Chapter 1

19K 1K 17
                                    

"EH? Minggu depan?" gadis bersurai cokelat tua itu membelalakkan matanya, sementara sebelah tangannya yang tak menggenggam ponsel mengepal bolpoin miliknya erat-erat. "Tidak, aku belum siap," tuturnya cemas, kemudian menggigit bibir bawahnya perlahan.

Jam telah menunjukkan pukul delapan malam. Gadis bernama lengkap Park Eunhee itu masih berkutat di kubikel kerjanya. Ia belum memutuskan untuk kembali ke flatnya karena sekarang, hatinya sedang dirundung perasaan cemas. Pembicaraannya dengan Kim Jongin lewat sambungan ponsel belum berakhir. Kekasihnya yang terpaut usia lebih tua satu tahun darinya itu memintanya untuk turut menghadiri acara makan malam, sekaligus memperkenalkan gadis itu pada kedua orang tuanya.

Well, Eunhee tak dapat memungkiri kalau perasaannya senang bukan main. Akhirnya, setelah masa penantiannya yang cukup panjang, Kim Jongin mau mengajaknya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Tetapi di sisi lain, Eunhee merasa belum siap. Kenyataannya, ayah dari sang kekasihnya adalah pemilik K.J Group yang telah menerimanya sebagai seorang karyawan tetap dan duduk di kubikel seorang sekretaris. Mungkin, kau sudah bisa menebak apa yang menjadikan hati Park Eunhee resah, bukan?

Eunhee takut mereka tak menerima kehadirannya di sisi Jongin. Eunhee takut jika mereka akan memandangnya dengan pandangan yang berbeda. Eunhee takut ia akan diabaikan begitu saja saat makan malam nanti. Mengingat, kedudukan di antara dirinya dan mereka terpaut sangat jauh.

"Aku ... akan memikirkannya nanti." Eunhee menghela napas panjang. Punggungnya bersandar pada kursi putarnya kemudian meletakkan bolpoinnya di atas kertas dokumen perusahaan. "Oh, ya, maafkan aku, Jongin. Aku tak bermaksud―oh, terima kasih atas pengertianmu." Pip.

Pembicaraan panjang lebar mereka telah berakhir. Eunhee menatap layar ponselnya yang menyala hingga akhirnya memperlihatkan layar hitam. Perasaan bersalah langsung saja menghantuinya. Eunhee tak bisa melupakan bagaimana nada bicara Jongin yang kelewat sedih, tetapi laki-laki itu tetap mengerti akan situasinya. Biar bagaimanapun juga, menunjukkan diri di hadapan seorang pemegang utama saham perusahaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Eunhee jadi membayangkan jika pasangan yang seharusnya disandingkan dengan orang penting semacam Kim Jongin haruslah dari keluarga terpandang, memiliki martabat yang tinggi dan menjunjung kehormatan setinggi-tingginya. Sedangkan Eunhee? Gadis itu hanyalah seorang pekerja biasa yang beruntung bisa bekerja di perusahaan K.J Group ini melalui berbagai macam seleksi ketat.

Dua menit kemudian, pintu ruangannya terbuka, menampilkan seorang gadis berpakaian formal berjalan mendekat ke kubikelnya dan mengulurkan sekaleng kopi instan padanya. Tidak butuh waktu lama bagi Eunhee untuk mengenal siapa pemilik tangan putih pucat itu, dia adalah Wendy Son, sahabat yang juga bekerja di tempat yang sama sebagai seorang administrasi keuangan.

"Kau merasa lelah?" tanya Wendy, memosisikan dirinya duduk pada kursi putar pegawai lain yang telah pulang sejak beberapa jam yang lalu. Jarak duduk mereka berkisar satu meter, dan Wendy bisa melihat bagaimana lelahnya wajah Eunhee ketika ia menatap gadis itu lekat-lekat.

"Well, tidak terlalu," sahut Eunhee pelan seraya mengambil kopi yang disodorkan Wendy. "Dan terima kasih atas kopinya." Gadis itu lantas membuka penutup kalengnya, lalu meminum isinya perlahan.

"Barusan, Kim Jongin menghubungimu, ya?" Wendy tidak menyebutkan nama Jongin dengan kata presdir seperti yang seharusnya dilakukan oleh para pegawai. Tetapi lain halnya jika ia harus bersemuka dengan pemuda berusia dua puluh lima tahun itu. Sudah pasti, Wendy akan menunjukkan gestur kesopanannya sebagai seorang pegawai. Jadi, lupakan saja soal keformalan, selama ia sedang berbicara dengan sahabatnya sendiri.

"Mm," gumam Eunhee, menyahuti pertanyaan Wendy. "Dia mengajakku lagi."

"Mengajak makan malam, maksudmu?" tanya Wendy, retoris.

Her, Who I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang