Reset

6.7K 436 32
                                    

Malam itu adalah malam yang dingin di tengah gemerlap Ibukota Jepang, butiran salju semakin memperindah tampilan kota itu.

Suasana malam itu terasa sangat dingin, dimana sebagian besar orang memilih untuk berkumpul bersama orang-orang yang mereka sebut Keluarga. Di malam yang dingin itu akan lebih baik jika berada di dalam rumah dan duduk tepat di depan perapian sambil meminum cokelat hangat.

Namun, tidak dengan kedua kakak beradik, Reina dan Erina. Mereka memilih untuk bermain di halaman rumah mereka, saling melempari salju dan terus tertawa.

Reina adalah seorang remaja berusia 18 tahun sedangkan Erina adiknya, saat itu berusia 15 tahun. Hubungan antara keduanya sangat erat, Reina sangat menyayangi adiknya, begitu pun sebaliknya.

Reina dan Erina memiliki karakter yang cukup berbeda, Reina adalah anak yang ceria, selalu tertawa, selalu terbuka dengan masalahnya, dan punya banyak teman, bahkan siapapun yang baru pertama kali bertemu dengannya pasti sudah langsung menjadi temannya.

Sedangkan Erina adalah anak yang pendiam, tidak pernah menceritakan masalahnya kepada siapapun dan selalu tertawa secukupnya. Walaupun begitu, Erina sedikit berbeda saat bersama kakaknya, ia akan tertawa lebih banyak dari biasanya jika ia bersama kakaknya.

Seperti malam itu, malam di saat mereka saling melempari bola salju di depan halaman rumah paman mereka.

Mereka berdua adalah anak yatim piatu, mereka tinggal di rumah paman mereka. Paman mereka adalah orang yang sibuk, begitu pun bibi mereka, dia sibuk merawat kedua anaknya yang masih kecil.

"Hahaha..., Erina, coba tangkap aku kalau bisa."

Erina yang merasa tertantang sekarang mulai mengejar kakaknya. Perang bola salju sekarang berubah kejar-kejaran. Mereka terus berlari sambil terus tertawa, terkadang Reina berjalan mundur sambil mengejek Erina yang tampak sudah kelelahan. Namun, sedetik kemudian...

Dor!!

Tiba-tiba sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi, terdengar suara tembakan yang sangat keras, dan saat Reina melihat ke arah Erina, jantungnya serasa berhenti sejenak. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat darah merembes keluar dari jaket tebal milik Erina.

"Ka... kak..." sedetik setelah Erina mengatakannya, ia langsung tersungkur ditumpukkan salju. Salju yang tadinya seputih kertas sekarang berubah menjadi warna merah.

Reina yang tadinya terpaku mulai mengambil langkah, berniat mendekati adiknya, tapi suara itu kembali terdengar. Suara pistol yang menggema itu sekali lagi terdengar oleh telinga Reina.

Sedetik kemudian, Reina merasakan sesuatu yang ganjil, rasa panas pada seluruh tubuhnya, selanjutnya ia terjatuh di hamparan salju yang putih, pikirannya kosong saat ini. Matanya lalu tertuju pada salju yang tepat di depannya.

 'Merah? Bukankah salju warnanya putih?'

Reina mulai menyadarinya, ia ketakutan, kematian sudah di depan matanya. Matanya sekilas melihat ke arah dimana adiknya terjatuh.

'Kenapa? Kenapa ini harus terjadi?'

Reina mulai pasrah, mungkin ini sudah waktunya, bahkan ia belum sepenuhnya menyenangkan adiknya, tapi kenapa mereka harus mendapatkan ini? Reina terus memikirkan itu di detik-detik terakhir hidupnya.

Saat pandangannya mulai kabur, samar-samar ia melihat langkah kaki seseorang mendekatinya, semakin dekat, dan akhirnya sampai di depannya. Kaki itu terlihat berjongkok di depannya. Reina perlahan mencoba untuk melihat siapa yang tengah berjongkok di depannya saat ini.

Another SideWhere stories live. Discover now