sensitif malah dibecandain."

Tio terkekeh, seolah ada kebahagiaan tersendiri membuat jomblo merasa kesal juga merasa jadi makhluk paling menderita. "Sori, Kak. Aku keceplosan!"

Listya masih bungkam. Apa memang sudah saatnya ia mencari jodoh agar tidak menjadi bahan bullyan di mana-mana?

Tio kemudian bangkit dari kursinya, membawa piring dan gelas kosong bekas makannya ke belakang, itu memang sudah kebiasaan keluarga ini kalau sudah makan cuci masing-masing sehingga tidak ada cucian piring yang menumpuk. Mereka membiasakan hidup mandiri.

Sementara Listya dan Mamanya belum selesai makan.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Listya dan Ratih saling berpandangan sampai pada akhirnya Listya berteriak memanggil Tio.

"De, buka pintu dong. Kakak sama Mama masih makan nih."

Ya, meskipun mereka sering debat, adu mulut, berantem, tapi tak bertahan lama karena setelahnya mereka kembali damai menjadi kakak adik yang rukun. Buktinya Listya sudah mengubah nada bicaranya menjadi lebih ramah, tidak galak seperti tadi saat tersulut emosi.

Tidak ada jawaban, mungkin Tio masih sibuk dengan piring kotor dan air yang mengalir sehingga tidak mendengarnya.

"Cuci piring sama gelas satu aja se-abad." gerutu Listya.

Akhirnya ia bangkit dari kursi dan memutuskan dirinya lah yang membuka pintu.

"Biar aku aja, Ma."

Ratih tampak mengangguk. Lagi pula, Listya akan merasa menjadi anak durhaka jika Mamanya yang membuka pintu. Meski mereka sama-sama sedang makan, namun Listya merasa dirinya yang wajib mengalah.

Listya saat berjalan menuju pintu. Ini bahkan masih jam enam lewat sepuluh menit, kenapa ada tamu sampai serajin itu. Ya ampun.

Listya pun membuka pintu dan ternyata yang datang adalah ...

oOo

Bersambung...



Btw, status kalian apa?

1. Jomblo (jangan malu, ngaku aja)
2. Single
3. Pacaran
4. Nikah
5. LDR
6. Lain-lain (Isi sendiri)

Jangan lupa VOTE COMMENT dan SHARE yaaaap..

Oh, Jodoh!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang