RUBIK REHAT

349 9 0
                                    

Jika dianalogikan, manusia adalah makhluk yang paling cepat menilai. Dan lagi-lagi kebanyakan dari mereka menilai, hanya dari melihat luarannya saja.

Perlu bukti?

Ada seorang Ibu bernama Ameera dari Suriah, beliau sakit-sakitan karena wabah penyakit dari perang dinegeri tersebut yang tak berkesudahan. Hingga suatu saat akhirnya Ibu Ameera dan sebagian kecil rakyat Suriah diungsikan ke Paris, Perancis, spot tendanya ternyata sangat strategis, jika melihat ke arah kanan ada gedung EHESS University Perancis yang terkenal itu, jika melihat kedepan pula para pengungsi bisa langsung melihat bangunan menara Eiffel yang menjulang tinggi.

Namun yang namanya pengungsi ya tetap pengungsi, tak beda jauh dari gelandangan.

Ada juga seorang Bapak tua yang hidup seorang diri tepat ditengah-tengah garis khatulistiwa antara tiga benua, Eropa, Asia dan Timur Tengah, namanya Bapak Robert. Tiap bilik dan ruang di rumah Bapak Robert dipotong oleh beberapa Negara. Pak Robert bukanlah seorang yang kaya, hanya kelas menengah kebawah. Namun rutinitas biasa manusia, bisa jadi luar biasa bagi Bapak Robert. Jadi beginilah kesehariannya, kasur pak Robert berada di negara Switzerland atau Swiss, jadi Pak Robert tidur malam dan siang di Negara yang terkenal coklatnya tersebut. Jika ingin buang air kecil maka Pak Robert berjalan menuju kota Augsburg, Austria. Dalam perjalanan singkat dari dapur menuju ruang tamu pun harus melewati kota Istanbul, lewat Hagia Sophia lalu museum La Defense.

Menuju halaman belakang Pak Robert harus bersua dengan unta-unta negara Dubai, Uni Emirat Arab, jika ingin makan malam diluar, rumah Pak Robert dikelilingi kedai, ingat ini hanya kedai biasa, warung makan biasa. Bedanya tinggal pilih mau kedai di Negara mana. Ada banyak Negara. Unik ya?

Namun apa bedanya? Tetap saja Bapak Robert kesepian. Ia hidup sendirian.

Maka berangkat dari sini, mulailah belajar menghargai orang.

Seperti kisah Ibu Ameera dan Bapak Robert tadi, jika yang mendengar adalah orang yang buta hatinya, maka bisa jadi mereka akan sangat cemburu pada kehidupan keduanya, kenapa tidak? Ibu Ameera berada di Negara Perancis menikmati pemandangannya gratis, sedang Bapak Robert bisa dengan mudah berkunjung ke banyak negara.

Janganlah hidup seperti itu, kita tak pernah tahu apa yang telah direnggut dari keduanya. Apa yang telah hilang dari kehidupan keduanya.

Jika yang mendengar kisah tersebut adalah orang yang lembut hatinya, maka ia takkan terfokus pada Negara-Negara itu, ia akan terfokus pada kesepiannya Pak Robert dan kesakitannya Ibu Ameera.

Lihatlah pada isinya, bukan pada luarannya saja. Hargailah banyak perbedaan yang ada. Bertemanlah dengan siapa saja. Bukalah ruang lingkup pertemananmu. Kita tidak harus berteman nanti dengan mereka yang bermerek baju Gucci, memiliki koleksi tas Prhada, jam tangan koleksi Rolex, dan mobil-mobil mewah sekelas Lamborghini. Itu boleh jadi berlebihan.

Bertemanlah dengan banyak suku, lintas ras, lintas negara, lintas agama.

Dan jadilah agen Muslim yang baik, yaitu ketika orang-orang melihatmu mereka melihat Islam.

Dan saat ini malu menjadi barang langka, ia sudah masuk ke museum waktu, malu bukanlah lagi tentang pelanggaran moral, kesantunan, dan kesopanan serta tutur kata yang baik, malu pada zaman sekarang adalah ketika warna kulit tak secerah mentari, malu adalah ketika tak punya gaun untuk pergi ke pesta, malu adalah ketika tak punya uang untuk pergi nonton konser.

Ayolah, itu semua apa gunanya? Maukah kau menjadi kawan abadi Iblis?

Di sosial media misalnya, kita akan melihat postingan foto-foto yang bisa melemahkan hati. Mari merenungi... Coba pikirkan jika Ibu Ameera mengupload fotonya di Perancis dengan caption begini,

"Makan malam di Perancis sungguh membuat aku teringat keluargaku yang mati di Aleppo, tapi sungguh malam ini orang-orang Perancis baik sekali..."

Apa kata pertama yang terlintas di benak kita?

Lebay.

Ya, sebab kita tak tahu penderitaan yang telah dilaluinya.

Lain lagi jika Bapak Robert mengupload foto dirinya dan aktifitas lintas negara kesehariannya di Youtube, dengan kata-kata yang kira-kira begini,

"Hari ini bersih-bersih di China sungguh melelahkan, dan kini saya sedang duduk di Greenland menikmati es krim rasa coklat yang saya ambil di Swiss tadi pagi dan sebentar malam saya berencana makan di kedai negara Afrika"

Kita pasti geli mendengarnya dan akan tertawa terpingkal-pingkal karena mengira Pak Robert terlalu berangan-angan. Padahal tidaklah demikian.

Apa kata pertama yang sekali lagi terlintas di benak kita?

Lebay.

Ya, sebab kita tak tahu seperti apa kesepian yang mencekik kehidupannya.

Maka sikapilah sewajarnya.

Jangan terlalu lebay menjalani hidup. Tak perlu dihiasi dengan drama melankolis dan sedih haru membiru yang teramat sangat.

Aduh, berlebihan.

Ada nasehat lama.

Bahagia seperlunya, bersedih sekenanya, membenci secukupnya, dan bersyukurlah sebanyak-banyaknya.

Dan memprihatinkan, kata-kata emas seperti ini telah berubah tak lebih berharga dari sekedar kata-kata penghias dinding-dinding kelas kita.

Bukan begitu?

Pesanku kepada saudaraku seiman. Seiman seaqidah, insya Allah

Teman, jangan remehkan sholat!

Jangan pernah tinggalkan sholat!

KADAR ISLAM DALAM DIRIMU

SAMA SEPERTI KADAR SHOLAT DALAM HATIMU

Dan ini untuk mereka yang mulai mendapat cahaya Sunnah yang indah.

Ingat!

Sunnah tidak menjadikan gigimu bertaring terhadap sesama Muslim, tapi Sunnah membuat senyumanmu semakin tulus terhadap saudara-saudaramu.

Sunnah tidak membuatmu membenci mereka yang berbeda denganmu, tapi Sunnah menjadikan dadamu lebih lapang menerima banyak perbedaan.

Sunnah tidak menjadikanmu seorang yang menutup diri, tapi Sunnah menjadikan tanganmu lebih terbuka merangkul teman-temanmu.

Jadilah agen Muslim yang baik!

Barakallahufiik ya Akhi wa Akhwat 

Salam Ukhuwah Islamiyyah...



Insya Allah bermanfaat bagi kita semua.....

Assalamualaikum warohmatullah...

Lets Hijrah Get JannahWhere stories live. Discover now