part #10B

247 30 0
                                    



Suasana menjadi sedikit cengang. Aliani yang biasanya banyak bicara kini banyak diam. Dia bicara jika ditanya saja. Senyumnya seakan menghilang. Lusuh, pucat tiada kehidupan diwajahnya. Nara tidak sanggup melihatnya seperti ini lebih lama lagi.

Aliani kembali ketempat tidurnya setelah selesai menyuapi Nara. Aliani berbaring dan memalingkan wajahnya. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Hati pun tak karuan. Tiada tergambar seperti apa. Suram, sesak, semuanya berkecamuk menjadi satu. Nara yang memanggil perawat beberapa kali pun membuyarkan semua pikirannya.

" Mas mau apa? Bukan kah Mas baru saja selesai makan. Kenapa harus memanggil perawat?" tanya Aliani.

" haah? Aku, aku hanya sedikit bosan. Aku ingin minta pulang". Jawab Nara mengejutkannya.

" seperti anak kecil, tidak usah berteriak. Bahkan setelah tubuhmu lebih sehat tidak usah berteriak kau akan pulang" ucap Aliani sedikit jutek.

" kau ini, ucapanmu kasar sekali, tidak bisakah sebagai perempuan bicaramu lebih lembut lagi?" tutur Nara melototi Aliani.

Aliani hanya menghela nafas. Tidak lama kemudian perawat pun datang. Nara yang terus meminta untuk pulang diperiksa terlebih dahulu. Keadaannya yang tidak terlalu parah membuat pihak Puskesmas membiarkannya pulang. Dan menyiapkan taksi, karena Nara tidak mau menghubungi keluarganya yang sedang tidak ada dirumah. Aliani pun merapihkan pakaiannya dan bergegas pulang.

Mereka pun pulang. Nara di bopong Aliani saat naik ke mobil. Handphone Aliani tidak bisa menyala. Mugkin saja kehabisan baterai. Handphone itu telah ditemukan tergeletak dijalanan oleh seseorang yang menolong mereka. Aliani tetap menyimpan handphone itu, kemungkinan memang habis baterai. Meski sangat kecil kemungkinannya untuk hidup kembali. Handphonenya ditemukan jauh dari kantong, pastinya terjatuh.

Mereka duduk dibelakang. Aliani langsung memejamkan matanya. Mobil itu pun berangkat menuju rumah Nara. Nara mencoba berbicara dengan Aliani. Dia khawatir dengan keadaan Aliani saat ini.

" apa kamu mau diantar kerumah nenek?" tanya Nara ragu – ragu.

" tidak usah..." jawab Aliani dan memalingkan wajahnya.

" lalu kamu mau pulang ke ...." ucapnya terpotong.

" biarkan aku melunasi hutangku padamu" jawab Aliani dengan tegas.

" oh, baiklah" ucap Nara hanya memandangi Aliani dari samping.

Setelah 10 menit mereka pun tiba dirumah Nara. Klinik itu tidak trelalu jauh. Supir taxi pun membantu membuka gerbang dan pintu saat Aliani membantu Nara berjalan.

Aliani tidak ingin pulang kerumah nenek. Entahlah kenapa, rumah Ami tepat didepan rumah nenek. Mungkin saja Aliani belum siap melihat mereka. Ibu Nara belum pulang. Menyisakan mereka berdua dirumah.

" jika Mas butuh apa – apa panggil saja aku" ucap Aliani di depan pintu sebelum keluar kamar Nara.

" baiklah, kamu lebih baik istirahat terlebih dahulu," tutur Nara menyisakan senyuman bagi keduanya.

Mereka pun istirahat di kamar masing – masing. Aliani berusaha untuk memejamkan matanya. Dia berharap perasaan tidak enak di hatinya bisa sedikit hilang setelah dia bangun nanti. kenyataaannya tidak semudah itu. Aliani tetap saja tidak bisa tidur. Dia hanya menghela nafas dan memandangi langit. Hingga beberapa jam, Aliani hanya memandangi apa yang ada di sekeliling kamarnya.

Sementara Nara mencoba menghubungi Liani. Dia sms tapi tidak dibalas. Mungkin Aliani tidur, pikirnya. Nara juga mencoba menelpon tapi nomornya tidak aktif. Nara pun harus berusaha sendiri. Perutnya lapar. Dia berusaha berjalan keluar kamarnya. Nara berjalan keluar kamar dan membuka pintunya. Aliani yang mendengar suara langsung bergegas keluar. Dia pun terkejut melihat Nara yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

The Martial Art of loveWhere stories live. Discover now