S

263 52 4
                                    

Sesampainya dirumah, gue langsung masuk ke kamar. Mumpung di rumah masih sepi, jadi gue mungkin bisa nangis sebebas-bebasnya.

Daritadi gue tahan semuanya. Gue sekarang hanya bisa nangis sambil mendoakan yang terbaik buat Calum.

Why our love it's so unfair?

Gue memutuskan untuk bolos sekolah tiga hari. Sampai akhirnya Calum melewati masa kritisnya. Saat itu, gue mulai ngerasa lega.

Gue memasuki kelas dengan keadaan yang tidak semangat seperti biasanya. Gue pergi menemui Ashton dan Michael.

"Maaf, harusnya gue dengerin kata-kata kalian dulu, buat ngejauhin Calum. Gue sekarang ngerasa sedih."

Ashton memegang bahu gue, dan tersenyum, "gapapa. kita juga yang salah, kita salah cara buat ngasih tau lo."

Air mata gue keluar, lalu Michael memeluk gue erat. Entah kenapa, Michael bisa menjadi dewasa kayak gini. Dan baru kali ini gue ngerasa lebih nyaman di pelukan Michael.

Nadia dan Alex menghampiri gue. Lalu bertanya tentang keadaan Calum.

"Nanti kita temenin lo jenguk ya?" kata Alex, dan gue hanya membalasnya dengan mengangguk.

Saat di rumah sakit, gue pergi ke toilet sebelum masuk ke ruang perawatan. Gue masih memikirkan bagaimana sempurnanya cinta Alex dan Nadia, meskipun harus ada penantian panjang.

Gue membasuh muka dan menghela nafas kasar. Lalu pergi menuju kamar perawatan.

"Maaf." hanya itu yang bisa diucapkan oleh Calum. Dan gue hanya menggeleng kepala sambil tersenyum, memberi isyarat 'gapapa'

"I'm here. With you. Okay?" kata gue sambil menggenggam tangan kanannya yang dingin itu. Lalu Calum tersenyum sambil mengangguk.

Gue menghelus rambutnya yang tebal itu walaupun sedikit demi sedikit sudah rontok, mungkin efek dari kemoterapi. Dan gue tetap tertawa pelan di hadapannya. Memberi isyarat kalau semuanya 'baik-baik saja.'

Tak lama kemudian, Calum kembali tertidur. Mungkin lelah. Gue pun langsung keluar dari ruangan. Dan Luke mengajak gue ke taman rumah sakit.

"Calum itu hidupnya sebenarnya gak begitu membahagiakan, tapi waktu lo ada di bagian hidupnya, dia makin banyak senyum akhir-akhir ini."

Gue langsung mengalihkan pikiran gue ke perkataan Luke. Gue memandang Luke dengan serius, dan mendengarkan perkataannya.

"Orang tua Calum cerai waktu dia masih umur dua belas tahun, Calum terpuruk banget, apalagi waktu disuruh ikut ibunya atau ayahnya."

Luke menghela nafasnya pelan. Lalu kembali menceritakan semuanya. Semua yang terjadi pada Calum.

"Akhirnya Calum lebih memilih tinggal bersama kakaknya, kak Mali. Dulu kak Mali masih bisa lebih sering ada di rumah sama Calum, tapi semenjak kak Mali kuliah di luar negeri, dia sering sendirian. Walaupun rumahnya dan kebutuhan sehari-harinya masih dibiayai oleh kedua orang tuanya, tapi Calum lebih butuh kasih sayang keluarganya. Dan akhirnya waktu umur empat belas tahun, Calum diagnosa kena leukemia. Karena itu Calum makin ngerasa putus asa, dan dia berusaha jadi kuat, ya dengan cara tawuran dan sebagainya. Dia gamau dianggap lemah."

"Calum waktu itu gapernah sekalipun mikirin tentang cewek bahkan cinta sekalipun, karena waktu itu dia hanya mikirin buat dirinya sendiri. Tapi semenjak lo ada di bagian hidupnya, dia mulai berubah."

Gue memotong pembicaraan Luke. "Jadi ini alasan kenapa Calum itu takut buat nyatain cintanya ke gue waktu dulu?"

Luke mengangguk pelan, sambil memandang langit-langit, "ya."

Gue bisa liat air mata Luke yang keluar, namun Luke masih saja berusaha untuk tidak menangis. Lalu Luke merangkul gue "jaga Calum ya? jangan tinggalin dia dalam keadaan kayak gini."

Tanpa memandang Luke sekalipun, gue hanya bisa membalas perkataan Luke dengan mengangguk, "pasti."

"Dan satu hal lagi." kata Luke sambil melipat tangannya di dadanya, "Jangan pernah menangis di hadapannya, anggap kanker sialan itu gapernah ada di antara kalian. Oke?"

Gue mengangguk pelan lagi, "oke."

Hari memang udah semakin malam, Nadia dan Alex sudah pulang daritadi, demikian juga dengan Luke. Gue udah ijin ke orang tua gue buat menginap satu hari untuk ngejagain Calum.

Calum gabisa tidur. Dia terus aja mengajak berbicara sama gue. Tapi gue selalu bersedia ada untuk jadi teman bicaranya. Meskipun mata gue rasanya berat banget buat ngobrol.

"Jadi gitu. Tapi sekarang nitendo ds gue ilang kemana. Padahal dulu gue juga suka loh maen cooking mama."

Gue tertawa kecil, sambil tetap mengelus kepalanya lembut.

"Oh iya, aku pernah denger kalo seminggu yang lalu kamu menang lomba nyanyi ya? Congrats ya." kata Calum.

"Juara tiga, tapi gapapa lah. Aku harus belajar lagi."

"Tapi kamu juara satu di hati aku tau." kata Calum sambil mencubit pipi gue.

"Sakit tau."

"Gabakal aku lepasin cubitannya kalo kamu ga nyanyi buat aku. Kan aku mau denger kamu nyanyi juga."

"Iya iya deh, tapi ini lepasin dulu pipinya biar bisa nyanyi."

Gue diam sejenak, mikir mau nyanyi apa. Akhirnya gue kepikiran satu lagu.

We know full well there's just time
So is it wrong to dance this line
If your heart was full of love
Could you give it up?

Cause what about what about angels?
They will come, they will go make us special

Dont give me up
Dont give me up

Calum masih saja tersenyum. Dan gue berusaha buat mengingat secara detail senyumannya. Ini hanya buat jaga-jaga, disaat gue akan benar-benar kehilangan dia.

How unfair its just our love
Found something real thats out of touch
But if you'd searched the whole wide world
Would you dare let it go?

Cause what about what about angels
They will come, they will go make us special

Dont give me up
Dont give me up

Cause what about what about angels
They will come, they will go make us special

Its not about not about angels

Angels.

Kini Calum sudah tertidur lelap. Wajah manisnya lebih nampak saat ia sedang tertidur. Dan akhirnya gue berhenti mengelus kepalanya.

"Nice dream babe." bisiku lalu mencium keningnya lembut.

Dan gue tidur dengan menaroh kepala gue di samping pinggangnya.

•••
(a/n)
gue jatuh cinta sama tuh lagu sumpah baper abis gilsss
judulnya 'not about angels-birdy'
bikin baper :')

Precious||HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang