"Jangan mendekat Tuan Evanders! Aku bisa menusuk jantungmu sekarang juga," ancam Arabella dengan tangan gemetar. Untuk bergerak saja rasanya sulit, apalagi menusuk Tuan Evanders tepat di jantung.

Selepas mimpi buruk yang berujung pada panggilan terhadap keluarga Johansson, Arabella lekas mengemasi seluruh barang miliknya ke dalam koper. Mimpi itu seakan menjadi petanda bahwa teka-teki yang dikatakan oleh seluruh orang tentang keluarga Waterhouse itu benar adanya. Arabella tidak ingin lagi menjadi bagian dari keluarga aneh tersebut. Tanpa berpikir panjang dia meminta pertolongan kepada keluarga Johansson—yang dulu dia pikir sangat menyebalkan, namun sekarang dapat diandalkan—karena hanya merekalah satu-satunya harapan.

"Apa yang sedang kau lakukan malam-malam begini, Arabella?" ucap Tuan Evanders seraya menuruni anak tangga. "Dan untuk apa koper-koper itu?"

"Aku sudah tahu siapa kalian sebenarnya. Aku sudah menduga kalau sejak awal kau bukan manusia sungguhan. Dan juga seluruh anggotamu bukan manusia. Polisi akan datang sebentar lagi untuk menangkapmu dan mengeluarkan aku dari rumah terkutuk ini," hardik Arabella cepat.

Tatapan keheranan muncul dari mata Tuan Evanders. "Kau habis bermimpi buruk?"

"Itu bukan urusanmu, Tuan Evanders," jawab Arabella ketus, masih setia menghunus pisau dapur milik Lumpa-lumpa. "Kalian semua jahat."

"Memangnya apa yang telah kami perbuat kepadamu?"

Suara sirene—yang berasal dari belasan mobil polisi—terdengar semakin jelas dari luar rumah. Dengan perasaan lega Arabella membuka pintu rumah tanpa menghiraukan pertanyaan dari Tuan Evanders. Senyumannya melebar tatkala beberapa mobil polisi berhasil memasuki halaman pintu depan keluarga Waterhouse dengan aman dan selamat.

"Kau menelepon polisi?" tanya Tuan Evanders.

"Ya. Seharusnya dari awal aku lapor polisi karena kalian adalah keluarga tidak waras," cetus Arabella sembari melempar pisau dapur milik Lumpa-lumpa ke sembarang tempat. "Aku yakin sekali ayahku dalam kondisi tidak sadar ketika dia menulis surat wasiat. Bukankah begitu, Tuan Evanders?"

"Dia dalam kondisi yang sepenuhnya sadar. Aku bisa menjaminnya."

"Oh Arabella sayang," panggil suara wanita dari celah bunyi sirine. Langkah sepatunya mengingatkan setiap orang yang mendengarnya pada ketukan palu Hakim di meja persidangan. "Untunglah kau baik-baik saja, Sayang. Aku sangat khawatir jika sesuatu terjadi kepadamu." ucap wanita itu seraya memeluk Arabella dengan erat.

"Syukurlah kau datang tepat waktu, Mrs. Johansson. Aku baik-baik saja," isak Arabella. Matanya mencari-cari keberadaan sisa keluarga Johansson.

"Darwin dan ayahnya sedang mengurus hal lain," kata Mrs. Johansson seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Arabella. "Kau aman bersamaku."

Tingginya yang hanya sebatas ketiak Mrs. Johansson, membuat Arabella harus rela mendongkakkan kepala. "Kumohon keluarkan aku dari rumah ini."

"Dengan senang hati, Sayang." Kedua sudut bibir Mrs. Johansson terangkat, matanya yang besar menatap Tuan Evanders dalam-dalam. "Semuanya telah berakhir. Kami sudah tahu siapa sebenarnya keluarga Waterhouse."

Malam itu jelas adalah malam yang paling menggembirakan bagi Mrs. Johansson. Rasanya seperti mendapat Jackpot tanpa perlu bersusah payah bermain. Sudah berkali-kali keluarga Johansson menghabiskan malam di Las Vegas, namun nasib mereka tak pernah sebagus malam itu. Sebelumnya dia sempat merasa jengkel ketika ponsel miliknya berbunyi pada saat ia tertidur pulas. Emosi Mrs. Johansson kian memuncak ketika nama Arabella-lah yang tertera pada layar ponselnya. Tetapi puncak kemarahan itu sirna secepat kilatan cahaya petir begitu mendengar kabar dari si penelepon.

Arabella & The Waterhouse FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang