51. Hurt

16K 1.1K 127
                                    

Coba tebak endingnya ada di part berapa ?? Hehe, semoga aja semua lancar bebas tanpa hambatan ya gais :) #dirumahaja bacanya sambil rebahan trus makan kuaci.

Happy reading and enjoy ! 💫

*

51

Asap putih yang berarak lalu membumbung tinggi keluar dari bibir seorang wanita bersamaan dengan helaan napas panjang yang ia keluarkan. Pandangan gamangnya yang ada di bawah lampu temaram, jelas terlihat dengan sinar matanya yang redup. Alana kembali menghisap batang tembakau di tangannya dengan wajah lelah. Sudah lebih dari dua minggu ia tidak bertemu dengan Davin apalagi berbincang dengannya. Sebenarnya, pria itu sesekali mengirimkan pesan yang tidak pernah dibalas olehnya karena banyak alasan . Dan jujur saja, Alana sudah lelah dengan semua pertengkaran yang akhir-akhir ini terjadi di antara mereka. Sempat terbesit dalam benaknya untuk mengajukan surat perpisahan dengan pria itu, tapi ia yakin kedua orangtuanya yang selalu bersikap diktator tidak akan mengabulkan permintaannya, meski bagaimanapun caranya ia memohon.

Langkah kaki Alana langsung tertahan begitu Laurent menyapanya sopan. Pandangannya justru terfokus dengan beberapa obat dan segelas air putih yang dibawa wanita itu 
"Kau— mau membawanya untuk siapa ?"

"Tuan Davin, Nyonya." kedua alis Alana langsung terangkat karena terkejut "Davin sakit ?" tanyanya lagi yang langsung dibalas anggukan "Sepertinya begitu." tanpa pikir panjang, Alana langsung mengulurkan kedua tangannya untuk mengambil nampan tersebut "Biar aku saja yang bawakan. Dia di kamarnya kan ?" Laurent kembali mengangguk "Apa Nyonya ingin aku buatkan sesuatu ?"

Alana menggeleng lalu tersenyum "Terimakasih." ucapnya dan mulai melangkah menaiki tangga. Detak di jantungnya makin berdetak cepat tidak karuan setiap kakinya berhasil melewati satu undakan tangga. Pertama, ia tidak pernah masuk ke kamar yang persis ada di sebelah kamarnya itu. Kedua, ia dan Davin sedang dalam keadaan yang tidak baik saat ini. Tapi bukan Alana namanya kalau tidak suka bertindak nekat untuk segala sesuatu.

Alana menghela napas panjang dengan detak jantung yang berisik sebelum sikunya membuka kenop pintu di hadapannya. Wangi maskulin yang memenuhi kamar itu langsung menyeruak pada penciumannya dan seketika membuat tengkuknya berdesir aneh. Perlahan, ia melangkahkan kakinya masuk pada kamar yang luasnya hampir sama dengan kamarnya itu. Didominasi warna abu-abu dan hitam yang sangat elegan dengan sedikit corak berwarna tembaga pada dindingnya. Sunyi, hanya ada suara deru lembut pendingin ruangan yang terdengar. Alana terus melangkah dan mematung sesaat kala melihat seorang pria tengah tidur di tengah kasur dengan tubuh yang terbalut selimut tebal. Ia langsung duduk di tepi kasur setelah meletakkan nampan yang ia bawa ke atas nakas dan wajahnya langsung terhenyak melihat wajah tegas Davin yang bahkan tetap terlihat kukuh meski ia memejamkan matanya dengan tenang. Alana mengangkat tangannya dan langsung menyentuh lengan Davin yang ternyata sangat panas itu. Matanya agak membulat karena kaget "Dia demam ?" gumamnya lalu menyentuh wajah Davin yang sontak membuat pria itu membuka matanya.

Seperti tersengat, Alana langsung menarik tangannya mundur dengan wajah yang tiba-tiba memanas "Ma—maaf membangunkanmu."

Davin bangun dari tidurnya lalu bersandar pada bantalnya. Melihat wajah Davin yang memerah dengan mata sayu membuat hati seorang Alana tiba-tiba bergurat sedih "Kau mau kubuatkan sesuatu ?" tanyanya setelah memberikan obat yang ia bawa dan langsung dijawab dengan sebuah anggukan tipis membuat Alana menghembuskan napasnya "Kau selalu bekerja dengan berlebihan Davin, padahal tubuhmu juga perlu istirahat. Lihat ? Sekarang kau sakit dan membuatku khawatir." Davin menoleh mendengar itu "Kau khawatir ?" tanyanya parau yang langsung membuat wanita di dekatnya jadi salah tingkah.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang