Kau Tidak Sendirian (Part II)

Start from the beginning
                                    

"Tapi aku tak bisa melihat mereka!"

Satu pedang cahaya pecah tanpa sebab, menyisakan delapan buah. Secara insting, Leonore menyebar kembali pedang-pedang yang tersisa mengelilingi sebuah ruang kosong. Dua pedang pecah lagi.

"Tarik kembali sihirmu, bodoh!" Ally melompat, menajamkan belati di kedua tangannya, lalu menukik tepat ke atas kepala Tuan Meyr.

"Dolizea," Tuan Meyr kembali merapalkan sihir lain. Bersamaan dengan itu, empat buah dinding hitam naik mengelilingi sosok sang pria. Begitu Tuan Meyr mendongak, Ally sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan fatal.

Kepala hewan buas yang menyerupai harimau, muncul dari keempat sisi dinding dengan gigi-gigi tajam yang mengintimidasi. Untuk hal ini, Leonore bisa menyaksikan terornya. Leher mereka memanjang. Tiga di antara kepala-kepala itu melumat pedang-pedang cahaya Leonore—dua sekaligus dalam sekali gigit. Sementara itu, yang satu lagi memanjang hingga ke langit-langit.

"Ich'oxa!" Dengan paniknya, Ally mengeluarkan jurus baru. Ular-ular kecil yang terpancar dari tangannya tak mampu menembus—apalagi melukai—kepala monster besar itu. "Phexaez!" Teriakannya bergetar.

Duri-duri raksasa Phexaez pecah kala membentur Dolizea. Bahkan salah satunya yang sudah ditargetkan untuk menyerang Tuan Meyr, tidak mampu menembus lantai di bawah kaki pria itu. Dengan terpaksa, Ally mengerahkan segenap tenaga pada kedua tangannya untuk menahan si kepala monster.

Belati Kizvaalia membentur keras dagu Dolizea.

Tidak seperti ketika berhadapan dengan sihir Lumia, Ally tak dapat menembusnya. Kedua jurus Shadow sama keras. Bagai pedang beradu, dentingan menggema, percikan asap hitam menyembur dari benturan.

Rahang si monster kemudian menutup dalam gerakan lambat. Ally memanfaatkannya untuk mementalkan diri kembali ke belakang. Dia mendarat tak jauh dari Tuan Meyr. Napasnya masih tak beraturan. Leher si monster memendek mendekati dinding.

Bagaimana mungkin dia menguasai empat monster sekaligus dalam Dolizea?! Ally menjejakkan kaki kesal. Mustahil dia bisa menyerang masuk sekarang. Di sisi lain, mungkin dia tak perlu terlalu khawatir akan Leonore. Ally menoleh untuk memastikan kondisi Nona Orphea. Tanpa luka pada dirinya, seharusnya kesatria wanita itu baik-baik saja.

Akan tetapi, pelindung bahu Nona Orphea ternyata sudah tercabik. Sisi perutnya pun mencucurkan darah. Saat dia berusaha menusuk Satsu, pedang cahaya pecah terlumat asap yang mengelilingi tubuh si pemuda. Selain meningkatkan kekuatan, sihir Imofola melindungi tubuh si pemakai secara sempurna! Cakar Satsu nyaris mengoyak leher Nona Orphea kalau saja dia tak melompat mundur.

"Bagaimana mungkin ...?!" Ally terkesiap. "Kau memutuskan Kontrakku?!"

Tanpa peduli, Nona Orphea berlari mengejar Satsu, tetapi langkahnya goyah akibat luka-luka yang dideritanya. Dia jatuh berlutut. "Sial!" geramnya.

Bagai hewan buas, Satsu menerjang dengan kecepatan tinggi, lalu membelah salah satu putri bangsawan dengan cakarnya. Untuk kali pertama, darah membanjiri karpet merah dalam jumlah banyak. Kedua bagian tubuh jatuh berlawanan arah. Teriakan histeris bertambah keras seiring korban lain terkoyak. Satsu tak pernah berhenti.

"Gunakan insting kalian!" perintah Nona Orphea. Dia berusaha berdiri dan menggenggam pedang Lumegladio makin erat. "Jangan biarkan para bangsawan kita terluka! Lindungi mereka!"

Tanpa tahu keberadaan musuh, para kesatria masih bergeming untuk beberapa saat. Salah satu dari mereka meneriaki persetujuan. Dia lalu menghampiri tiga bangsawan yang berlari ke arah pintu.

Tuan Meyr kembali memerintah, "Jangan biarkan satu pun lolos dari ruangan ini, Satsu Otomu! Bunuh siapa pun yang mencoba menghalangi!"

Bersamaan dengan itu, Tuan Meyr menurunkan dinding Dolizea. Satu langkah tegapnya menimbulkan aura kuat yang menggetarkan bahkan Nona Orphea sekalipun. "Bukan aku yang menginginkan ini, tapi kalian. Ingat itu."

Tuan Meyr merendahkan tubuh, lalu ikut memelesat ke arah yang berlawanan dengan Satsu. Para bangsawan memang lari ke berbagai tempat. Sebagian ada yang menyingkir ke sudut dan meringkuk dalam gemetar. Mereka tak perlu dibereskan sekarang. Di balik topeng, Tuan Meyr mendesah, lalu mengeluarkan belati Kizvaalia dan memutar tubuh. Itu adalah jurus yang sering dipakai Satsu, sementara para bangsawan tampak seperti kumpulan Droxa kecil yang siap digiling.

Leonore mengarahkan tangan pada para bangsawan di sisi kanan. "Lumeprodia!" Tidak seperti biasa, energi Leonore masih terasa meluap. Itu efek obat yang diminumnya di ruang si Penyembuh. Pemuda itu spontan menyunggingkan senyum tipis kala melihat tiga bangsawan terlindungi kubahnya secara sempurna. Mereka tak berani bergerak karena yakin akan pertahanan itu.

Pusaran pisau Tuan Meyr bertumbukan dengan kubah. Para bangsawan mundur tersentak, ragu seketika akan keselamatan dalam kubah. Tak butuh waktu lama untuk memastikan, Lumeprodia teriris dalam hitungan detik. Belum sempat menelaah apa yang sedang terjadi, tiga bangsawan itu terbelah mati sekaligus dalam serangan. Pusaran pisau masih sempat mengiris bagian belakang kubah cahaya, sebelum Tuan Meyr berhenti dan mengerem kaki.

Leonore menurunkan tangan dalam gemetar. Matanya tak berkedip menyaksikan tubuh-tubuh itu jatuh pada kubangan darah. Di sebelah kirinya, para kesatria yang mencoba melindungi pun terpenggal dan terkoyak satu per satu oleh sosok tak terlihat. Tangan yang hendak meraih luar pintu terpotong seketika. Lantai-lantai batu pecah, karpet berantakan, makanan berserakan, meja-meja berjatuhan bersama mayat.

Putri Ester menggenggam lengan Leonore. "Apa ini?" Dia terus membelalak, sama seperti Leonore.

Pemuda itu pun tak mengerti. Seharusnya, dia adalah kesatria terbaik di Exolia. Bagaimana mungkin dia hanya dapat melihat orang-orang yang seharusnya dilindunginya, juga teman-temannya, mati satu per satu?

Di antara orang-orang yang masih hidup, Putri Hilderose menutup wajah sambil menunduk. Dia pun akhirnya tak bisa mencegah hal ini. Apa yang semestinya dia lakukan supaya ini tidak terjadi? Tidak! Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Sebuah benda dingin mengetuk betisnya ketika dia sedikit bergerak. Itu gagang belati yang disimpannya sejak datang ke tempat ini.

******

Author's Note: Terima kasih sudah baca sampai sini yah :) Adakah yang bisa memperkirakan akhir dari Arc 1 gimana? Hehe. Jangan lupa untuk tinggalin vote dan komen jika suka, atau ingin mendukung author. Komen kalian juga menarik2 soalnya. Heheh. Btw, I'm glad too nyampe 7K view hari ini. Makasih buat dukungannya selalu yak~

Exolia (Trace of A Shadow #1) - [COMPLETED]Where stories live. Discover now