Jilid 1

3K 38 1
                                    

Negeri kacau banyak perjodohan terhalang
Laut dan gunung saling merindu jumpa
Gelegah menanti sang embun mencurah sayang
Duhai, siapa yang membelai tusuk kondai pusaka?

Tahun ke tahun penjuru buana habis dilalang
Kepada siapa gerangan kurayukan bisikan jiwa
Syukurlah angin timur meniup hujan membayang
Bulan surut angin mengembus belibis terjaga.

Malam sunyi. Suasana di sebuah hotel di suatu kota kecil dekat Lo-ciu tenggelam dalam keheningan malam. Di suatu kamar hotel itu lagi duduk termenung-menung seorang anak muda, terkadang terdengar juga mulutnya menggumam sendiri.

"Tusuk kondaiku ini berukiran Liong dan tusuk kondainya berukiran Hong, keduanya adalah satu pasangan. Aku suaminya, ia isteriku. Perjodohan ini telah ditetapkan sejak lahir. Ai, tapi bagaimana harus kukatakan kepadanya? Apakah begitu berjumpa, terus saja kukatakan: 'Aku ini suamimu, maka aku datang menemuimu!'"

"Ah, tidak, tidak, berat rasanya mulutku mengucap begitu. Mungkin ia akan menganggap aku seorang gila. Aku pun belum pernah bertemu muka dengan dia, entah ia suka padaku atau tidak, entah apakah ia sudi menerima aku sebagai suaminya?"

"Ai, sukar nian mengerjakan urusan yang memalukan ini. Tetapi ini adalah pesang mendiang ayah-bundaku, tak dapat aku mengingkarinya. Apakah ia mengetahui juga urusan ini? Jika sudah, itu sih mudah. Cukup jika kuminta dia mengunjukkan Hong-ja untuk dipadu dengan punyaku Liong-ja. Sepasang tusuk kondai pusaka serupa bentuk buatannya. Hm, tolol benar aku ini! Bukankah saat itu aku tak perlu mengucap apa-apa lagi dan dengan sendirinya iapun sudah mengerti?"

"Tetapi sesudah itu, lalu bagaimana? Jika aku tak bernyali untuk mengatakan apa-apa, masakan ia berani berkata dulu : 'Ya, benar sejak ini kita menjadi sepasang suami isteri.' Suami isteri tentu akan selalu berkumpul bersama. Dari pagi sampai petang aku tentu akan selalu berhadapan padanya. Bagaimanakah perangainya? Dapatkah aku menyukainya?Dan andaikata ia tak tahu menahu tentang urusan ini, habis bagaimana? Apakah aku harus tebalkan kulit muka untuk menuturkan riwayat sepasang tusuk kondai pusaka itu? Kemudian mengatakan : 'Aku ialah si anak lelaki dan kaulah si anak perempuan yang dimaksudkan itu.'Tapi ia tak kenal padaku, apakah ia mau mendengar ceritaku? Dan setelah mendengar, apakah ia mau percaya ....? Ai, ai, benar-benar pusing dan akan pecah rasanya kepalaku!"

Demikianlah lalu-lang keterangan yang mengejangkan urat syaraf Toan Khik-ya di kala ia mondar-mandir di kamar hotelnya sembari menggenggam sebuah tusuk kondai kemala. Saking tegangnya, sampai-sampai ia mengoceh sendirian.

Kini ia sudah menginjak usia 16 tahun. Setelah 8 tahun lamanya negara menderita kekacauan akibat pemberontakan Ang Lok-san dan Su Su-bing, kini keamanan berangsur-angsur pulih kembali. Bibi He (namanya He Leng-soang, isteri dari Lam-ce-bun) yang mengasuhnya seperti ibunya sendiri, mengatakan bahwa karena ia sudah dewasa maka disuruhnyalah ia pergi ke Lo-ciu menemui tunangannya. Tunangannya itu adalah puteri pungut dari Sik Ko yang menjabat Ciat-tok-su (panglima yang bertugas menjaga perbatasan). Bibi He menerangkan pula bahwa Sik Ko itu seorang keras, ia melarang seisi rumahnya membocorkan asal usul puteri pungutnya itu. Oleh karena itu, mungkin sampai sekarang gadis itu tentu belum mengetahui siapa ayah bundanya yang asli.

Jadi Toan Khik-ya berangkat menemui seorang tunangan yang belum pernah dikenalnya, seorang gadis yang tak tahu akan asal-usul dirinya sendiri.

Lazimnya dalam umur 15-16 tahun itulah anak mulai mengerti urusan duniawi. Dalam usia begitu seorang dara tentu akan kemerah-merahan pipinya bila bertemu dengan seorang jejaka, begitu pun sebaliknya. Lebih-lebih seperti keadaan Toan Khik-ya saat itu, disuruh seorang diri menjumpai seorang tunangan yang belum pernah dilihatnya. Itulah sebabnya, makin dekat ke kota Lo-ciu, hati Toan Khik-ya makin risau, malu, berdebar-debar, gembira dan penuh harapan .... Ketegangan perasaannya itu, tepat seperti yang digambarkannya serasa membuat kepala pecah.

Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie ShenWhere stories live. Discover now