Berkata Se-kiat: "Berbicara tentang iring-iringan kuda itu, karena hal itulah maka aku berkenalan dengan seorang sahabat lagi. Kurasa Thiat-heng tentu kenal juga padanya."
Se-kiat lalu menuturkan tentang pertempurannya dengan Ut-ti Lam yang berakhir dengan persahabatan itu. Mendengar itu Thiat-mo-lek bertanya.
Se-kiat melambaikan tangan memanggil In-nio dan Yak-bwe, kemudian memperkenalkan kepada Thiat-mo-lek. Thiat-mo-lek terkesiap, rasanya ia pernah kenal dengan kedua "pemuda" itu. Tapi untuk sesaat ia tak dapat membayangkan kemungkinan puteri-puteri dari Sik Ko dan
Sip Hong akan menyaru jadi lelaki dan datang ke markas gunung situ.
Sebaliknya In-nio dan Yak-bwe secara sembarangan saja telah memberitahukan nama samaran mereka.
"Eh, rasanya kita pernah bertemu, bukan?" kata Thiat-mo-lek.
In-nio tertawa: "Ai, Thiat ce-cu mungkin sedikit khilaf. Kami berdua baru pertama kali ini keluar. Jika tak ada perjamuan besar ini, kami tentu tak mempunyai rejeki untuk bertemu dengan Thiat ce-cu!"
"Ai, saudara terlalu sungkan. Kalian adalah sahabat Toan-hiante, berarti sahabatku juga. Jangan sebut-sebut tentang siapa Cianpwe dan siapa wanpwe segala," kata Thiat-mo-lek. "Akupun sudah bertahun-tahun tak berjumpa dengan Khik-sia. Eh, bagaimana kalian dapat berkenalan dengan dia?"
Wajah Yak-bwe bersemu merah. Suatu hal yang membuat Thiat-mo-lek heran, pikirnya: "Huh, mengapa pemuda ini begitu pemalu seperti anak perempuan? Belum membuka mulut sudah kemerah-merahan wajahnya!"
Melihat gelagat yang kaku itu, buru-buru In-nio yang lebih tua dan lebih banyak pengalamannya, merangkai suatu cerita kosong untuk mewakilkan Yak-bwe: "Perkenalan kami dengan Toan siauhiap itu baru kira-kira sepuluhan hari lamanya. Itu waktu kami berpapasan dengan kawanan Bu-su dari Tian Seng-su. Karena mereka coba menggertak, maka kamipun segera melawannya. Mereka berjumlah banyak dan kami hanya berdua, sudah tentu kami kewalahan. Untung Toan-siauhiap kebetulan lewat disitu dan membantu kami untuk melabrak kawanan Bu-su itu. Dari keterangan yang kami peroleh, kawanan Bu-su itu memang diperintahkan Tian Seng-su untuk mengusut gerombolan yang merampas antaran mas-kawinnya. Setiap bertemu dengan orang asing, mereka tentu segera menahannya. Walaupun baru saja berkenalan tapi kami merasa cocok dengan Toan–siauhiap. Dia mengatakan juga bahwa barang antaran mas-kawin Tian Seng-su itu dia dan kawanan orang gagah dari Kim-ke-nia yang merampasnya. Kemudian ia memberitahukan kami bahwa dia akan menuju ke gedung Tian Seng-su untuk meninggalkan ancaman. Sayang, karena kami masih ada lain urusan, jadi tak dapat membantu padanya."
Tentang peristiwa Toan Khik-sia menyatroni gedung Tian Seng-su, memang Thiat-mo-lek sudah mendengarnya. Karena itu maka ia percaya akan keterangan In-nio tadi.
"Pada malam Toan-siauhiap menyerbu gedung Tian Seng-su, aku pun berada di Gui-pok. Sayang karena malam itu aku harus memenuhi tantangan Ut-ti Lam, jadi belakangan saja baru mendengarnya. Kabarnya malam itu Toan-siauhiap dapat melukai Yo Bok-lo," kata Se-kiat.
Setelah mengacaukan gedung Tian Seng-su, Toan Khik-sia terus pergi ke lain tempat. Karena selama itu belum datang lagi ke Kim-ke-nia, jadi Thiat-mo-lek belum jelas akan jalannya pertempuran malam itu.
"Ha, kiranya iblis tua itu masih belum mati. Dia adalah pembunuh ayahku, aku memang hendak mencarinya," kata Thiat-mo-lek kemudian dengan geram.
Karena ia sibuk berbicara dengan Se-kiat tentang diri Yo Bok-lo, jadi lupalah sudah ia akan diri In-nio dan Yak-bwe.
Demikianlah malam itu, di markas gunung Kim-ke-nia telah diselenggarakan suatu pesta perjamuan besar yang dihadiri oleh segenap orang gagah dari pelbagai aliran. Setelah perjamuan selesai, sekalian orang gagah itu dipersilahkan beristirahat. Oleh karena rombongan pengikut Se-kiat itu berjumlah banyak, maka tuan rumah Shin Thian-hiong khusus menyediakan 10 buah kamar untuk mereka. Se-kiat pun memperlakukan istimewa kepada kedua nona itu. Untuk mereka berdua saja, diberinya sebuah kamar. Lain-lainnya setiap rombongan 4-5 orang diberi satu kamar. Karena pelayanan yang istimewa itu, rombongan pengikut Se-kiat itu sama menduga kalau In-nio dan Yak-bwe itu tentu bukan tokoh sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie Shen
General FictionLanjutan "Kisah-kisah Bangsa Petualang" Salah satu kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk tri...