Jilid 6

929 16 2
                                    

Yak-bwe merasa tak enak hatinya: "Nona Tok-ko, aku sungguh banyak merepoti kau saja."
Tok-ko Ing tertawa: "Su toako, aku hanya bergurau dengan koko, harap kau jangan menaruh di hati. Kau adalah sahabat baik dari koko, kau terluka dan sudah seharusnya aku merawati."

"Ing-moay, kau seharusnya berterima kasih juga kepadaku," Tok-ko U menggoda.

"Terima kasih? Jangan ngaco!" teriak Tok-ko Ing.

"Ya, terima kasih karena kubawa Su toako kemari. Kau belajar pedang pada suci-mu, tetapi selama ini tak ada lain orang yang mengujimu. Su-toako adalah seorang ahli pedang yang jempol, nanti kau boleh banyak belajar padanya," kata Tok-ko U.

Bermula Tok-ko Ing kuatir kalau sang koko akan menggodanya lebih lanjut, tapi mendengar keterangan itu, ia bergirang hati. Dengan hal itu dapatlah ia lebih banyak mendekati Yak-bwe.

"Ya, benar, memang akupun mempunyai hasrat begitu. Mudah-mudahan Su-toako lekas sembuh," sahut Tok-ko Ing.

"Kau adalah murid kesayangan Kong-sun toanio, akulah yang selayaknya mengangkat guru padamu. Mengapa kau begitu sungkan padaku?" kata Yak-bwe.

"Ai, janganlah kalian berdua saling sungkan. Begitu nanti Su-toako sudah sembuh, kalian boleh saling uji kepandaian, agar aku pun dapat menikmati," Tok-ko U menengahi.

Walaupun kurang pengalaman, namun Yak-bwe tahu juga akan gelagat, sikap dan ucapan orang. Diam-diam ia geli dalam hati: "Agaknya nona ini ada maksud kepadaku. Engkohnyapun setuju, malah mendorong. Tapi sayang, mereka salah alamat."

Yak-bwe kuatir kalau sampai rahasianya ketahuan oleh kedua kakak beradik itu. Tapi setelah mendengar pembicaraan kedua saudara itu, ia merasa lega. Walaupun geli, tapi ia merasa terhibur juga.

Begitulah dengan hati-hati sekali Tok-ko Ing mulai mencabut panah yang mengeram di lengan Yak-bwe. Karena kepalanya menunduk, rambut si dara pun terurai jatuh ke muka Yak-bwe.

Begitu dekat sehingga keduanya sama mendengarkan denyut napas masing-masing. Pipi si dara makin merah dan berbisiklah ia: "Sakitkah, Su-toako?"

"Tidak, terima kasih," sahut Yak-bwe.

Tok-ko Ing merasa bahagia. Ia mempunyai perasaan yang sukar dilukiskan. Padahal pujian Yak-bwe itu bukan karena sungkan, melainkan benar-benar Tok-ko Ing itu seorang dara yang cekatan. Setelah mencabut panah lantas melumuri obat. Yak-bwe tak merasa sakit dan amat berterima kasih kepada dara itu.

Sejak itu, berhari-hari boleh dikata Tok-ko Ing tak pernah berpisah dengan Yak-bwe. Sebaliknya Tok-ko U jarang kelihatan. Hubungan Yak-bwe dengan Tok-ko Ing makin akrab. Luka Yak-bwe itu sebenarnya memang tak berat. Mendapat perawatan istimewa dari Tok-ko Ing, sembuhnya amat cepat.

Pada suatu hari ketika bangun, Yak-bwe coba gerak-gerakan lengannya. Ternyata sudah pulih seperti sediakala. Tok-ko Ing merasa girang, serunya: "Su toako, dalam beberapa hari ini tentu kau merasa kegerahan. Mari, kuantar jalan-jalan ke kebun bunga. Ya, Su-toako, nanti kau boleh memberi petunjuk tentang ilmu pedang padaku."

Kala itu adalah pada permulaan musim semi. Ketika Yak-bwe ikut Tok-ko Ing ke dalam kebun bunga, dilihatnya bunga-bunga sama mekar. Taman di situ tak seberapa besar, tapi diatur indah sekali. Di sana sini tampak batu-batu berjajar, pagoda tempat peristirahatan dan jalanan-jalanan yang melingkar-lingkar. Setiap kuntum bunga, setiap batang pohon dan setiap gunduk baru diatur dengan sangat serasi. Pabila orang berjalan-jalan di dalam taman tampaknya mirip dengan orang di dalam lukisan.

Sudah beberapa hari Yak-bwe terkurung di dalam kamar. Berada di dalam taman yang seindah itu, seketika longgarlah perasaannya, semangatnya nyaman segar. Dasar Yak-bwe itu seorang nona rupawan, dalam keadaan riang gembira, ia kelihatan makin cantik lagi. Ketika keduanya lewat di empang teratai, permukaan empang itu muncul sepasang muda mudi yang cakap. Tok-ko Ing mengawasi 'lukisan' yang terpantul dalam permukaan air itu, lalu berpaling memandang 'pemuda' cakap yang berada di dampingnya itu. Pikirannya melayang-layang: "Ia benar-benar seorang pemuda yang serba cakap. Tak nyana bahwa dalam dunia loklim terdapat seorang tokoh semacam dia. Poa An yang disanjung orang sebagai tokoh Arjuna, rasanya belum tentu lebih tampan seperti dia."

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now