[4] Should I Stop?

10.9K 997 24
                                    

ANDRA sudah terlalu jauh melamun dalam langkah pelannya. Entah sudah sampai mana dia berjalan kaki sejak keluar dari area SMA Cakrawala. Andra bahkan tidak ingat berapa lama dia tenggelam dalam pikiranya.

Adelina memakai obat hirup di belakang gedung sekolah. Benda yang selama ini dicurigai olehnya sejak pertama kali melihat wujudnya. Dan itu adalah kali pertama Andra melihat Adelina mengenakannya dalam kondisi kacau balau seperti tadi. Andra seperti sedang berdelusi melihat seorang Adelina menurun drastis seperti tadi.

Apakah Adel sakit? Atau memiliki penyakit? Andra tidak yakin bahwa gadis itu sesak napas secara tiba-tiba jika tidak ada sesuatu yang memicunya. Apakah karena kondisi halaman belakang sekolah yang tidak cukup terawat? Apakah karena Andra yang sudah menarik paksa gadis itu sebelumnya?

Ataukah karena Andra sudah membentaknya?

Tapi mana mungkin sebuah bentakan bisa membuat seseorang sesak napas segitu parahnya? Kecuali jika dia memang mengidap penyakit serius yang membuatnya rentan akan segala hal sekecil itu.

Jadi, Adel memiliki penyakit serius?

Dug!

“Maaf.” Andra sedikit membungkuk pada orang yang sudah ditabraknya. Sudut matanya hanya mendapati orang itu mengangguk seraya menggumam kecil. Lalu kembali melanjutkan langkah melawan arah.

Sudah cukup. Andra sudah melamun terlalu jauh sampai tidak memerhatikan sekitarnya.

“Andra!”

Panggilan itu seketika menggerakkan mata Andra. Mendapati gadis itu melambaikan tangan ke arahnya sambil berlari menghampirinya. Andra semakin sangsi bahwa Adel yang kini tengah mengumbar senyum konyol mengidap penyakit serius.

“Wah, nggak nyangka bakal ketemu. Kok lo ada di sini? Mau ke mana? Biasanya nunggu di halte sana,” cerocos Adel tanpa jeda.

Andra masih diam mengamati tingkah Adel. Baru disadarinya bahwa Adel muncul dari toko di dekatnya, membawa bingkisan kecil di tangan kanannya yang kini tengah ia lirik.

“Dari apotek?”

Lalu Adel segera menyimpan bingkisan tersebut ke dalam saku jaket putihnya. Bentuk isinya memang pas untuk disimpan di sana. “I-iya! Kakak gue minta tolong beliin obat. Mumpung dekat sama sekolah jadi sekalian aja. Hehe!”

Tapi Andra tidak percaya dengan jawaban Adel. Setelah mendengar nada gugup di awal kata, juga menangkap isi dari bingkisan tersebut, Andra dapat menebak apa yang habis Adel beli. Hanya saja Andra tidak memiliki ide akan satu botol lainnya yang sepertinya berisi obat tablet.

“Lo sendiri kenapa baru pulang? Mau ke mana dulu emangnya?”

Andra berdeham pelan mendengar pertanyaan Adel. Yah, dia juga tidak mengerti kenapa gerak langkahnya menjadi sangat lambat. Kenapa pula selama ini dia terlalu banyak memikirkan gadis ini?

“Lagi males pulang.” Andra akhirnya menjawab asal.

“Kalau gitu, jalan-jalan, yuk!”

“Hah?”

Adel memamerkan cengiran bocahnya. Tanpa ragu dirinya meraih lengan Andra demi menariknya dan mengajaknya pergi. Dia bahkan tidak peduli dengan protesan yang keluar dari mulut lelaki itu.

Two People - Nerd and InnocentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang