Berubah

1K 145 24
                                    

Dengan langkah cepat Reina melewati lorong-lorong gelap di sekolahnya. Reina terus berjalan dengan bantuan sinar rembulan yang samar-samar menembus masuk melewati jendela-jendela yang ia lalui. Keadaannya sangat sepi, hanya suara langkah kaki Reina yang memenuhi seisi lorong. Bahkan malam ini pun Yuki tidak ada bersamanya.

'Tch, dia hanya datang saat dia perlu,' kesal Reina dalam hatinya.

Reina berhenti di depan sebuah ruangan, di pintu ruangan itu tertempel sebuah papan kayu dengan ukiran tulisan yang berbunyi Klub Seni jika dibaca.

Itulah tempat di mana Reina dan Momo saling berjanji untuk bertemu malam ini. Reina sangat penasaran dengan perkataan Momo tentang siapa pembunuh adiknya yang sebenarnya, jadi dia rela memenuhi janjinya malam ini.

Rasa penasaran mendorong Reina untuk memegang kenop pintu itu dan memutarnya, tidak terkunci. Perlahan namun pasti, Reina mulai mendorong pintu itu, dan saat pintu itu terbuka, Reina hanya mendapati kegelapan yang menyelimuti seisi ruangan.

Setiap jendela di ruangan itu tertutup rapat dengan gorden-gordennya, seperti tidak ingin mengizinkan cahaya rembulan untuk masuk ke dalam ruangan itu.

"Momo?" panggil Reina pelan, berharap sahabatnya itu ada di dalam, karena Momo lah yang menentukan tempat pertemuan mereka.

Tidak ada jawaban.

Reina mulai melangkahkan kakinya pelan. Keadaan memang sangat gelap, tapi setidaknya ia ingat betul dengan seluk-beluk ruangan itu. Karena beberapa kali Reina sering memasuki ruangan itu untuk sekedar melihat para anggota klub seni menunjukkan aksi mereka.

Reina hanya akan berjalan lurus dan mendapati sebuah piano besar yang tertata rapi di ujung ruangan. Sekitar satu meter dari piano itu Reina akan mendapati saklar lampu. Ya, menyalakan lampu adalah pilihan pertamanya saat ini.

Reina mulai melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati di tengah kegelapan ruangan klub seni. Tangannya ia pakai untuk meraba-raba sekitar, takut jika ia sampai menabrak sesuatu.

Perasaan laga ia rasakan saat telapak tangannya berhasil menyentuh sebuah benda yang terbuat dari kayu, itu adalah piano.

Tapi anehnya, Reina juga merasakan seperti baru saja menyentuh genangan air, tapi sedikit kental di atas piano itu.

'Apa ruangan ini bocor?' pikiran Reina bertanya-tanya.

Reina melupakannya sejenak dan kembali mencari saklar lampu. Hanya satu meter lagi dia pasti akan menemukan saklarnya. Namun, saat berjalan, Reina merasakan kalau dia baru saja melangkahi sesuatu, dan dia akan tahu saat dia menyalakan lampunya.

Klik-

Lampu pun menyala, menerangi seisi ruangan. Reina lalu mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan pandangannya dengan cahaya lampu.

Ketika pandangannya sudah jelas, Reina menemukan sesuatu yang aneh pada telapak tangannya. "Darah?" gumam Reina bingung.

Reina lalu berbalik untuk melihat apa yang tadi ia langkahi, dan dia benar-benar terkejut saat melihat jasad Momo yang sudah tidak bernyawa terbaring di lantai.

Seluruh tubuh Reina gemetar, ia benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Reina berharap itu tidak benar-benar terjadi, tapi itulah kenyataannya.

Reina pun mendekati jasad itu untuk memastikannya, jarinya ia letakkan di pergelangan tangan Momo, berharap menemukan denyutan nadi. Tapi sia-sia, Momo sudah tiada, yang bisa Reina lakukan saat ini hanya menangis.

Di tengah isakannya, Yuki tiba-tiba muncul di depannya. Reina lalu menatap Yuki dengan tatapan pilu. "Kau melakukannya lagi?"

"Ini adalah takdirnya."

Another SideWhere stories live. Discover now