49. The Day After

14.7K 1.2K 197
                                    

Aku bener-bener ga sabar buat nyelesain cerita ini meskipun bingung nyari ide buat alurnya biar bagus hweh wkwk. Terimakasih untuk dukungan kalian semua ya :)

Happy reading and enjoy everyone !

*

49

Pagi-pagi sekali, Alana sudah membuka matanya untuk mempersiapkan segala keperluannya. Padahal ia baru saja tertidur dua jam setelah Davin mengijinkannya tidur tentunya. Ya, pria itu kembali merayunya dan mencumbu dengan manja sambil menjelaskan kata-kata yang dimaksudkannya. Davin tahu kalau wanitanya itu cemburu dengan dirinya, dan itu semua kembali membuat Alana risih. Tapi setidaknya hari ini sudah tiba. Hari dimana akhirnya ia akan pergi untuk sementara waktu dan memulai kegiatannya untuk bekerja. Yang artinya tidak akan ada lagi jam jumpa yang begitu intens setelah ini. Senang rasanya mengingat selama dua minggu ke depan ia tidak akan bertemu dengan pria yang serumah dengannya, yang terus-terusan mencumbunya tanpa henti. Ah, lagi-lagi semua ingatan itu membuat wajah Alana memanas "Setidaknya selama dua minggu ke depan aku akan terbebas darinya." tangannya kembali memasukkan barang terakhir ke dalam tas nya. Setelahnya ia bangkit berdiri lalu melangkah menuju bathroom. Hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit hingga wanita itu kembali keluar dengan rambut basah yang sudah dibalut handuk. Dengan cepat, ia memakai pakaiannya lalu duduk di depan cermin.

Di kamar sebelah, Davin juga sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Tangannya yang sedang memilih deretan dasi mahalnya di lemari, langsung terhenti begitu semerbak wangi sabun seorang wanita menghiasi penciumannya. Satu sudut bibirnya terangkat tipis membayangkan bagaimana jika ia menghirupnya langsung dari tubuh wanita itu. Davin tertawa pelan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia yakin pikirannya mulai tidak waras karena terlalu terobsesi pada istrinya sendiri. Setelah mengambil satu dasi yang akan dipakainya, ia segera berjalan keluar kamar dan matanya langsung bertemu dengan Alana yang baru juga keluar dari kamarnya "Pagi." sapa Davin ramah.

Alana sempat terpaku beberapa saat dengan pemandangan Davin yang disuguhkan padanya pagi ini. Rambut hitam legam setengah kering dengan kemeja putih tergulung yang membalut tubuh kekar dibaliknya, dan membawa jas biru tua di satu tangannya. Ia baru sadar jika pria itu cukup mempesona untuk menjadi seorang pemimpin yang sangat berwibawa di hadapan seluruh karyawannya. Tidak heran jika banyak yang menggemarinya. Seakan tersadar, Alana menggerakkan tangannya untuk kembali menarik koper yang telah ia siapkan. Davin segera menahannya dan langsung menenteng koper itu dengan satu tangannya lalu melangkah menuruni tangga. Alana terpukau memandangi otor pria itu yang langsung mengeras begitu tangannya membawa beban yang menurutnya sangat berat jika ditenteng seperti itu. Ia pun ikut melangkahkan kakinya turun ke ruang makan dan kembali duduk berhadapan dengan Davin.

Sudah delapan hari mereka bersama dan rasanya Alana sudah terbiasa dengan kegiatan baru sehari-harinya ini. Davin sangat rajin bangun pagi, berolahraga, dan hidup sehat tanpa rokok meski ia sesekali terlihat menghabiskan waktu untuk minum-minum di club. Berbanding terbalik dengan dirinya yang suka bangun siang, minimalis soal makanan, dan bisa menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari. Sejak hidup bersama Davin, Alana selalu merasa jam tidurnya kurang karena pria itu tidak mengijinkannya tidur cepat. Apalagi jika bukan karena pria itu belum puas mencumbunya, merayunya, atau— ah sudahlah.

Davin memberikan roti yang sudah ia olesi selai ke piring Alana "Makan yang itu." suruhnya. Alana mengernyitkan dahinya bingung, tangannya juga sedang mengolesi roti dengan selai stroberi dan baru mau meletakkannya di piring "Tapi aku—" baiklah, Alana akhirnya memberikan roti di tangannya pada Davin "Itu untukmu kalau begitu."

Davin merasa aneh. Tidak seharusnya ia jadi sesenang ini hanya karena Alana melakukan sebuah tindakan yang sangat sederhana tentunya. Tapi hatinya langsung berbunga-bunga tak terkendali "Rotinya pasti akan sangat lezat karena kau yang membuatnya." dan tidak dipungkiri, Alana juga merasakan desiran hangat yang membuat rona di wajahnya muncul dan langsung menciptakan seulas senyum yang nampak samar. Tapi Davin bisa melihatnya, dan ia makin yakin jika hormon dalam tubuhnya makin menggila karena obsesi yang berlebihan itu.

RETURN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang