Bagian 3

2 0 0
                                    

3 Juli 2010

Namanya Alvino Prestiyan. Lebih tepatnya dia sering dipanggil Vino. Badannya cukup atletis untuk seorang yang gemar olahraga seperti dia. Kulitnya kuning langsat, matanya belo bagaikan bola bekel, alisnya tipis, bibirnya kecil kemerahan seperti diolesi lipstik natural. Dia tinggi semampai. Mungkin jika disandingkan aku, tinggiku hanya sejajar dengan bahunya. Hobinya bermain futsal. Bisa dibilang, futsal adalah pacarnya yang paling setia. Setiap hari tak bisa berhenti untuk tak bermain dengan bola kecil yang permainannya sering dinamai sepak bola mini.

Kalian tahu, aku seorang penguntit sejati. Aku tahu semua tentang Vino. Tapi dia tak pernah tahu siapa aku. Aku lebih suka menjadi screet admire. Hampir setiap hari aku pantengin layar hapeku untuk membuka halaman facebook, mengawasi apapun yang dia lakukan. Aku merupakan penyuka setia status – statusnya. Pokoknya aku nggak pernah absen deh memberikan jempolku ini untuk setiap tulisan yang dia pos pada akunnya.

" Eh Ta, kak Kenan udah pulang belum?," tanya Freya cengengesan. Sudah bisa ditebak kenapa dia menanyakan Kenan padaku. Pasti ada modus yang tersembunyi. " Udah kali. Kenapa nggak kamu sms aja. Malah tanya aku. Mana aku tahu sih," tukasku agak bete.

" Kamu kan adeknya." Freya mengedipkan mata berulang. Dia melebarkan senyum dan menyenggol pinggulku genit. " Emang mau ikut aku pulang kalau Kenan ada di rumah?," aku melirik Freya cepat. Dia mengangguk dan menarik tanganku untuk mengikutinya menuju parkiran motor. Baru dua langkah dari tempatku berdiri tadi, aku tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan disampingku. " Maap.. maap," ucapku tergesa. Aku sempat menoleh orang itu. Dan kalian tahu siapa dia?

Mataku terbalak sesaat dan aku mematung. Genggaman tangan Freya lepas. Mungkin dia belum sadar karena terus saja mengomel sepanjang koridor sekolah. " Nggak apa – apa kok Ta," serunya melebarkan senyum.

Apa yang kudengar barusan? Ta? Vino tahu namaku dari mana? Aku mulai salah tingkah. " Ehmm..." pikiranku beku sesaat. Aku bingung harus ngomong apa pada Vino. Aku berusaha berpikir untuk memunculkan ide. Dan akhirnya hal itu sia – sia. Freya menghampiri kami sambil sesekali bersikap sok akrab pada Vino.

" Eh.. ada Vino. Mau pulang Vin?," tanyanya sambil melirikku. " Nggak. Aku masih ada latihan futsal buat tanding senin besok. Kalian nonton ya," ajaknya. Mulutku seakan membentuk huruf a menjawab ajakan Vino, Freya malah menyerengai duluan.

" Jam berapa Vin?," tanyanya sok penasaran. " Jam 3an. Di lapangan futsal depan kantor pos," jelasnya sambil bergegas meninggalkan perbincangan ini. " Oh ya, aku duluan ya Ta. Udah ditungguin anak – anak."

Nggak salahkan pendengaranku kali ini? dia beneran menyebut namaku. Wajahku terasa berseri – seri. Aku senyam – senyum tak karuan. Mataku terus saja memandang tubuh Vino yang semakin hilang ditelan dinding – dinding bangunan sekolah. Freya menggelitikiku. Dia meledekku habis – habisan. Terserah deh Frey.. telingaku sekarang tak lagi mau mendengar perkataanmu. Yang ada aku sekarang sedang terngiang – ngiang pada panggilan Vino tadi.

Dostali jste se na konec publikovaných kapitol.

⏰ Poslední aktualizace: Jul 24, 2017 ⏰

Přidej si tento příběh do své knihovny, abys byl/a informován/a o nových kapitolách!

Unconditional Love StoryKde žijí příběhy. Začni objevovat