In-nio tertawa kecewa, hatinya berduka sekali. Dan berkatalah ia dengan tawar: "Karena berlainan arah tujuan tentu tak dapat seperjalanan, maka persahabatan kita berdua inipun putus sampai di sini. Ah, aku masih kesalahan mengomong lagi. Aku sekarang menjadi tawananmu, mau dibunuh mau digantung, aku harus menurut. 'Putus hubungan' perkataan itu, tak perlu kukatakan lagi."

Wajah Se-kiat sebentar gelap sebentar merah. Berpaling kepada Tiau-ing, berserulah ia: "Tiau-ing kau berikan ia ...."

Belum kata yang terakhir 'obat penawar' diserukan, Tiau-ing sudah menukasnya: "Lupakah kau bahwa ia puterinya Sip Hong? Lepaskan ia pulang, karena ia sudah tahu keadaan kita, tentu akan membantu ayahnya menghantam kota ini. Kalau pada waktu itu kau dan aku menjadi tawanan Sip Hong, belum tentu mereka ayah dan puteri itu mau melepaskan."

Se-kiat terbeliak kaget, pikirnya: "Ya, perkataan Tiau-ing itu memang benar. Mana aku berani memastikan In-nio tak membantu ayahnya?"

Tetapi untuk mencelakai In-nio, ia tetap tak sampai hati. Selagi ia masih bersangsi belum dapat mengambil keputusan, tiba-tiba seorang serdadu masuk dan melaporkan bahwa ada seorang utusan dari Im-ma-jwan datang menghadap.

Se-kiat mempunyai dua pembantu yang paling boleh diandalkan. Satu Kay Thian-hau dan lainnya Nyo Tay-lui, pemimpin begal Im-ma-jwan. Orang itu bertubuh tinggi sekali hingga digelari sebagai Nyo Toa-koji atau Nyo si orang besar. Kay Thian-hau dan Nyo Besar itu merupakan jago yang dimalui di kalangan loklim. Dahulu yang mendukung pencalonan Se-kiat sebagai lok-lim-beng-cu juga kedua orang itu. Waktu Se-kiat menggabungkan diri dengan Su Tiau-gi, ia telah mengirim Lok-lim-cian (panah lokim atau tanda maklumat), supaya semua kepala-kepala penyamun berkumpul di Yu-ciu. Anak buah Kay Thian-hau sudah datang lebih dulu sedang Nyo Besar masih belum tiba.

Waktu mendengar pihak yang diharap-harapkan itu mengirim utusan, Se-kiat girang sekali. Ia segera minta Tiau-ing membujuk In-nio, sedang ia lalu keluar menyambut utusan itu.

Yang datang ternyata seorang kerucuk. Umurnya baru 20-an tahun, berwajah jujur dan sikapnya seperti pemuda desa. Hanya sepasang matanya yang bersorot tajam itu, sepintas pandang Se-kiat mengetahui kalau orang itu cukup tinggi ilmu lwekangnya. Diam-diam Se-kiat heran mengapa Nyo Besar mempunyai seorang bawahan semacam itu.

"Siapakah nama saudara dan sudah berapa lama ikut pada Im-ma-jwan? Apakah sebelum masuk Im-ma-jwan pernah berguru pada orang pandai? Di dalam pesanggrahan Im-ma-jwan, menjabat tugas apa?" demikian Se-kiat mengajukan beberapa pertanyaan.

Anak muda itu memberi hormat lalu menjawab: "Aku orang she Wan, nama Hun. Mendiang ayahku dulu menjadi guru rumah-persilatan. Aku mendapat beberapa macam pelajaran ilmu pedang. Masuk ke Im-ma-jwan baru satu tahun. Hanya karena kemurahan hati Nyo-cecu, aku telah diangkat menjadi siau-thaubak (kepala regu)."

Setahun yang lalu, meskipun Se-kiat pernah datang ke Im-ma-jwan, tapi hanya tinggal selama 10-an hari saja. Diantara ratusan thaubak yang berada di Im-ma-jwan itu, sudah tentu ia tak dapat mengenali semua. Apalagi pemuda itu baru masuk saja. Sekalipun begitu Se-kiat tetap heran, mengapa Nyo Besar tak mengirim thaubak yang ia kenal. "Ah, mungkin karena anak muda ini berkepandaian tinggi maka Nyo cecu mempercayakan tugas ini kepadanya. Ini tak dapat mempersalahkannya," pikirnya.

Ketika se-kiat memandang keluar, matanya tertumbuk akan seekor kuda putih yang tengah makan rumput. Kembali Se-kiat tersirap dan memuji: "Kuda ciau-ya-say-cu yang bagus sekali! Apakah itu tungganganmu?"

Anak muda yang menyebut dirinya bernama Wan Hun itu mengiakan: "Kuda itu milik tentara negeri yang dirampas Nyo cecu. Untuk sementara diberikan padaku supaya dipakai."

"Dimana Nyo cecu dan sekalian anak buahnya? Mengapa ia begitu perlu mengirim kau? Berita penting apa yang hendak dilaporkan itu?" tanya Se-kiat.

"Nyo cecu dan saudara-saudara semua, sudah mulai berangkat. Ketika aku berpisah, mereka baru tiba di lembah Ko-in-ko di Siam-pak. Mungkin dalam waktu 10-an hari tentu dapat tiba kemari. Adanya Nyo cecu mengirim aku kemari, karena hendak melaporkan suatu berita yang penting sekali."

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now