[FF] Liar? (Part 12)

56 5 0
                                    

Sejak percakapan hari itu, tidak interaksi yang berarti di antara Juri dan Kimura. Bahkan Hiro pun tak bisa berbuat apa-apa. Kimura sahabatnya yang sangat keras kepala juga tak bisa ditebak apa yang dipikirkannya, dan dia tak terlalu dekat dengan Juri. Sehingga Hiro memutuskan untuk mengawasi mereka. Benar-benar anak yang senggang. *ditimpuk*

Setiap pulang sekolah, Kimura selalu menghilang sebelum Hiro sempat menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Sedangkan Juri akan pulang ketika sekolah sudah tampak sepi.

"Haaa... Kupikir setidaknya bisa punya teman pulang jika pindah kemari. Mengesalkan!" gerutu Hiro seraya menendang kecil kerikil-kerikil yang menghalangi langkahnya.

Kejahatan pemuda jangkung tersebut pada batu-batu kecil berakhir ketika ponsel di saku seragamnya bergetar. Sepersekian detik setelah membaca pesan di telepon pintar itu, sebuah senyum merekah di bibirnya.

"Tau saja kakaknya sedang kesepian," gumamnya, lalu melangkahkan kaki ke arah junior high school tempat adiknya bersekolah.

Tapi semakin hari, Hiro tidak dapat lagi menahan diri untuk tidak menempeleng kepala dua orang yang saling menghindar satu sama lain. Dan di saat ketidaksabarannya mencapai ambang batas, diseretnya Juri dan Kimura ke dalam ruang musik, lalu menguncinya.

"Sebelum kalian selesaikan masalah kalian, jangan harap aku akan membuka pintu ini."

Kimura berdecak kesal mendengar perintah sahabatnya. Dan Juri, hanya berdiri terpaku tak tahu harus berbuat atau berkata apa.

"Tanaka-kun, maafkan aku!"

Juri menatap Kimura tak mengerti. Dan detik dia melakukannya, detik itu pula dia menyesalinya, saat mendapati tatapan hampa dari gadis manis itu.

"Bukan maksudku menghindarimu, aku hanya ingin memberimu waktu untuk berpikir. Apakah kau benar-benar menyukaiku?" Kimura memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan, "atau kau hanya salah mengartikan perasaanmu? Tapi sepertinya tidak bisa, ya? Si bodoh itu malah mengunci kita di sini!" Dan mengakhirinya dengan menendang pintu ruang musik.

"Kimura," panggil Juri dengan suara lirih.
Tanpa Kimura sadari, pemuda bergaya berandal itu sudah berada tepat di belakangnya dan meraihnya dalam pelukan erat.

"Apa yang harus aku lakukan, agar kau percaya bahwa aku benar-benar menyukaimu? Apa dengan membawamu ke makam Hitomi bisa meyakinkanmu? Aku tidak tahu. Aku ini tidak peka. Apa pun yang kau pikirkan, kau inginkan, tolong beritahu aku!" ucap Juri sambil berbisik.

"Aku ingin kau mengajakku ke makam Hitomi bukan untuk itu. Aku ingin kau merelakan Hitomi. Dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya tanpa memberitahumu itu berarti dia tidak ingin kau terlibat dalam kematiannya." Kimura menjawab tanpa melepas pelukan pemuda di belakangnya.

Mendengar jawaban itu, Juri melonggarkan kedua lengannya yang melingkari pundak Kimura dan membalikkan tubuh gadis itu agar menghadapnya.

"Walaupun dia tidak ingin aku terlibat, pada kenyataannya, aku memang terlibat. Aku tidak bisa menyangkal fakta itu," ucap Juri sambil menyelipkan anak rambut Kimura ke balik telinganya.

"Tanaka, kita sudah membuat para pelakunya masuk penjara. Apa itu kurang buatmu?" tanya Kimura sambil tersenyum samar.

"Meski begitu, motif mereka melakukan kejahatan itu adalah karena aku."

"Hentikan, Juri! Mereka hanya mencari-cari alasan untuk menyakiti orang lain. Dan kebetulan mereka membuat alasan untuk membunuh Hitomi karena dia merebutmu dari mereka. Karena itu, semakin kau menyalahkan dirimu, kau juga menyakitiku. Kenapa? Ketika kau menyalahkan dirimu, kau tetap tak bisa mengembalikan keadaan. Dan Hitomi tak akan tenang di alam sana jika kau tak bisa membebaskan dirimu dari rasa bersalah itu. Kenapa sih kau tidak mau mengerti?" seru gadis itu dan mulai menangis.

"Jangan bilang aku tak tahu apa-apa, karena aku pernah mengalaminya. Saat ibuku meninggal setelah menyelamatkanku dari orang yang mencoba menculikku, aku terus-terusan menyalahkan diriku sendiri. Aku menolak untuk pergi ke makam ibu karena bagiku ibu masih hidup! Lalu aku mulai berkelahi dengan siapa saja hingga akhirnya aku sadar."

Kimura menghentikan ceritanya untuk mengatur pernapasannya. Dan walaupun Juri ingin mengatakan sesuatu, gadis itu meletakkan telunjuknya di bibir pemuda urakan tersebut untuk membiarkannya menyelesaikan ceritanya.

"Tidak hanya aku yang kehilangan ibu. Ayah dan nii-chan juga kehilangan. Dan aku malah menambah masalah mereka dengan ulahku. Setelah itu, aku mulai memperbaiki hubunganku dengan ayah dan kakakku. Dan muncul masalah lainnya, yaitu si bodoh yang mengunci kita ini."

Juri terdiam lagi. Dia tidak tahu, masa lalu Kimura. Dia hanya mengetahui bahwa gadis itu dulu berandal tapi dia tidak tahu apa penyebabnya.

"Ne, Juri! Tidak hanya kau yang kehilangan Hitomi. Kaze dan Keita tentu lebih kehilangan. Tapi kalian harus melanjutkan hidup kalian. Karena itu, mereka memilih untuk menyimpan kenangan Hitomi dalam hati mereka. Mereka tidak melupakan Hitomi dan mereka hidup dengan tenang karena bagi mereka Hitomi tetap ada bersama mereka. Di dalam hati mereka. Itu yang harus kau lakukan."

Sekali lagi, Juri memeluk Kimura. Lebih erat dari sebelumnya.

"Akan kulakukan. Bagaimana kalau kita ke makam Hitomi sekarang?" tawar Juri.

"Jangan dipaksakan kalau kau belum siap. Pikirkan dulu baik-baik." Kimura menyahut dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Juri.

"Mendengar ceritamu tadi, aku ingin segera merasa lega. Jadi, bagaimana?" tanya Juri lagi.

"Baiklah," ucap Kimura akhirnya.

"Jangan ajak Hiro! Aku mau berdua saja denganmu," pinta Juri unyu.

"Eh? Tapi kasian beberapa hari ini aku sudah membiarkannya pulang sendirian," sahut Kimura.

"Aku juga sendirian!" seru Juri tak terima.

"Dulu juga kau biasa pulang sendiri."

Dan adu mulut itu tak berhenti sampai Hiro akhirnya berbaik hati membukakan pintu bagi mereka.

"Oke, tugasku sudah selesai! Aku pergi sekarang. Aku mau menjemput adikku." Hiro berucap sambil lalu.

"Dasar, sister complex!" desis Kimura tak peduli.

Bersambung

[FF] Liar?Where stories live. Discover now