LIMA BELAS

3K 127 9
                                    

Mengenaskan.

Itulah yang Dany lihat saat melihat Vanno di lapangan basket indoor.

Wajahnya pucat, nafasnya terengah-engah. Bajunya yang sudah basah oleh keringat masih melekat di badannya. Seragamnya sudah kotor dan tak berbentuk. Bahkan ada beberapa kancing yang terlepas hingga memperlihatkan kaus putihnya. Rambutnya tak kalah acak-acakan.

Dengan posisi yang telentang dan bola yang sudah terlempar ke sudut ruangan. Dany tak tahu sudah berapa lama Vanno menyiksa dirinya dengan bermain basket. Mungkin sudah berjam-jam ? Dari yang kelihatan Vanno seperti baru saja menyelesaikan acara penyiksaan nya itu.

Dany tak tahu apa yang terjadi sampai temannya seperti ini. Yang ia tahu, pasti ini ada hubungannya dengan Ellina.

Dany menghampiri Vanno dengan tatapan datar seakan hal ini sudah biasa terjadi.

Ia berjongkok di sebelah Vanno yang sedang berbaring memejamkan mata.

"Hey tragic guy"

Vanno membuka matanya. Sedikit mendengus mendengar Dany mengejeknya.

"Lo harus ikut gue ke psikiter."

"What the hell! I'm not crazy!"

"Now you are."

Vanno mendecak kesal. Apa-apaan dia harus ke psikiater. Dia tidak gila. Lagipula orang bodoh mana yang menganggap rasa cinta adalah sebuah kegilaan.

"Cuma orang bodoh yang bilang cinta itu kegilaan."

"Cuma orang bodoh yang mengartikan ketidakwarasannya sebagai cinta."

Sekali lagi Vanno berdecak. Tak akan menang dia jika beradu mulut dengan Dany.

"Seriously, I'm not crazy."

"Ke psikiater bukan berarti lo gila."

"Nope. I don't care. I'm never go to that shit place."

Dany hanya bisa menghela napas melihat Vanno yang bangkit dan mengambil bola yang ada di sudut ruangan. Apa dia tidak lelah ?

"Udah berapa lama lo menyiksa diri lo ?"

"Sebelum bel masuk."

Mata Dany melotot sempurna. Orang ini benar-benar gila pikir Dany.

"Are you crazy?!"

Dany tak habis fikir dengan Vanno. Pelampiasannya memang selalu pada basket. Tapi jika seperti ini, ia sama saja menyiksa dirinya.

Bermain basket secara asal-asalan dan tanpa henti hanya akan membuatnya dehidrasi. Dany benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, intinya dia harus membuat Vanno berhenti.

"Stop it dude."

"It's over."

"You gonna die if you don't stop."

Oke. Dany kesal. Daritadi omongannya diabaikan. Jika tak bisa dengan kata-kata, maka harus dengan perlakuan.

Dany berjalan ke arah Vanno lalu merebut bolanya. Vanno geram, acaranya dirusak oleh Dany. Vanno berusaha mengambil kembali bola itu, tapi malah dilempar ke sembarang arah oleh Dany.

A Perfect BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang