C.M.Y.K

1K 149 22
                                    

"SENPAI DALAM BAHAYA, KAU HARUS KEMBALI KE SANA SEKARANG!!!"

Teriakan Tetsuo membuat Reina teringat akan ucapan Yuki sebelumnya.

'Seseorang yang ada di sekitarmu tidak lama lagi akan mati.'

Tanpa pikir panjang, Reina segera berlari keluar. Tidak ada kenderaan yang bisa ia tumpangi, pilihan satu-satunya hanyalah lari. Reina tidak memikirkan lagi seberapa jauh jarak yang harus ia tempuh untuk sampai ke sekolahnya.

Hal yang aneh bagi seorang pembunuh sepertinya, di mana seharusnya ia senang dengan kematian seseorang, tapi yang ia lakukan sekarang adalah sebisa mungkin ingin mencegah kematian seseorang.

'Sekali saja, aku mohon..,' tangis Reina dalam hatinya.

***

"Ha... ha... ha..." napas Reina tersengal-sengal ketika ia sampai di depan gedung sekolahnya yang terlihat cukup ramai dengan deretan mobil polisi.

Reina kembali berlari, ia berniat untuk memasuki sekolahnya dan memastikan keadaan Akio. Tapi, seorang polisi menahannya.

"Pak, lepaskan saya! Saya harus memastikan sesuatu di dalam sana." Pinta Reina pada polisi yang tengah menahan tangannya.

"Maaf nak, tidak ada yang boleh masuk ke dalam sana untuk saat ini." Balas polisi itu tegas.

"Teman saya dalam bahaya Pak, saya mohon." Reina terus berusaha melepaskan tangannya.

"Di dalam terlalu berbahaya untuk anak muda sepertimu." Tapi, polisi itu terus melarangnya.

"Tapi pak, saya mohon..,"

"Di dalam sana baru saja terjadi pembunuhan, tidak ada yang bisa masuk selain polisi."

Jantung Reina seakan berhenti saat polisi itu mengatakannya.

"Pem... bunuhan? Siapa korbannya?" tanya Reina pelan. Ia berharap apa yang sekarang berada dalam pikirannya tidak benar-benar terjadi. Tapi,

"Kalau tidak salah namanya adalah Takata Akio, siswa kelas 3 di sekolah ini." Apa yang ia pikirkan memang benar terjadi, Akio baru saja meninggal.

"Ta-takata Akio..," kedua kaki Reina mulai terasa lemas, sedetik kemudian ia terduduk.

Air mata tidak bisa lagi ia tahan. Kembali teringat olehnya senyuman khas dari kakak kelasnya itu, bekal yang selalu dibuatkan Akio untuknya, candaan Akio yang kadang terkesan garing, semuanya kembali terputar di kepalanya. Ia terlambat, sekali lagi ia terlambat. Ia sudah mengetahui Akio akan mati, tapi ia tidak bisa menyelamatkannya.

"Ini sama saja dengan saat itu... aku sudah mengetahuinya, tapi aku tidak melakukan apa-apa... Erina, Senpai... kenapa? Kenapa ini harus terjadi lagi?"

Reina terus menangis, para polisi yang tidak tega lalu membawanya ke dalam mobil dan memberikannya air minum. Mereka turut berduka dengan kematian Akio. Terlebih lagi Akio sudah sering membantu mereka dalam memecahkan beberapa kasus kejahatan yang berhubungan dengan sekolahnya. 

Beberapa menit kemudian, ponsel milik Reina berdering. Tanpa melihat layar, Reina langsung mengangkat panggilan itu. 

"Yamazaki-san?" terdengar suara dingin seorang laki-laki dari ujung telepon, itu adalah Tetsuo.

"Aku... terlambat." Ucap Reina lirih. Ia terus saja menangis, bahkan setelah Tetsuo menelponnya.

"Jadi begitu ya, bahkan polisi saja tidak cukup." kata Tetsuo datar.

Walaupun suara Tetsuo terdengar datar, hatinya tetap terasa sakit. Tetsuo sudah menganggap Akio seperti kakaknya sendiri, tapi sekarang Akio sudah tiada, untuk selamanya.

Another SideWhere stories live. Discover now