empat

115 26 57
                                    

Orens mengendap-endap di balik batang pohon beringin yang tumbuh di area belakang sekolah. Setelah drama yang terjadi saat jam istirahat tadi, gadis itu langsung pergi ke ruang PMR. Mendadak dirinya sesak napas dan butuh oksigen. Jadilah ia pergi ke ruang ekstrakulikuler itu untuk memakai oksigen tabung. Mengapa tidak ke UKS? Jawabannya adalah karena ia tidak ingin ditemukan seorangpun. UKS rasanya terlalu public area. Ben dan Cherry juga pasti akan langsung mengeceknya kesana. Alasan lain adalah karena ruang PMR ini terletak jauh dari gedung kelas-kelas di depan. Sekolah mereka terbagi menjadi dua gedung besar yang dipisahkan oleh lapangan indoor luas. Gedung utara terdapat ruangan kelas, aula serta ruang guru dan tata usaha. Sedangkan di gedung selatan berisi ruangan-ruangan ekstrakulikuler atau organisasi sekolah semacam OSIS, dan gudang tentunya.

Gedung selatan sendiri berada di area belakang sekolah, tembok dan sebuah gerbang kecil menjadi pembatas area belakang dan perkampungan penduduk. Namun gerbang ini jarang dipakai karena anak-anak biasanya datang serta pulang lewat gerbang depan yang langsung terhubung dengan parkiran sekolah yang luas.

Ada sebuah ruangan terpencil di area selatan. Berada di dekat kamar mandi. Dan itu adalah ruangan PMR. Suasana yang singup dan gelap menjadikan ruang PMR jarang didatangi karena rumor yang beredar bahwa dahulu pernah ada seorang siswi mati gantung diri di sini. Anggota PMR sendiri hanya mengunjungi ruangan ekskul mereka jika benar-benar ada kepentingan seperti rapat. Kecuali satu orang anggotanya yang cukup aneh--Orens--gadis itu bahkan setiap hari mendatangi ruang ini untuk sekedar menyapu. Seolah tidak takut akan berita-berita horror yang ada.

Masih berdiri di balik pohon, Orens mengamati sekitar. Saat ini jam pelajaran terakhir sedang berlangsung. Anak-anak pasti masih belajar di gedung utara sehingga area belakang sekolah ini sepi. Dan Orens tidak berniat kembali ke kelas sejak kejadian istirahat tadi. Ia pun akan pulang sekarang. Matanya sudah lelah sedari tadi menangis di ruang PMR. Mungkin dirinya setelah ini akan mendapat masalah karena membolos pelajaran. Tapi tak apa, ia akan memikirkan alasannya nanti. Setelah melihat tidak ada seorangpun di sekitar sini, dan gerbang belakang kebetulan terbuka. Orens berbalik. Sedetik setelah ia membalikkan badan. Orens memekik kencang melihat tubuh tinggi seorang cowok yang entah kenapa bisa berada dihadapannya.

“Ben!” jerit Orens tertahan. Ia harus memegang dada kirinya karena seperti biasa, jantungnya langsung berdetak kencang ketika ia kaget. Benjamin hanya memandang Orens tajam sambil mengangkat sebelah alisnya.

“Jangan gitu lagi...,” ucap Orens pelan sambil menormalkan debaran jantungnya.

Ben menghela napasnya lelah. Sejak istirahat tadi dirinya sibuk mencari pacarnya itu ke seluruh penjuru sekolah--bahkan sampai mencari ke sekitaran area luar sekolah juga. Namun, tak disangka ia malah menemukan Orens di area belakang sekolah yang terpencil ini. Yang dipikirkan Ben sejak gadis itu meninggalkan kantin hanyalah segera menemukan Orens dan memberinya penjelasan, sebelum pikiran-pikiran buruk datang menghampiri Orens. Anak-anak yang menghina di kantin tadi, bisa ia pikirkan belakangan. Sangat mudah baginya untuk membuat anak-anak itu keluar dari sekolah ini. Karena SMA Baratayudha tak butuh sampah.

“Kenapa tadi harus pergi hmm?” tanya Ben lembut.

Orens mendongak. Melihat Ben menatapnya begitu lembut. Ia tundukkan wajahnya, malah merasa terintimidasi dengan sinar dari mata cowok itu. Namun seperti biasa, Ben langsung memegang dagu Orens dan membawanya mendongak menatap matanya.

“Lo gak perlu takut, Orens... Gue ada di sana buat lawan anak-anak itu. Kenapa harus pergi? Lo gak percaya sama gue?”

Lo gak tau masalahnya Ben! Jerit Orens dalam hati. Ia menautkan jari-jari tangannya. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri hubungan dengan Ben. Seperti janjinya pada Ibu.

Benjamin's TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang