Jilid 3

1.5K 30 1
                                    

Berkata Se-kiat: "Berbicara tentang iring-iringan kuda itu, karena hal itulah maka aku berkenalan dengan seorang sahabat lagi. Kurasa Thiat-heng tentu kenal juga padanya."

Se-kiat lalu menuturkan tentang pertempurannya dengan Ut-ti Lam yang berakhir dengan persahabatan itu. Mendengar itu Thiat-mo-lek bertanya.

Se-kiat melambaikan tangan memanggil In-nio dan Yak-bwe, kemudian memperkenalkan kepada Thiat-mo-lek. Thiat-mo-lek terkesiap, rasanya ia pernah kenal dengan kedua "pemuda" itu. Tapi untuk sesaat ia tak dapat membayangkan kemungkinan puteri-puteri dari Sik Ko dan

Sip Hong akan menyaru jadi lelaki dan datang ke markas gunung situ.

Sebaliknya In-nio dan Yak-bwe secara sembarangan saja telah memberitahukan nama samaran mereka.

"Eh, rasanya kita pernah bertemu, bukan?" kata Thiat-mo-lek.

In-nio tertawa: "Ai, Thiat ce-cu mungkin sedikit khilaf. Kami berdua baru pertama kali ini keluar. Jika tak ada perjamuan besar ini, kami tentu tak mempunyai rejeki untuk bertemu dengan Thiat ce-cu!"

"Ai, saudara terlalu sungkan. Kalian adalah sahabat Toan-hiante, berarti sahabatku juga. Jangan sebut-sebut tentang siapa Cianpwe dan siapa wanpwe segala," kata Thiat-mo-lek. "Akupun sudah bertahun-tahun tak berjumpa dengan Khik-sia. Eh, bagaimana kalian dapat berkenalan dengan dia?"

Wajah Yak-bwe bersemu merah. Suatu hal yang membuat Thiat-mo-lek heran, pikirnya: "Huh, mengapa pemuda ini begitu pemalu seperti anak perempuan? Belum membuka mulut sudah kemerah-merahan wajahnya!"

Melihat gelagat yang kaku itu, buru-buru In-nio yang lebih tua dan lebih banyak pengalamannya, merangkai suatu cerita kosong untuk mewakilkan Yak-bwe: "Perkenalan kami dengan Toan siauhiap itu baru kira-kira sepuluhan hari lamanya. Itu waktu kami berpapasan dengan kawanan Bu-su dari Tian Seng-su. Karena mereka coba menggertak, maka kamipun segera melawannya. Mereka berjumlah banyak dan kami hanya berdua, sudah tentu kami kewalahan. Untung Toan-siauhiap kebetulan lewat disitu dan membantu kami untuk melabrak kawanan Bu-su itu. Dari keterangan yang kami peroleh, kawanan Bu-su itu memang diperintahkan Tian Seng-su untuk mengusut gerombolan yang merampas antaran mas-kawinnya. Setiap bertemu dengan orang asing, mereka tentu segera menahannya. Walaupun baru saja berkenalan tapi kami merasa cocok dengan Toan–siauhiap. Dia mengatakan juga bahwa barang antaran mas-kawin Tian Seng-su itu dia dan kawanan orang gagah dari Kim-ke-nia yang merampasnya. Kemudian ia memberitahukan kami bahwa dia akan menuju ke gedung Tian Seng-su untuk meninggalkan ancaman. Sayang, karena kami masih ada lain urusan, jadi tak dapat membantu padanya."

Tentang peristiwa Toan Khik-sia menyatroni gedung Tian Seng-su, memang Thiat-mo-lek sudah mendengarnya. Karena itu maka ia percaya akan keterangan In-nio tadi.

"Pada malam Toan-siauhiap menyerbu gedung Tian Seng-su, aku pun berada di Gui-pok. Sayang karena malam itu aku harus memenuhi tantangan Ut-ti Lam, jadi belakangan saja baru mendengarnya. Kabarnya malam itu Toan-siauhiap dapat melukai Yo Bok-lo," kata Se-kiat.

Setelah mengacaukan gedung Tian Seng-su, Toan Khik-sia terus pergi ke lain tempat. Karena selama itu belum datang lagi ke Kim-ke-nia, jadi Thiat-mo-lek belum jelas akan jalannya pertempuran malam itu.

"Ha, kiranya iblis tua itu masih belum mati. Dia adalah pembunuh ayahku, aku memang hendak mencarinya," kata Thiat-mo-lek kemudian dengan geram.

Karena ia sibuk berbicara dengan Se-kiat tentang diri Yo Bok-lo, jadi lupalah sudah ia akan diri In-nio dan Yak-bwe.

Demikianlah malam itu, di markas gunung Kim-ke-nia telah diselenggarakan suatu pesta perjamuan besar yang dihadiri oleh segenap orang gagah dari pelbagai aliran. Setelah perjamuan selesai, sekalian orang gagah itu dipersilahkan beristirahat. Oleh karena rombongan pengikut Se-kiat itu berjumlah banyak, maka tuan rumah Shin Thian-hiong khusus menyediakan 10 buah kamar untuk mereka. Se-kiat pun memperlakukan istimewa kepada kedua nona itu. Untuk mereka berdua saja, diberinya sebuah kamar. Lain-lainnya setiap rombongan 4-5 orang diberi satu kamar. Karena pelayanan yang istimewa itu, rombongan pengikut Se-kiat itu sama menduga kalau In-nio dan Yak-bwe itu tentu bukan tokoh sembarangan.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang