DUA BELAS

3.2K 132 0
                                    

Ellina memandang langit-langit kamarnya. Kebiasannya saat ia tidak bisa tidur. Ia tak sabar untuk nanti malam. Dimana ia akan memakai gaun berwarna biru yang ia pilih sendiri. Gaun itu begitu indah dengan warna biru langitnya. Gaun itu menjuntai kabawah hingga mata kaki di bagian belaangnya. Sedangkan di bagian depannya hanya sepanjang lutut dan tanpa lengan. Biasanya Ellina tak akan suka gaun dengan tanpa lengan, tapi entah kenapa ia seperti sudah jatuh cinta pada gaun itu.

Omong-omong soal gaun, entah kenapa saat Ellina mencoba gaun itu di tubuhnya dan meminta pendapat Vanno, ia malah terdiam beberapa saat hingga akhirnya menjawab dengan kata "bagus". Ellina berpikir apa ia aneh jika memakai gaun itu ? Tapi ia merasa baik-baik saja. Akhirnya Ellina memilih berendam dengan air hangat agar menenangkan pikirannya.

---

Vanno Pov

Aku sedang menunggu Ellina bersiap. Seperti biasa, aku menunggunya di depan rumah sambil bersandar pada kop depan mobil. Entah kenapa aku merasa gugup. Mengingat Ellina yang saat itu mencoba gaun yang ia pilih saja sudah membuat jantungku berdebar.

Awalnya aku terkejut saat Ellina sendiri yang bilang kalau ia akan menjadi pasanganku pada saat prom nanti. Karna setauku aku belum memintanya. Aku senang ? Tentu saja. Aku bahkan sudah menyiapkan sesuatu untuknya.

Tanpa sadar aku melamun dari tadi hingga tepukan di pundakku menyadarkanku. Aku mendongak melihat siapa gerangan. Lalu ...

Sepasang mata hazel sedang menatapnya dengan alis berkerut. Wajahnya yang sudah dihias make up membuatnya tampak semakin cantik. Bulu matanya yang panjang dan lentik, pipinya yang kemerah-merahan, dan bibirnya yang berwarna pink itu. Ia sangat cocok dengan dandanan sederhananya itu. Dengan rambut yang diikat di bagian atasnya. Gaun biru yang melekat di tubuhnya dan flat shoes berwarna serupa dengan gaunnya.

Aku bahkan lupa untuk bernapas saat melihatnya. Hingga goyangan di pundakku menyadarkanku lagi. Aku segera menampilkan senyumku lalu menggandengnya untuk masuk ke dalam mobil.

---

Tak ada yang berbicara di dalam mobil. Keheningan menemani mereka.

Vanno berusaha untuk menahan rasa gugupnya dan menetralisir detak jantung yang berlebihan itu. Sedangkan Ellina, ia bingung untuk memilih topik yang akan dibicarakan dengan kakaknya. Tidak mungkin kan langsung bertanya "apa kakak ada masalah ?". Lagipula biasanya Vanno akan bicara walau hanya sekedar bertanya hal yang umum. Tapi ini, ia tak berbicara apapun.

Berkali-kali Ellina membuka mulutnya hendak bersuara, tapi ia urungkan hingga mobil yang dikendarai Vanno sampai pada parkiran sekolah.

Seperti biasa, Vanno akan keluar dahulu lalu membukakan pintu untuk Ellina. Vanno mengulurkan tangannya, dan Ellina menerimanya. Tapi ada yang membuat Ellina merasa janggal, kakaknya dari tadi hanya menunduk, matanya terus saja melihat kebawah tak tau kenapa.

Sadar akan hal itu, Ellina tak bisa membiarkannya saja. Ia lalu menarik tangan Vanno memberhentikan langkahnya. Sontak Vanno menatapnya. Terlihat Ellina dengan wajah khawatirnya. Padahal yang seharusnya khawatir disini adalah Vanno, bagaimana dia bisa menenangkan jantungnya yang menggila ini.

Tangan Ellina terulur menyentuh pipi kakaknya, "Are you okay ?"

Vanno hanya tersenyum, "I'm fine."

Lalu mereka berjalan ke tempat utamanya. Sekolah mereka kini sudah di dekor dengan sangat indah. Tidak terlalu mewah namun elegan. Makanan dan minuman juga sudah tertata rapi diatas meja beralaskan kain putih. Berterima kasihlah pada panitia osis yang mengurus semua kepentingan pada acara ini. Makanannya begitu menggiurkan, membuat Ellina segera menghampirinya membuat Vanno mengikutinya.

A Perfect BrotherWhere stories live. Discover now