Part 3 #1 ( Pandeglang )

352 31 0
                                    



       Hari pertamaku, hanya duduk memainkan handphone, tapi signal dikampung ini sangat sulit didapatkan. Televisi dirumah nenek juga tidak terlalu bagus. Aku tidak bisa membayangkan disini akan terasa membosankan.

      Nenek yang selalu menganggap ibu adalah anak keburuntungannya, memperlakukan aku sedikit berlebihan. Aku tidak boleh nyuci piring, pel, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Aku hanya boleh makan, mandi, main, lalu tidur.

     Mungkin apa yang dilakukannya saat ini adalah sebagai bentuk rasa sayangnya. Menjaga cucu dari anak kesayangannya. Walau aku sendiri merasa risih dengan perlakuannya. Karena ayah selalu mengajarkanku untuk mandiri, bertanggung jawab dan tidak menyusahkan orang lain.

      Beberapa hari dirumah nenek bisa membuat aku tambah gendut. Bagaimana tidak, nenek selalu membuatkan makanan untuk cemilanku. Ditambah tidak ada pekerjaan berat yang bisa aku lakukan. Nenek melarangnya, agar tidak lelah.

      Aliani pun mulai menikmati segala keadaannya. Menikamati suasana pedesaan dengan jalan - jalan sore ditemani sepupu - sepupunya. Pemandangan sawah dan gunung mengingatkanku saat - saat bersama Ibu dan Ayah. Aliani kangen Ayah, Ibu, Kakak dan Ade.

       Saat aku berjalan di pinggiran sawah tiba - tiba ada mobil berhenti. Orang didalam mobil itu pun keluar. Aku tidak kenal. Aku pun tetap berjalan kearah rumah nenek.

" tunggu..." laki - laki itu memanggil.

" saya?" aku pun meliriknya sedikit aneh dan melihat sekitar, kedua sepupuku telah berjalan terlebih dahulu, disawah tidak ada siapa - siapa.

" iyah, " kata lelaki bertubuh tinggi sekitar 178 centi meter, dengan wajah yang lumayan bersih, namun tak berkulit putih. Terlihat tampan.

" ada perlu apa yah?" tanyaku masih bersikap sopan.

" kamu baru disini?" tanya laki-laki itu menatap penuh curiga.

" kepo banget sih, siapa loe ?" tanpa basa basi aku meninggalkan laki - laki itu.

" hey" soraknya, " kurang ajar banget sih tuh perempuan, orang nanya bukannya dijawab malah pergi" laki - laki itu mengomel - ngomel sendiri.

       Sore ini hari cukup cerah. Sangat menyenangkan mengirup udara alam yang masih segar nan asri. Meski belum kenal setiap warga yang menyapa dengan senyuman. Serta laki - laki aneh yang tiba - tiba muncul itu.

Waktunya istirahat.

" tok - tok - tok " suara ketukan pintu, malam - malam ada yang bertamu dirumah nenek. Tidak tahu siapa, dan ada keperluan apa. Sedikit yang terdengar tentang sawah dan ternak ikan. Peduli apa untuk semua itu. Aliani bergegas tidur.

*_*

       Besok pagi saat Aliani membeli sarapan dirumah Bundanya Ami (Ari Muhamad Irwansyah), teman kecilku yang masih ada hubungan darah juga dengan keluargaku, lelaki aneh sore itu juga hendak menghampiri. Banyak orang yang menyapanya dengan senyuman dan rayuan abal-abal.

      Setelah selesai sarapan aku pun kembali kerumah nenek. Setiba dirumah, nenek memintaku untuk membantunya. Membantu untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ibu - ibu yang datang malam hari. Nenek bilang aku harus menjaga rumah ibu itu, dan memasak untuk anaknya yang baru saja tiba dari Surabaya. Nenek tidak bisa melakukannya, karena nenek harus menjaga warung miliknya, tapi semalam nenek juga tidak bisab menolak permintaannya.

       Menjaga, membersihkan rumah sih gampang. Lumayan bisa numpang nonton Televisi, kalau masak sedikit - sedikitlah bisa sambil belajar. Nenek memintaku untuk kerumah ibu itu hari ini juga, Rahmi sepupuku mengantarkan kesana.

       Rahmi langsung pulang setelah mengantarkanku kerumah ibu itu. Rumahnya nampak sepi, seperti tidak ada orang, tapi kata nenek ada anaknya. Aliani masuk sambil mengucapkan salam, tapi tidak ada yang jawab.

       Aliani langsung mengambil sapu dan membersihkan rumah itu. Berharap saat anaknya datang dia tersenyum dan Aliani bisa santai. Saat Aliani pel lantai, anak ibu itu datang. Aliani sangat tidak suka, saat lantai yang dia bersihkan diinjak begitu saja. Dia pun langsung marah - marah. Anak ibu itu pun terkejut, apalagi saat orang yang dia lihat itu adalah wanita sore hari yang mengabaikannya.

" ngapain kamu disini?" bentak lelaki itu di hadapan Aliani.

" gak liat orang lagi ngepel apa? Injak sana - sini, kotor tahu" ujar Aliani dengan jutek.

" Astagfirullah" elus dadanya "cerewet banget sih, jadi perempuan itu yang lembut sedikit kenapa?" balas lelaki itu dengan santai.

" kamu siapa? Ngapain disini? Mau maling yah?" Aliani mendelik curiga.

" emang ada maling dirumah sendiri" lelaki itu menegaskan membuat Aliani salah tingkah.

" gak ada sih..."perlahan Aliani menggelengkan kepala menjawab dengan polos.

        Saat Aliani melanjutkan ngepel, lelaki itu melangkah bersamaan dengan lap pel yang menyebakan kakinya terpeleset dan menabrak ember yang ada di depannya. Aliani langsung menarik tangan lelaki itu.

" bruggg".... Mereka pun terjatuh, namun tangan Aliani menahan kepala lelaki itu agar tidak terbentur dengan lantai.

       Tidak sengaja bola matanya tepat dihadapanku. Menghadirkan sesuatu yang tak dimengerti. Aku pun salah tingkah, membuat badan lelaki itu terjatuh menimpa tangan kananku.

" auuuww,, sakit" sontak Aliani berteriak terkejut karena terasa sakit ditangannya.

Berjuang untuk berdiri, " Maaf ...." Aliani merasa bersalah. Saat Aliani dan bergegas membereskan pekerjaannya. Tangan kanannya tidak bisa bergerak dan terasa sakit.

" kamu tidak apa - apa kan?" tiba - tiba lelaki itu terlihat khawatir.

" tidak bang,,, eh mas, aduh ka...." jawab Aliani kebingungan untuk memanggilnya.

" Nara, Nara Yudistira..." Nara memamerkan senyumannya.

" iya mas Nara..." kata Aliani.

" sepertinya tangan kamu terkilir, duduklah terlebih dahulu" Nara langsung membereskan pekerjaan Aliani yang berantakan, dan menuju dapur.

      Nara membawa minyak sayur, dia hendak meluruskan kembali tangan Aliani. Namun Aliani menolaknya, karena Aliani takut malah tambah sakit, bukan sembuh. Nara pun meyakinkannya.

      Nara memulai aksinya terhadap tangan Aliani. Tidak tanggung - tanggung Aliani berteriak semaunya. Aliani tidak bisa menahan rasa sakitnya. Nara pun menutup mulutnya dengan tangannya. Aliani terdiam dan menangis saat Nara kembali mengurut tangannya, karena ada urat - urat yang tidak sesuai akibat kejadian tadi.

      Setelah selesai diurut, Nara membuatkan tumbukan beras dan cikur untuk ditaburi di tanganku. Terasa hangat dan menenangkan. Ramuan khas ini sangat mujarab untuk obat pada kaki atau tangan yang terkilir. Warisan leluhur. Milik Indonesia.

The Martial Art of loveWhere stories live. Discover now