43. Say So

25.9K 1.6K 159
                                    

Happy birthday to me ! Aku jujur ya, bikin romance ini awal 15 tahun dan sekarang usiaku udah 18 ceritanya belum kelar wkwk. Btw Return nambah 100k readers hanya dalam waktu 2-3 minggu T_T i'm a proud momma. Terimakasih banyak untuk support kalian yang gak ada habis-habisnya buat aku selama ini. Maaf jika beberapa ceritaku gabisa memuaskan kalian yang penggemar romance sejati :( but once again thank u very much guys !

Stay safe, healthy, and happy reading. Enjoy 💫

*

43

"Syarat ?"

Alana menganggukkan kepalanya. Davin memandanginya dengan wajah bingung, atau curiga (?). Ia merasa ada aura lain saat ini yang mulai bergabung bersama mereka. Namun dengan ketenangannya, ia berhasil meredam semua itu dalam-dalam dan mempersilahkan Alana untuk mengatakan apa yang ingin disampaikan.

Alana meletakkan pisau dan garpu yang digunakannya lalu menautkan kedua tangannya di atas meja "Aku mau— kita tidur di kamar yang terpisah." Davin langsung tersedak mendengar syarat pertama itu, ia melayangkan tatapan kagetnya
"A—apa ?" tanyanya lagi. Melihat itu, Alana langsung terdiam kikuk "Itu, aku— aku mau kita tidur di kamar yang terpisah Davin. Kau tidur di kamarmu, dan aku di kamarku. Tidak boleh ada yang memasuki kamar lain selain kamarnya sendiri." Davin kembali mengatur napasnya yang tercekat tiba-tiba "La—lanjutkan."

"Kita akan tetap bekerja setiap hari. Lakukan saja seperti biasanya.
Dan— jangan melarang hal-hal yang aneh padaku. Aku tidak menyukainya." dengan napasnya yang bisa kembali teratur, Davin mulai mengerti apa yang diinginkan oleh Alana yang nampaknya merasa sangat terkekang dengan perubahan statusnya sebentar lagi. Tapi ia lebih memilih untuk diam, dan mendengarkan wanita di hadapannya untuk terus berbicara "Ada lagi ?"

Alana mengangguk tipis "Jangan mengangguku dengan semua yang akan aku lakukan nantinya di rumah kita nanti." tandasnya mengakhiri rentetan panjang syarat yang ingin diutarakan. Davin tidak bisa memberikan reaksi khusus dengan semua yang didengarkannya malam ini. Tapi baiklah, ia akan mengikuti semua permainan ini sampai akhirnya ia bisa mengambil alih perannya kembali dalam hubungan ini. Alana kembali menyuapkan daging pada garpunya lalu melahapnya dalam sekali suapan. Mata abu-abu nya sesekali melirik pada wajah Davin yang tetap tenang setelah semua yang ia katakan tadi. Ia merasa aneh.

"Ngomong-ngomong." Davin kembali mengangkat wajahnya dan menatap mata wanita yang kini juga menatapnya "Ibuku dan ibumu sudah berniat untuk mengatur semua ini. Bagaimana menurutmu ?" mendengar itu, Alana langsung mengedikkan bahunya setuju "Tidak masalah. Aku juga pasti akan sibuk dalam beberapa bulan ke depan sebelum acaranya dilangsungkan. Dan kau pasti juga akan sangat sibuk dengan pekerjaanmu." tuturnya lalu meneguk sisa wine yang ada di gelasnya. Davin benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Alana sekarang ini, biasanya wanita akan selalu ada di pihak yang paling ribut jika membicarakan acara krusial yang sangat penting dalam hidup mereka. Melihat Alana yang cenderung cuek pada semua persiapan yang harusnya ia siapkan, membuat perasaannya jadi mengerut tidak karuan.

"Tapi." Alana menghela napas pelan "Apa semuanya akan baik-baik saja ?"

"Tentang ?"

"Kau tahu— Emily. Aku takut dia akan mengangguku lagi." Davin berusaha mengurai senyumnya mendengar itu "Tenanglah. Aku membuat semuanya aman untukmu, jangan khawatir." Alana terhenyak untuk beberapa saat sebelum melanjutkan makanannya kembali. Pikirannya mendadak teringat pada mantan kekasihnya yang sudah lama sekali tidak ia hubungi. Pria itu memang seringkali mengiriminya pesan, hanya saja ia belum membukanya. Dan ia rasa, ada baiknya jika ia menyampaikan kabar penting ini untuknya. Tapi entah apa yang membuatnya ragu untuk memberitahu mantan kekasihnya itu.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang