Naomi mengerutkan dahinya bingung melihat sikap Veranda, "Ve, kenapa?"
"Aku tidak ingin melihatmu lagi, Naomi! Pergi!" bentak Veranda tajam. Namun dalam hati, sekuat tenaga ia menahan rasa sakit karena ucapannya sendiri. Apalagi setelah melihat mata Naomi berkaca, ia sudah dengan sengaja menyakiti seseorang yang selama ini selalu berusaha melindunginya.
"Ve, bukankah baru saja kau mengatakan bahwa kau mencintaiku? Lalu kenapa sekarang begini? Aku salah apa?" tanya Naomi beruntun. Tangannya berusaha menggapai tangan
Veranda namun ditepis dengan kasar. Naomi meringis, merasakan sakit yang tiba-tiba meremas dadanya saat ini.
"Semua itu bohong! Aku hanya membohongimu agar kau mau membantuku menemukan siapa pembunuh itu."
Naomi menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sakit yang semakin bertambah. Dalam satu kedipan, air mata mengalir membasahi pipinya. Ia masih menatap Veranda meski pandangannya kini tersamarkan oleh air matanya sendiri.
"Keluar, Naomi!" teriak Veranda sudah terlalu frustasi, tidak sanggup memandangi wajah Naomi lebih lama lagi. Itu hanya akan menambah rasa sesaknya.
Naomi menarik napas dalam dan dihembuskan perlahan beruaha menetralisir rasa sakit itu, "Baiklah, aku pergi tapi ingat aku akan kembali."
***
Sebulan berlalu
Malam yang semakin dingin menyengat kulit Naomi. Angin malam berhembus menusuk-nusuk kulitnya, tetapi ia tidak peduli. Ia harus segera bertemu dengan Veranda untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting, mungkin lebih tepatnya ia ingin mengetahui apa alasan Veranda menjauhinya. Sebelumnya ia memang tidak tau apa yang membuat Veranda tiba-tiba memutuskan untuk menjauh, disaat ia sudah terbiasa menjalani hari-hari dengan keberadaan Veranda disampingnya. Tentu saja ia merasa sangat kehilangan
"Ve, aku mohon!" teriak Naomi untuk kesekian kalinya meski ia harus ikhlas jika pada akhirnya hanya keheningan yang ia dapatkan karena Veranda masih tidak mau keluar dari rumahnya
Naomi terduduk lemas didepan pintu rumah Veranda, memeluk lututnya sendiri yang ditekuk. Sesekali ia menggosokan kedua tangannya untuk sekedar meminimalisir rasa dingin yang menjalar kesekujur tubuhnya.
Tiba-tiba pintu terbuka. Karena terlalu mendadak, tubuh Naomi langsung terjengkang kebelakang, pandangannya langsung mengunci pada Veranda ketika kedip mulai bergerak.
"Apa yang kau lakukan? Aku sudah mengatakan, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi," ujar Veranda
Segera Naomi bangkit dan berdiri tepat didepan Veranda, ia menggapai tangan kanan Veranda untuk digenggamnya, "Kenapa kau berusaha untuk menjauhi ku? Apa aku melakukan kesalahan?"
Veranda menggeleng, menarik tangannya dari genggaman Naomi lalu bersandar diujung pintu, memandang jauh kedepan
"Aku sudah mengetahui siapa pembunuh kakak ku, jadi untuk apa kita bertemu lagi?"
Naomi menatap Veranda tidak percaya, ia menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa mendadak dadanya menyesak mendengar ucapan Veranda.
"Apa kebersamaan kita hanya sebatas itu?" tanya Naomi lirih
Veranda menatap Naomi serius lalu mengangguk pelan, "Ya, apa kau pikir aku mau menganggapmu sebagai temanku?"
Naomi mengerjap beberapa kali mencoba menepis semua rasa sakit dihatinya, ia kembali menggenggam tangan Veranda, "Jangan berusaha membohongiku"
Untuk kedua kalinya Veranda menepis kasar tangan Naomi, tatapannya sudah sedikit tajam, "Tidak, Naomi! Mengertilah, aku tidak ingin menemuimu lagi"
Akhir Dari Semuanya
Start from the beginning