" ya Allah, Mas ..." ujar Aliani tidak percaya. " mas mau kemana? Kan mas harus istirahat".

" kenapa kau keluar ?" tanya Nara.

" kenapa? Apa maksud Mas? Aku kan sudah bilang, kalau Mas butuh apa – apa tinggal panggil" Aliani menegaskan.

" tidak apa – apa, aku hanya tidak mau mengganggumu, istirahat saja, kembalilah kekamarmu" Nara mencoba memberi pengertian.

" mas ini, sudahlah duduk saja" ucap Aliani langsung membantu Nara ke kursi. " mas jangan terlalu banyak bergerak, badannya kan masih sakit".

" beneran, istiraht saja, aku tidak apa – apa Ian, aku bisa sendiri" ucap Nara terdiam menatap Aliani.

" diamlah, apa yang kau butuhkan sekarang? Apa kau mau susu? Kopi? teh manis atau ..." tanya Aliani melayani Nara.

Nara merekatkan jemari di kedua bibir Aliani. Mata Aliani seperti ingin mengatakan sesuatu yang dirasakan dalam hatinya. Jantungnya berdebar tak karuan. Aliani memutar bola matanya mengelilingi wajah Nara.

" aku lapar, aku hanya ingin makanan" ucapnya langsung menurunkan telunjuknya.

Tercengang mendengarnya, sulit menelan ludah. Aliani langsung menuju dapur " baiklah, tunggu sebentar".

Aliani mencari bahan makanan di kulkas. Ternyata semuanya sudah habis. Hanya ada beras yang masih bisa dimasak, ada dua lembar roti yang tersisa di kulkas. Aliani langsung mengambil dan memberikannya ke Nara. Agar perutnya tidak keroncongan selama menunggu nasi matang.

" makanlah, tidak ada makanan lagi dikulkas. Semoga ini cukup sampai menunggu nasi itu matang" Aliani langsung menyodorkan roti itu.

" terima kasih, duduklah" ucap Nara meminta pada Aliani.

Aliani pun duduk di samping Mas Nara. Mereka terdiam. Nara pun langsung menyodorkan satu roti yang ditangannya. " makanlah ini, kau juga pasti lapar".

Aliani mengambil dan langsung memakannya. Aliani terlihat diam meskipun sedang memakan roti itu. Kejadian kemaren masih menyisakan kesedihan di hatinya. Nara sangat ingin menghiburnya. Namun dia tidak tahu harus melakukan apa.

Setelah beberapa menit Aliani pun melihat nasi yang dimasaknya.

Nasinya sudah matang, Aliani langsung mengambil piring dan mendinginkan nasi untuk Nara. Namun dia bingung mau makan dengan apa. Telur dikulkas sudah habis. Tidak ada sayuran ataupun kerupuk. Hanya ada garam dan kecap di meja. Aliani pun mengambil botol kecap dan membawanya dengan satu piring nasi.

" ini..." unjuk Aliani menyimpan piringnya di meja. Nara terkejut melihat nasi dan sebotol kecap saja yang dia bawa. Nara merasa tidak enak kalau menyangkalnya. Dia khawatir Aliani akan tersinggung. Dia pun terdiam melihat sajian tersebut.

" maaf yah mas, hanya ada itu saja di dapur" ujarnya mengernyitkan dahi.

" iya..., tidak apa – apa" tuturnya menenangkan hati Aliani.

" sungguh? Apa mas akan memakannya?" tanya Aliani penasaran.

" tentu saja, ini pasti lebih enak rasanya dibandingkan dengan bubur di puskesmas kemaren" celoteh Nara menikmati makanannya.

" mas ini, bohong banget" ujar Aliani sedikit mual mendengar ucapan Nara.

" lucu..." ujar Nara melihat ekspresi Lian membuatnya tersenyum.

" apanya yang lucu ?" tanya Aliani dengan polos.

" sudahlah. Suapi aku makanan itu. Aku sangat lapar" cakapnya.

" baiklah..." jawab Aliani langsung mengambil piring nasi itu. Nara pun memakannya hanya dengan taburan kecap diatasnya. Namun dia merasa sangat senang. Meskipun tidak sengaja, ekspresi itu mengembalikan Lian yang dia kenal. Lian yang ceria. Tiba – tiba Aliani terlihat bingung dan murung kembali.

" kenapa kau seperti itu?" tanya Nara.

" tidak apa – apa, aku hanya memikirkan sesuatu aja" jawab Aliani.

" memikirkan apa?' tanyanya begitu penasaran.

" tidak, sudahlah" ucap Aliani. " makan lagi" mulut Aliani mengikuti arah nasi yang diberikannya.

" kau ini, menjawab saja sulit sekali" menerima suapan dari tangan mungilnya.

" dan kau ini, kepo sekali" ujar Aliani. "aku hanya memikirkan bagaimana nanti aku punya suami. Sekarang saja aku tidak bisa masak. Masa aku harus membiarkannya makan nasi dengan garam atau kecap saja. Sungguh mengerikan. Sepertinya tidak ada yang mau dengan aku ini, pantas saja..." ucapnya mengingat pernikahan Mas Ami.

" haha..." Nara terbahak geli mendengarnya ungkapannya. " sungguh aku tidak percaya kau memikirkan hal itu. Benar juga yah bagaimana suamimu nanti, kasihan sekali dia" tersenyum licik.

" Mas ini," Aliani mulai mengerucutkan bibirnya.

" maaf – maaf... mungkin saja ada, tapi kamu harus mencari yang jago masak tentunya. Setidaknya menu kalian berganti dalam satu hari, haha" tawanya menyeruak ke udara, Nara masih asyik meledeknya.

" Mas...." Aliani semakin menggeram kesal pada Nara, " awas saja nanti, aku pasti akan tunjukan suamiku yang hebat" ucap Aliani begitu yakin akan membanggakannya dengan gumpalan nasi di tangannya.

" Aliani semakin menggeram kesal pada Nara, " awas saja nanti, aku pasti akan tunjukan suamiku yang hebat" ucap Aliani begitu yakin akan membanggakannya dengan gumpalan nasi di tangannya

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Biarkanlah Rasa ini seperti lilin

semakin menerangi, meski harus membakar diri



*boleh komen, apalagi kasih vote :D

Terimakasih sudah membaca

The Martial Art of loveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt