(19) Titik terang

48.2K 3.3K 175
                                    

Duduklah bersamaku, dan
akan kuceritakan segala hal
kecuali perpisahan.

-Al-

"Kamu?"

Varo tersenyum lebar ketika melihat ekspresi terkejut dari gadis di hadapannya. Sungguh, baru pertama kali ini ia melihat Vina sekaget itu. Bahkan ketika bertemu hantu sekalipun dia yakin gadis itu hanya akan berekspresi datar seperti biasa. Tapi kali ini, Varo benar-benar tidak menyangka Vina akan memberikan respon yang begitu berbeda.

"Kamu dipindah ke Paris? kok bisa?"

"Kan aku udah pernah bilang, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini."

Vina spontan memeluk Varo dengan perasaan bahagia. Sebentar lagi jarak itu sudah hilang, ALDANEL akan kembali lagi seperti sedia kala. Bersama.

"Mulai kapan kamu pindah?"

Varo terdiam, ia menoleh ke arah mamanya dan kembali menatap Vina sambil mengedikkan bahu tanda bahwa ia juga tidak tau kapan dia akan pindah.

"Nunggu mama bangun."

Vina tersenyum dan mengusap pelan bahu Varo.

"Al, percaya sama aku, semuanya akan baik-baik aja. Inget kata-kata kamu juga, nggak ada yang tidak mungkin di dunia ini kan? mama kamu pasti bangun sebentar lagi."

Varo hanya mengangguk sebagai jawaban. Harapannya juga seperti itu, keinginannya pun sama dengan apa yang dikatakan Vina. Ia menunggu mamanya bangun, tersenyum kepadanya dan memberinya kasih sayang seperti ketika ia masih kanak-kanak dulu.

Hanya seperti, bukan sama persis. Karena pada dasarnya semua itu hanya masa lalu. Apapun yang pernah pergi dan kembali lagi, keadaanya tetap tidak akan sama persis dengan sebelumnya. Seperti kertas yang sudah pernah diremas, walaupun diluruskan beberapa kali, bekasnya akan tetap ada. Terlihat samar namun nyata.

Varo kembali menatap Vina yang saat ini sedang mengikat rambutnya ke atas untuk bersiap mandi. Ia berharap kepada gadis itu, ia berharap agar jangan sampai Vina menjadi masa lalu di kehidupan Varo. Tidak, Varo tidak ingin mengenang senyum dan semua hal tentangnya, Varo bukan ingin mengenang tapi ingin menikmati sampai maut memisahkan. Cowok itu terlalu berminat untuk menjadi penyebab, penikmat, serta pemilik dari senyum indah seorang bidadari yang saat ini sudah berada di ambang pintu kamar mandi ruangan itu.

"Al, aku mandi dulu."

Varo mengangguk, ketika Vina tersenyum membalas anggukan cowok itu, tanpa sengaja Varo terfokus kepada bibir Vina yang sedikit pucat. Vina sakit?

"El, kamu pake baju apa?"

"Celana pendek sama baju polos warna denim."

"Yang dulu pernah kamu pake?" tanya Varo yang saat ini sudah membongkar isi kopernya.

"Iya, kenapa?"

"Buka dikit aja pintunya, aku nggak bakal ngintip."

Perlahan pintu itu terbuka sedikit dan hanya menampilkan wajah Vina yang terlihat kebingungan. Varo menoleh kemudian menyerahkan sehelai baju bewarna hitam ke arah gadis itu.
"Ini buat apa?"

"Pake itu aja, ini di rumah sakit ya, banyak orang yang sering kesini. Kak Rangga, dokter, perawat, ob, dan bisa aja sewaktu-waktu rekan kerja papa kesini buat jenguk mama. Aku nggak mau mereka betah di tempat ini cuma karena lihat kamu pake baju setipis itu. So, nurut sama aku ya El."

Vina terdiam kemudian mengangguk dan segera menutup pintu kamar mandi untuk melanjutkan kegiatannya di dalam sana yang sempat tertunda.

Cowok itu menoleh ketika pintu ruangan di ujung sana terbuka. Dilihatnya Nesa berjalan pelan ke arahnya sambil mengalihkan pandangan. Dia kenapa?

ALDANEL (2)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora