Jilid 28

360 4 0
                                    

Menghadapi sinar mata si nona yang begitu berwibawa gentarlah hati Se-kiat. Tetapi demi mendengar ucapan In-nio, ia berbalik girang sekali dan buru-buru menyatakan dirinya bukan manusia yang lupa budi lupa kecintaan.

Tiau-ing mendengarkan dengan tertawa dingin.

Dengan tenang, berkatalah In-nio sepatah demi sepatah: "Jangan kalian keliru menafsirkan. Apa yang kukatakan Kecintaan itu adalah kecintaan sahabat. Dan yang kusebut Budi itu ialah Budi Kebajikan yang sejati! Se-kiat, memang benar, aku dan kau pernah mengikat persahabatan. Adalah karena itu maka aku tak mau membiarkan seorang sahabat menjurus ke jalan yang sesat! Se-kiat, kau yang selalu membanggakan dirimu berhati perwira, mengapa sekarang gelap pikiran tak mau mendengar nasihat sahabat-sahabatmu?"

"Dalam hal apa aku mata gelap? Hanya yang menjalankan Kebenaran yang dapat hidup di dunia. Ketika Li Yan dan puteranya mulai bergerak di Thay-gwan, apakah juga tidak sebagai menteri kerajaan yang merebut kekuasaan junjungannya? Apalagi aku bukan menteri kerajaan Tong, mengapa lebih tidak boleh?" bantah Se-kiat.

"Jika kau bertujuan menolong penderitaan rakyat, itu baru benar-benar jantan perwira. Tapi bagaimana dengan tindakanmu sekarang? Kau bersekutu dengan anak keturunan haram dari An dan Su. Kau sepaham dan sehina martabatnya. Kau hendak meminjam tentara asing untuk menyerang negaramu sendiri. Taruh kata kau berhasil, pun tentu akan dinista orang. Apalagi rakyat masih mendendam kebencian terhadap pemberontak An dan Su. Bagaimana kau dapat mengambil hati rakyat?"

Dimakin oleh In-nio, Tiau-ing spontan balas mendamprat: 'Bagus, akupun mendapat hinaanmu. Kalau diriku ini dikata keturunan haram dari kawanan pemberontak An dan Su, apakah ayahmu itu? Bukankah pada masa itu ia juga berhamba pada An Lok-san?"

"Tetapi siang-siang ayahku sudah insyaf dan kembali ke jalan yang benar," sahut In-nio.

"Oho, raja keturunan she Li itu, juga bukan raja yang genah!" Tiau-ing mengejek.

"Tetapi tetap jauh lebih baik dari pemberontak An Lok-san yang buas kejam itu," jawab In-nio.

"Asal aku tidak bertindak kejam sewenang-wenang, toh tak apa," Se-kiat menyeletuk.

"Tetapi langkahmu pertama sudah salah. Mana rakyat mau percaya padamu?" bantah In-nio.

"Habis kalau menurut anggapanmu, bagaimana?" tanya Se-kiat.

"Bawalah anak buahmu itu untuk segera tinggalkan tempat ini. Hendak mengadakan revolusi tidak boleh mengandalkan orang luar!" In-nio menyatakan dengan tegas.

Se-kiat tergelak-gelak, serunya: "Ini omongan anak kecil. Kalau menurut cara itu, entah berapa banyak rintangan yang akan kujumpai nanti."

"Ya, memang kutahu kau hendak mengambil jalan singkat. Tetapi kau lupa bahwa makin mengambil jalan singkat, rintangannya makin banyak."

Su Tiau-ing tertawa mengejeknya: "Maksudmu tak lain tak bukan hanya akan memisahkan aku dan Se-kiat saja. Baiklah, Se-kiat, rupanya ia lebih pintar, angkatlah dia menjadi kun-su (penasihat militer)!"

In-nio tahan kemarahannya dan berkata lagi: "Aku hanya menunaikan kewajibanku sebagai seorang sahabat. Kata telah kuucapkan, menerima atau tidak terserah padamu. Karena kalian menyangka aku begitu, maka tak perlu aku bicara lebih lanjut."

"Tetapi teorimu itu juga bukan baru. Tempo hari Thiat-mo-lek juga sudah mengatakan begitu," kata Se-kiat.

"Aku selalu mengagumi pandangan Thiat toako. Jadi ia juga pernah mengatakan begitu? Kalau begitu, kau anggap Thiat toako itu juga seorang anak kecil?" tukas In-nio.

"Berlainan arah tujuan, tentu tak dapat seperjalanan. Aku sudah putus dengan Thiat-mo-lek. Seorang ksatria, apabila sudah putus hubungan, tak mau memfitnah. Aku tak mau membicarakan pendapat Thiat-mo-lek itu."

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now