[25] He's Gone

7.3K 696 29
                                    

BERTEPATAN kala jari yang terjepit fingertip itu bergerak perlahan, tirai mata yang tertutup itu menyusul memberi tanda pergerakan pupil di baliknya sebelum terbuka perlahan-lahan.

Ferris yang hampir jatuh tertidur langsung kehilangan rasa kantuknya begitu merasakan tangan yang sedari tadi digenggamnya bergerak pelan. Hampir tidak percaya bahwa momen yang amat dinantikannya kini tengah terjadi. Tanpa sadar dia terlonjak bangkit dari duduknya demi bisa melihat dengan jelas bahwa adiknya kini tengah menemukan kesadarannya.

“A-Adel...,” Ferris tak mampu menyembunyikan senyum bahagia bercampur lega, satu tangannya menangkup puncak kepala adiknya yang kini tengah mengerjap pelan membiasakan diri. “Ya Tuhan, Adel!”

Tak bisa berkata lagi, Ferris mengerjap cepat demi menghalau embun yang mulai berkumpul di matanya. Buru-buru ia menekan tombol berwarna merah tepat di atas kepala Adel sebelum kembali memandang gadis itu penuh haru.

“Adel, ini Kakak. Kamu bisa lihat?”

Iris kecoklatan yang masih kosong itu bergerak perlahan menemukan wujud Ferris. Pria itu menggenggam erat tangan kecil Adel, membawanya untuk kemudian menciumnya sebagai bentuk rasa syukur melihat adiknya tersadar setelah beberapa hari menunggu, bahkan mencoba berbicara padanya.

“Apa, ada apa Adel?” Ferris rela membungkuk agar bisa mendengar apa yang dilontarkan bibir kecil di balik sungkup oksigen.

Di sela deru napasnya yang masih berat, Adel berjuang menunjukkan suaranya dan mengeja satu kata yang pertama kali muncul di dalam kepala.

“A-An—dra....”

****

Farrel berlari cepat di sepanjang koridor rumah sakit. Di belakang, Ferris memanggil-manggil dirinya penuh peringatan agar tidak membuat kegaduhan yang sayangnya tidak dihiraukan. Adrenalinnya sudah menguasai membuat ia ingin segera sampai ke tujuan.

Megerahkan seluruh tenaganya meraih pintu berkaca incarannya lalu menjeblaknya hingga mengejutkan penghuni di dalamnya yang langsung menghakimi dirinya.

“Farrel! Bisa pelan-pelan, 'kan? Belum waktunya buat ngagetin kakak kamu!”

Omelan Selly tidak membuat Farrel menyesal. Melihat sosok yang dicarinya kini sudah duduk manis di atas bangsal, tampak menyambut kedatangannya dengan raut wajah sumringah itu sudah cukup membuat Farrel bahagia.

“KAK ADEL!”

“Farrel! Hehehe!”

Adel bahkan sudah merentangkan kedua tangannya, menyambut adik bungsunya itu langsung berhambur memeluknya. Mengundang kikikan geli dari Adel sendiri mendengar adiknya kini merengek di pelukannya.

“Kenapa lama banget tidurnya sih, Kak? Bikin Farrel takut aja tau nggak?!”

“Ish, cuma tidur masa takut? Kakak lagi capek banget makanya baru bangun sekarang.” Adel terkekeh-kekeh. “Farrel kangen ya sama Kakak?”

“Banget!” Farrel mundur, cemberut memandangi Adel yang tersenyum lebar padanya. “Rasanya lama banget nggak liat Kakak cengar-cengir kayak gini. Emang mimpi apa sih, sampe betah banget tidur berhari-hari? Farrel sampe bolos sekolah berhari-hari juga karena nungguin Kak Adel sadar, tau!”

“Oh ya? Tapi begitu Kakak bangun kamunya malah nggak ada. Cuma ada Kak Ferris yang nungguin. Jahat kamu.”

“Salahin Kak Ferris, lah! Farrel malah disuruh pulang nungguin rumah! Ngapain coba rumah ditungguin? Harusnya 'kan Farrel nungguin Kak Adel! Aduh!”

“Kamu ini, dateng-dateng langsung ngerusuh, ya! Jangan teriak-teriak di depan Adel!” sungut Ferris setelah menjitak kepala adik bungsunya itu. Menghela napas panjang setelah berlari-lari menyusul Farrel yang cepat sekali melesat kemari.

Two People - Nerd and InnocentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang