Jilid 20

823 16 0
                                    

"Aha, apa guna hidup selalu dalam ketakutan begitu? Apalagi bahaya bukan hanya berasal dari Gong-gong-ji seorang. Kau tentu sudah tahu bagaimana kegagahan Thiat-mo-lek itu. Apabila pasukan Gi-lim-kun sampai tak dapat menangkapnya dan ia dapat lolos, bukankah akan merupakan bahaya pada kerajaan? Pula masih ada Cin Siang dan Ut-ti Pak dua orang menteri kerajaan yang selalu setia."

"Sekarang kau mendengarkan bujukan Bu Wi-yang untuk menangkapnya. Kelak siapakah yang akan membantumu melindungi kerajaan? Dalam segala hal kita harus pandai memikirkan segalanya. Bahwa Thiat-mo-lek telah menceburkan diri di kalangan lok-lim, andaikata benar, yang menerima akibat langsung adalah wilayah Gui-pok yang jauh dari kota raja, bukan kota Tiang-an ini. Sekarang kalau kau menitahkan untuk menangkapnya, apabila ia sampai memberontak di kota raja ini, dan berserikat dengan Cin Siang serta Ut-ti Pak, bayangkanlah betapa akibatnya. Gong-gong-ji seorang saja sudah sukar dihadapi, apalagi masih ditambah dengan Thiat-mo-lek, Cin Siang dan Ut-ti Pak. Apakah kerajaan kita dapat dipertahankan?"

Mendengar uraian adiknya, Li Heng kucurkan keringat dingin, ujarnya: "Karena rangsangan amarah, aku sampai tak memikir panjang. Kurang ajar Bu Wi-yang itu, ia menganjurkan aku mengeluarkan sengci. Habis bagaimana sekarang?"

Kongcu tertawa: "Satu-sstunya cara ialah mengeluarkan sengci lagi untuk mengikat hati Thiat-mo-lek serta mengangkat Cin Siang dalam kedudukan yang lebih tinggi. Serahkan saja padaku, tanggung beres. Tetapi terpaksa harus sedikit menyiksa Ong thaykam."

Li Heng setuju dan segeralah Tiang Lok kongcu meminjam kereta baginda menuju ke lapangan. Ia suruh Toh Peh-ing menjadi opsir yang mengepalai barisan pengawalnya. Demikianlah atas jasa Toh Peh-ing, rombongan orang gagah dapat diselamatkan.

Mendengar cerita Toh Peh-ing, semua orang tertawa geli. Tempat tinggal Cin Siang di kaki gunung Li-san, ialah di luar kota sebelah barat. Di muka rumahnya terdapat sebuah hutan pohon siong. Ketika rombongan Thiat-mo-lek tiba, dilihatnya kereta pesakitan masih berada di dalam hutan. Liong Seng-hiang dan ayah angkatnya masih menjaga di situ. Nona itu buru-buru menyambut kedatangan Gong-gong-ji.

Atas pertanyaan Gong-gong-ji, Liong Seng-hiang menerangkan bahwa Cin Siang sudah diantar pulang. Waktu ditanya mengapa nona itu tak masuk ke dalam rumah Cin Siang, Liong Seng-hiang menyebut: "Aku takut dimakinya."

Gong-gong-ji tertawa gelak-gelak. Dua opsir pengawal kereta pesakitan masih tak dapat berkutik segera dibuka jalan darahnya dan disuruh membawa kereta pulang. Karena mereka masih lemas, Liong Seng-hiang disuruh mengantar.

"Suhu, mengapa Su sumoay tak kelihatan?" tanya Liong Seng-hiang pada Shin Ci-koh.

"Entah, aku sendiri heran." Ia memandang Khik-sia dan bertanya: "Benarkah begitu? Dengan siapa ia lari?"

"Kabarnya dengan pemimpin baru dari perserikatan Loklim. Ini Khik-sia yang bilang, aku sendiri juga tak tahu benar tidaknya? Kau tentu sudah paham perangai sumoaymu itu. Mungkin ia marah pada Khik-sia," jawab Shin Ci-koh. Karena hatinya riang, wanita itu lincah sekali bicaranya. Ia baru tersipu-sipu ketika semua orang memandangnya. Buru-buru ia tertawa dan suruh muridnya itu melakukan apa yang diperintahkan Gong-gong-ji. Kemudian berpaling pada Gong-gong-ji, Shin Ci-koh tertawa: "Ai, sekarang giliran diriku yang menjadi sasaran perhatian orang muda-muda itu."

Sekalian orang, terutama In-nio, heran mendengar keterangan Shin Ci-koh tadi. Pikir In-nio: "Yang dikatakan pemimpin Loklim baru itu, apakah bukan Bo Se-kiat? Mengapa Se-kiat dapat bersama seorang gadis siluman?"

Di hadapan orang banyak In-nio sungkan mengutarakan isi hatinya. Sedang para orang gagah itu karena tidak begitu anti akan pergaulan bebas pria dan wanita, pun tak mau membicarakan hal itu lebih jauh.

Ketika Thiat-mo-lek hendak mengetuk pintu gedung Cin Siang, Gong-gong-ji mencegahnya, "Jangan bikin kaget tuan rumah." Ia mengguratkan belatinya di lubang pintu lalu mendorongnya. Walaupun jadi pemimpin Gi-lim-kun tapi Cin Siang tak mau diberi pengawal. Ia hanya memelihara dua bujang tua untuk menjaga pintu. Melihat sekian banyak orang menerobos masuk, bujang tua itu ketakutan. Gong-gong-ji buru-buru mengatakan kalau yang datang itu kawan Cin Siang semua.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now