[ Chapter 3 ]

9.7K 402 4
                                    

Sepulang dari markas, Mikaiel langsung ke kamarnya lalu berbaring di kasur. Ia benar-benar capek hari ini. Jika saja ia tidak dipilih menjadi pemimpin, mungkin ia tidak akan merasa secapek ini.

"Ternyata menjadi pemimpin itu gak semudah yang sering gue lihat di film-film,"gumam Mikaiel pada dirinya sendiri.

"Yaudahlah, mending gue mandi sekarang. Beberapa menit lagi gue harus ke markas. Huftt..."keluh Mikaiel lagi. Ya, ia memang baru saja pulang dari markas tapi sebagai seorang pemimpin, masih banyak yang harus ia lakukan.

Mikaiel baru saja mengambil handuknya, ponselnya bergetar. Tertulis nama Patton dilayar ponselnya.

"Tumben Patton telefon,"tanpa membuang waktu, Mikaiel pun menjawab panggilan dari Patton, salah satu anak buahnya.

"Iya Ton, ada apa?"

"Ada yang mau bicara sama lo. Gue ganti ke video call, okey?"

"Okey,"sambungan terputus. Patton kembali menelefon Mikaiel tapi kali ini dalam bentuk video. Seketika Mikaiel kaget setelah menjawab panggilan video itu.

"Om...Om Nathan? Ada apa, Om?"tanya Mikaiel sedikit gugup.

"Apa benar kamu adalah pemimpin baru di markas kita?"

"I...iya Om tapi bukan aku..."

"Om tau. Om juga tidak bisa berbuat apa-apa. Om berharap kamu bisa melakukan tanggungjawab sebagai pemimpin dengan baik sehingga dia siap untuk menggantikan kamu,"

"Om gak marah?"tanya Mikaiel heran.

"Kenapa Om harus marah? Kamu juga bagian keluarga ini, kamu juga pantas menjadi pemimpin, hanya saja kemahiran mu yang belum pantas," Mikaiel menggaruk kepala. Benar apa yang dikatakan Om nya, kemahirannya masih terlalu lemah. Itu adalah salah satu sebab kenapa ia sangat takut saat dipilih menjadi pemimpin markas.

"Tapi Om..."

"Seperti yang Om bilang tadi, Om juga tidak bisa berbuat apa-apa. Om tidak bisa melawan dia. Om cuma berharap kamu bisa menjaga dia sehingga dia siap untuk mengganti posisi mu yang aslinya memang posisi dia,"Mikaiel menghela napas, pasrah.

"Yaudah. Apa cuma itu yang Om ingin bicarakan?"

"Iya. Tapi ingat, kamu juga harus bisa menjaga dirimu dengan baik. Berlatihlah sekeras mungkin sehingga kemahiran mu meningkat. Kalau kamu masih lemah dalam penggunaan senjata, kamu bisa meminta bantuan dari teman mu. Kamu tau siapa yang mahir menggunakan senjata, bukan?" Mikaiel mengangguk.

"Bagus. Kalau begitu Om pergi dulu,"

"Baik Om," panggilan video itu tertutup. Mikaiel kembali berbaring di kasurnya.

"Mereka beruntung banget karena mahir menggunakan senjata bahkan dalam waktu yang cepat. Lah, gue udah lama latihan tapi tetap aja masih lemah,"

"Udahlah," Mikaiel bangkit. Ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus menenangkan diri dengan berendam dalam air yang dingin.

****

Carlrio menuruni tangga dengan sedikit berlari karena ia akan terlambat kalau ia tidak berangkat sekarang. Bisa-bisanya ia bangun terlambat hari ini. Mungkin karena ia terlalu larut bermain PS semalam, sehingga ia terlambat untuk bangun hari ini. Bahkan alarm ponselnya juga tidak ia dengar.

"Mah, Yah, Rio berangkat dulu."pamit Carlrio pada orang tuanya yang sudah lama berada di ruang makan.

"Sarapan dulu Yo."

"Rio udah telat Yah, nanti Rio sarapannya di kantin aja."Carlrio melirik arlojinya. 20 menit lagi bel sekolah akan berbunyi dan jika ia sarapan di rumah pasti ia akan semakin terlambat.

The Devil [Revisi]Where stories live. Discover now