LIMA

4.1K 152 1
                                    

Saat ini, Ellina sedang menyantap tiramisu cake dan segelas es cappucino. Tadi pulang ia tidak langsung ke rumah. Ia mampir ke salah satu cafe terdekat untuk mengatasi masalah perutnya.

Ellina duduk di meja yang dekat dengan jendela. Di jendela itu menampilkan jalan yang dilalui orang-orang. Dari perempuan, laki-laki, anak kecil, remaja, dan .... Orangtua.

Ah, Ellina mengingat lagi kedua orang tercintanya itu yang telah lama tak kembali. Ellina merindukan belaian yang dulu mama nya lakukan setiap malan jika ia ingin tidur. Ellina merindukan ayahnya yang selalu meluangkan waktunya walau ia sibuk.

Ellina terus melamun sambil makan. Ia meringis, ia lupa kalau sudut bibirnya terluka. Ia tak bileh membuka lebar-lebar mulutnya. Dan itu menyebalkan, membuatnya makan dengan susah payah. Kalau saja ia tak terlalu lapar, mungkin saja ia sudah meninggalkan cafe ini lalu pulang.

Setelah cake yang Ellina makan sisa setengah, ia menyeruput cappucino nya. Setelah itu ia melenggang keluar kafe. Dan memanggil taksi.

Ellina sudah benar-benar lelah hari ini. Lelah luar dalam. Ia menghela napas sambil memejamkan matanya selama di dalam taksi. Hingga taksi itu berhenti di depan rumahnya. Ia segera memberi uang sebesar argo yang tertera disitu.

Saat Ellina masuk, ia sudah disambut dengan bi Nari. Ah, jika saja yang menyambutnya itu mama dan papanya, pasti lelahnya hilang seketika.

"Sore nona muda, apa ada yang anda inginkan ? Anda ingin makan ? Ah atau saya siapkan air hangat untuk anda mandi ?"

Sapa bi Nari yang Ellina balas dengan menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Lalu Ellina pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia merebahkan dirinya di kasur, memejamkan matanya untuk menenangkan dirinya. Ia memikirkan kata-kata bi Nari tadi, mungkin mandi dengan air hangat enak juga, batinnya.
Lalu ia berjalan ke arah kamar mandi dan berendam dengan air hangat.

---

Dany, Fino dan Frans berniat menginap di rumah Vanno malam ini. Kebetulan besok hari sabtu, mereka berniat menghabiskan liburnya itu di rumah Vanno.

Sebelum pulang ke rumah, Vanno dan yang lain terlebih dahulu mampir ke pusat elektronik untuk membeli handphone baru untuk Ellina. Setelah itu mereka juga pergi ke dokter spesialis kulit untuk membeli salep untuk luka di wajah. Dan itu juga untuk Ellina. Semua karna Ellina, dan semua untuk Ellina.

Oh, betapa sayangnya Vanno pada adiknya itu. Dia akan berubah 180 derajat saat bersam Ellina. Mungkin orang akan mengenal Vanno dengan pribadi yang dingin dan cuek. Tapi saat bersama Ellina, ia berubah menjadi orang yang murah senyum. Bahkan jika Ellina sudah marah, Vanno akan menuruti apa yang ia inginkan. Seperti saat di sekolah tadi, saat Vanno ingin mengantar Ellina pulang, Ellina tidak mau. Vanno tau, Ellina sedang marah padanya -walaupun sebenarnya ia tidak tau apa salahnya-. Bukan hanya itu, saking sayangnya, Vanno akan memberikan semua yang Ellina mau -asal itu wajar-. Bahkan kalaupun Ellina minta dibelikan rumah pun, Vanno akan menyanggupinya.

Vanno akan senang saat melihat Ellina senang. Jika melihat Ellina menangis, hatinya bagai dihantam palu besar. Ia ingin menjadi orang yang berguna untuk Ellina, menjadi orang yang selalu ada untuknya. Apapun untuk Ellina.

Mereka sudah sampai di rumah. Vanno turun dari mobilnya. Tentu ia sendiri di dalam mobil, karna tak ingin ada yang memasuki selain dirinya dan Ellina.

Vanno terkejut saat sampai di dalam rumah, ia mendengar suara seperti beling jatuh dari arah dapur. Disusul dengan teriakan bi Nari yang memanggil adiknya dengan sebutan 'nona muda'.

A Perfect BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang