X

260 48 0
                                    

Calum udah sadar dua hari yang lalu, tapi dia udah ga sekuat dulu lagi. Sekarang Calum cuma bisa ngabisin waktunya di rumah sakit doang.

Gue membawa Calum ke taman rumah sakit. Gue mendorong kursi rodanya, walaupun kadang gue cape karena badannya Calum itu agak berat.

Gue melingkarkan kedua tangan gue di leher Calum, sambil tersenyum pada Calum. Calum pun membalas senyuman gue dengan senyuman juga.

"Hmm, aku boleh minta sesuatu gak?" tanya Calum. Gue mengangguk sambil tersenyum, "minta apa?"

"Kamu bikin kata-kata apa aja, puisi kek, atau mungkin kamu bisa nyanyi. Sekarang ya?"

Awalnya gue pengen langsung jawab 'iya', tapi akhirnya gue menemukan ide yang lebih cemerlang lagi. Jadi gue belum menyetujuinya.

"Jangan sekarang. Tapi nanti. Dan aku harap kamu bisa datang ke acara kenaikan kelas di sekolah aku nanti." dan akhirnya Calum menyetujuinya.

Tibalah saatnya malam kenaikan kelas yang diadakan di sekolah gue. Gue mendorong kursi roda Calum ke tempat duduk di samping gue. Awalnya, Calum mengakui kalo dia sedikit malu kalo pake kursi roda, tapi akhirnya gue membujuknya dan akhirnya Calum mau.

Gue memang mewakili kelas gue untuk menampilkan bakat seperti menyanyi atau berpidato untuk acara malam kenaikan kelas. Jadi saat giliran nama gue dipanggil, gue langsung naik ke atas panggung.

Gue bisa ngeliat Michael, Ashton, Franca, Nadia, Alex, sama Irene yang lagi heboh sambil manggil nama gue. Gue ngeliat Alex yang sedikit lebih dewasa sikapnya saat duduk di samping Nadia sambil merangkulnya.

"Hai. Saya Raselia Claire Jannesha. Saya mewakili dari kelas 11-C.

Pertama, saya berterima kasih untuk wali kelas kami, yang sudah bersedia mengajar kami, siswa kelas 11-C. Dan saya berterima kasih sama temen-temen semuanya. Dan terutama sama Michael. Dia yang bikin kelas kami bahagia dan sulit untuk dilupakan karena kenakalan uniknya."

Semua orang yang mendengar itu tertawa, karena mereka semua tau sikap Michael seperti apa.

"Dan saya berterima kasih buat Ashton, Alex, Nadia, Franca, sama Irene. Kalian yang udah mau bersedia jadi teman sekaligus keluarga buat saya.

Maaf, mungkin terlalu baku jika mengatakan 'saya' jadi saya akan mengubah gaya bicaranya seperti gaya bicara anak remaja pada umumnya."

Gue menghela nafas, karena sempat ngestuck dan gatau harus ngomong apa.

"Yeah, ternyata benar apa yang orang-orang bilang. Kalau masa-masa SMA adalah masa yang paling membahagiakan. Membahagiakan karena bisa merasakan mempunyai sahabat, bisa merasakan kenakalan masa remaja yang beragam dan sebenarnya itu yang membuat kita akan selalu mengingat dan rindu akan kehangatan masa remaja. Contohnya Michael."

Dan semua orang tertawa lagi. Dan Michael mulai melotot. Tapi gue tau dia cuma bercanda.

"Dan satu lagi. Masa remaja mungkin lebih banyak berkaitan dengan yang namanya 'cinta'. Mungkin. Dan yeah, gue ngerasain hal itu." gue mulai menatap Calum sambil tersenyum kearahnya.

"Siapa yang menduga kalau kita bisa bertemu dan saling jatuh cinta karena tawuran?" semua orang lagi-lagi tertawa. "Siapa yang menduga kalau orang yang dikenal sebagai 'badboy' bisa menjadi kalem seperti sekarang?Yaitu Calum." gue tertawa kecil, dan teman-teman gue juga begitu.

"Kisah cinta kami sangat panjang bila diceritakan. Tapi gue hanya pengen membicarakan intinya saja.

Masih banyak hari yang mungkin bisa gue lewatin, tapi mungkin saja itu tanpa Calum. Atau mungkin, memang masih banyak waktu, tapi mungkin kapan saja waktu itu terasa lebih singkat untuk dijalani, sehingga kita belum siap untuk kehilangan. Dan jika memang terpaksa Calum memang harus benar-benar menghilang dari gue, gue harap, kami tak pernah mengatakan goodbye, karena kata-kata ini bukan tentang 'perpisahan' tapi tentang pemanis kehidupan. Itu yang pernah Calum katakan sama gue. Pemanis kehidupan karena kami mempunyai banyak kenangan yang sulit dilupakan dan manis untuk diingat."

Tak bisa menahan tangis, akhirnya gue menjeda perkataan gue sebentar. "Dan aku bersyukur karena hari-hari yang pernah kami lewati, dan pemanis kehidupan tersebut."

Gue bisa melihat dari jauh, Calum yang sedang menatap gue sambil menangis. Namun ia masih berusaha tersenyum. Dan gue sangat menyukai senyum itu.

Semuanya memberikan tepuk tangan, namun gue masih terfokus pada Calum. Dan akhirnya gue menuruni panggung,  menghampiri Calum dan segera memeluk Calum.

Setelah acara malam kenaikan kelas selesai, gue dan Calum akhirnya pulang. Dan di perjalanan kecelakaan sialan itu menimpa kami. Dan semuanya menjadi gelap.

•••
(a/n)
makin gjls ih bdk

Precious||HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang