"Aku ikut kamu aja, atur aja semau kamu," jawab Varo seadanya.

"Kok semau aku sih? Kan yang nikah aku sama Kakak bukan aku sendiri," kata Maurel menatap heran sang calon suami yang sejak tadi hanya berdiam diri, tak jarang Maurel menangkap basah Varo yang sedang menatap kosong ke sembarang arah atau melamun tanpa mendengarkan apa yang ia ucapkan.

"Mungkin calon suaminya mau menyenangkan hati kamu, Mbak. Jarang-jarang lho calon suami kaya gitu, kebanyakan pasangan yang datang ke sini pasti ribut kecil nentuin konsep yang diinginkan oleh kemauan masing-masing," sahut Esther yang bertugas sebagai WO yang mengatur semua acara pernikahan Varo dan Maurel.

"Iya kayaknya, Mbak." Maurel tersenyum membalas ucapan Esther, "tapi saya bingung, konsepnya bagus-bagus banget," keluh Maurel menatap jajaran lembar demi lembar yang ditunjukan oleh Esther.

"Saya kasih saran deh ya." Esther pun menjelaskan satu demi satu konsep yang ia rekomendasikan untuk Maurel dan Varo yang didengarkan dengan baik oleh Maurel, tapi tidak dengan Varo, ia seperti sengaja menulikan kupingnya dan mengalihkan pandangan menatap langit-langit ruangan ini.

Varo membatin dengan gusar, kenapa gue jadi ragu disaat gue udah di tengah jalan.

"Maaf, Rel, aku mau ambil handphoneku dulu di mobil," bisik Varo pada Maurel ditengah-tengah penjelasan Esther yang diperhatikan dengan seksama oleh Maurel.

Maurel mengalihkan pandangan dari Esther untuk menatap Varo. " Mau aku antar?" tawar Maurel.

Varo menggeleng dengan cepat, "gak usah, aku gak lama kok." Varo mengabaikan pandangan selidik dari Maurel. "Saya permisi dulu, Mbak," pamit Varo yang dibalas senyuman oleh Esther.

Maurel menatap punggung Varo yang semakin lama semakin menjauh dan hilang di belokan lorong. Perempuan itu menghela napas pelan dan kembali memperhatikan penjelasan dari Esther, mengenyahkan pikiran aneh tentang sikap Varo.

= = = = M B A = = = =

Alasan pergi untuk mengambil ponsel hanya akal-akalan Varo saja, pada kenyataannya ponsel Varo selalu berada di kantung celananya. Ia hanya mencari alasan untuk melarikan diri dari ruangan yang membuatnya pusing mendadak.

Varo menyenderkan badannya pada samping mobilnya dan memijit pelan kepalanya, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang ini. Hati Varo kalut memikirkan pernikahan yang sebentar lagi akan terjadi, pernikahan yang Varo anggap sebagai awal dari penderitaannya.

Mata Varo menangkap sosok perempuan yang sangat ia kenali, perempuan itu sedang berjalan pelan ke arah pintu keluar dengan wajahnya menunduk menatap ponsel yang ia pegang. Walau menunduk, Varo sangat mengenali sosok itu, sosok yang sampai saat ini selalu mengisi pikirannya.

Varo seketika langsung menegakkan badannya, "Kimy." Varo memanggil dengan setengah berteriak ketika sosok itu sudah mulai mendekat dengan jaraknya. Kimy mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang telah memanggil namanya, setelah menangkap sosok Varo, Kimy pun membalikan badannya dan berjalan menjauhi Varo.

"Kimy!"

Panggilan Varo tak membuat Kimy menghentikan langkahnya melainkan ia lebih mempercepat langkahnya, Varo yang melihat itu pun tak mau tinggal diam saja, ia sedikit berlari menyusul langkah Kimy yang sudah sedikit menjauh.

"Kim." Akhirnya Varo berhasil menahan lengan Kimy yang otomatis membuat langkah Kimy berhenti.

"Tolong lepasin," pinta Kimy datar tanpa menatap Varo.

-1 MARRIED BY ACCIDENT [ REPOST ]Where stories live. Discover now