Mendengar itu, maka berdirilah Ji tianglo: "Benar, memang pangcu pernah mengucapkan kata-kata itu. Tapi beliaupun pernah mengatakan lain pernyataan. Pada suatu hari beliau mengajak kami membicarakan tentang tenaga-tenaga yang berbakat dalam kalangan kita. Ia anggap Ciok sutenya itulah yang paling cakap. Sayang tabiat sutenya itu amat keras. Dikarenakan sedikit bentrokan pikiran dengan beliau, sutenya itu pergi ke daerah Kang lam dan sampai sekarang tiada beritanya lagi. Sewaktu membicarakan perihal diri sutenya itu, tampaknya pangcu amat menyesal. Pernah beliau mengatakan, jika sutenya itu kembali, beliau rela menyerahkan kedudukan pangcu kepadanya. Kata-kata pangcu itu disaksikan juga oleh Ma tianglo, Lau tianglo, Ko hiangcu, Ciok hiangcu dan Han hiangcu."

Memang Ciu Ko itu mempunyai seorang sute yang bernama Ciok Ceng-yang. Ciu Ko mempunyai tiga saudara seperguruan. Ciu Ko yang tertua, sedang Ciok Ceng-yang itu yang buncit sendiri. Usia Ciu Ko lebih tua 20-an tahun dari Ciok Ceng-yang. Namun diantara keempat saudara seperguruan itu, Ciok Ceng-yang lah yang paling menonjol sendiri kepandaiannya. Belum lama ia keluar ke dunia kangouw, orang-orang persilatan sudah memberikan julukan sebagai Sin-ciang-kay-hiap atau Pendekar Pengemis Tangan Sakti. Memang Ciok Ceng-yang itu tinggi ilmu silatnya, cerdas otaknya, banyak akal dan pandai memutuskan perkara. Jangankan lain-lain tokoh-tokoh Kay-pang, sedang Ciu Ko sendiri tak nempil padanya.

Mengapa tidak orang she Ciok yang ditetapkan menjadi pangcu? Itulah disebabkan karena sewaktu pangcu yang lama menutup mata, Ciok Ceng-yang yang masih belum dewasa, dan sebab sute kedua dan sute ketiga dari Ciu Ko itu sudah meninggal, maka ditetapkanlah Ciu Ko menjadi pengganti pangcu. Lima tahun lamanya, Ciok Ceng-yang tiada kabar beritanya lagi. Ada orang luar yang mengatakan, bahwa orang she Ciok itu berselisih dengan suhengnya (Ciu Ko), lalu minggat ke daerah Kanglam. Tapi bagaimana tentang perselisihan itu, tiada seorangpun yang mengetahui jelas.

Ma tianglo kerutkan alisnya, katanya: "Ji tianglo, tidakkah kau merasa bahwa kata-katamu itu kosong belaka? Ciok Ceng-yang sudah lama tiada ketahuan rimbanya. Masakan kedudukan pangcu harus terluang begitu lama?"

Sahut Ji tianglo: "Tidak. Memang dahulu Ciok Ceng-yang berselisih dengan suhengnya, tapi jika ia mendengar suhengnya dicelakai orang, ia tentu segera datang kembali. Apalagi anak buah Kay-pang kita tersebar di seluruh pelosok negeri, jika kita instruksikan untuk menyirapi diri Ciok Ceng-yang, masakan tak dapat mencari keterangan."

Ma tianglo tak dapat membantah, tapi ia segera menemukan alasan: "Tindakan membalaskan sakit hati pangcu, tak boleh terlalu lama. Jika tak lekas-lekas mengangkat pangcu baru, kita seperti ular tanpa kepala. Bagaimana kita hendak melaksanakan pembalasan itu?"

Nyi Cin-hiong wakil hiang-cu di Tiang-an, turut menyatakan pendapatnya: "Ucapan Ma tianglo itu amat beralasan. Rencana pembalasan sakit hati itu, tak boleh berlarut keliwat lama. Dan apa yang kuketahui, rasanya saudara Uh-bun kini sudah mempunyai rencana untuk tindakan pembalasan itu."

Ucapan wakil hiangcu Tiang-an itu, menimbulkan reaksi. Segera terdengar orang berseru: "Lekas katakanlah rencana itu!"

Sebaliknya Uh-bun Jui diam saja.

"Meskipun di tempat persidangan ini yang hadir adalah saudara-saudara kita anggota Kay-pang semua, tapi jauh mulut daripada lorong. Sekali rencana itu dikatakan, sukar dijamin takkan bocor keluar. Turut pendapatku, lebih baik kita pilih pangcu dulu, kemudian pangcu itulah yang akan mengadakan rapat dengan para tianglo dan hiangcu guna merundingkan rencana pembalasan sakit hati."

Sekalian anak buah Kay-pang itu, berkobar-kobar hatinya untuk segera menuntut balas. Meskipun ada sementara anak buah Kay-pang yang tak tunduk kepada Uh-bun Jui, namun untuk menghadapi lawan, mereka terpaksa kesampingkan urusan dalam. Dengan cepat Ma tianglo dapat kepercayaan untuk mengangkat Uh-bun Jui sebagai ketua Kay-pang.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now