Aku berjalan di keramaian hirup pikuk Kota Yogyakarta. Ini bukan kali pertama aku berjalan di kotaku, tapi rasanya kali ini sangat berbeda. Telinga yang selalu mendengar suara ejekan, mata yang selalu melihat tingkah laku jail dan semua hal yang sudah terlewati, kini semua hilang tertiup angin kencang siang itu. Sempat kesal memang, namun belakangan ini tak pernah merasa sekesal saat itu.
Disini begitu ramai tapi aku tak pernah merasakan keramaian itu. Semua menyapa tapi ada sapaan yang ku tunggu. Semua tersenyum tapi bukan senyuman itu yang ku mau. Semua memanggilku tapi bukan suara yang itu!
Tidaaaaaaak!! Sungguh aku ingin menjerit sekali rasanya, hanya saja aku tak bisa berbuat apa-apa. Hentakan kaki andong menyadarkanku untuk bisa terus berjalan menelusuri teriknya matahari, lamanya lampu merah, tajamnya kris keraton hingga kuat dan kokohnya pohon beringin di Alun-Alun Kidul.
YOU ARE READING
Mulut Enggan Bicara, Tanganpun Bercerita
Short StoryAda cerita dalam setiap goresan tinta, ada banyak rasa yang tercampur di dalamnya.