"Asalkan aku bisa terus bersamamu, tidak peduli jika kehidupankulah sebagai taruhannya."

Pemadangan Indah di depanku tiba-tiba tertutupi dan tergantikan oleh dada bidang seorang Damian.

"Aku tidak mengerti. Apa yang kau lihat dariku. Aku sama sekali tidak pantas untuk ditukar dengan kehidupan berhargamu, Alicia."

"Aku juga tidak mengerti. Sejak kapan kehidupanku tidak lagi berarti jika tidak ada kau di dalamnya," Aku mengambil tangan Damian. Menggenggamnya dan membawanya mendekat ke dadaku, tepat diatas jantungku yang berdetak cepat mengiringi.

"Berjanjilah padaku, Damian. Jangan pernah tinggalkan aku. Aku bersungguh-sungguh kali ini."

Aku pernah memintanya berjanji untuk hal yang sama sebelumnya. Dan jawabannya waktu itu membuat seluruh tubuhku seperti tersayat perlahan karena sakitnya.

Tapi dengan keyakinan penuh yang kumiliki sekarang. Aku merasa begitu kuat untuk menahannya di aisiku. Bahkan aku merasa percaya diri memaksa Damian untuk tinggal.

"Aku mungkin tidak memiliki kekuatan untuk melawan Raja Kegelapan atau menolak takdir. Aku cuma manusia biasa yang kebetulan tidak bisa hidup tanpamu. Tapi karena itu jugalah, kemauanku begitu besar untuk bisa terus bersamamu.

Kemanapun kau pergi. Apapun takdir yang kau dapatkan nanti, bisakah kau membawaku bersamamu?"

Damian membeku. Ia menatapku tak berkedip. Bahkan telapak tangannya yang menekan denyut jantungku bergetar. Aku tahu seberapa naif permintaan itu dan sekonyol apa akibatnya nanti. Tapi, hanya itu yang ada di kepalaku sejak bangun tadi pagi.

"Bisakah aku ikut denganmu?" Tanyaku kembali. Mencari di kedalaman biru matanya yang membesar. Mencari jika keinginan terpancar sama disana.

"Tidak, Alicia." Damian menggeleng.

Jawabannya memberi efek yang sama saat terakhir kali ia mengatakan jika aku dan dirinya tidak bisa bersama. Tidak jauh berbeda sakitnya. Aku hanya lebih bisa mengendalikan diri hingga aku tak perlu meraung menangis di atas tanah.

"Kenapa? Apa karena aku manusia?" Tanyaku bodoh.

Sebelah tangan Damian terangkat dan mengusap pipiku.

"Karena seberapa kuat pun mencoba, takdir tidak pernah bisa untuk dipatahkan. Aku berbeda, berbeda jelas denganmu,"

"Tapi kita sudah bersatu." Potongku. Tidak membiarkan Damian melanjutkan kenyataan yang tidak ingin kudengar. "Aku bisa mengingat setiap detik waktu yang mengiringi sentuhanmu tadi malam. Kau membalas setiap ciumanku dengan sama. Aku merasakan dirimu. Apa kau tak merasakan hal yang sama sepertiku?"

Damian menangkup wajahku dan menyatukan dahi kami. "Aku merasakannya. Keseluruhan dari dirimu." Ia mengecup dahiku dengan penuh kesungguhan. Kesungguhan akan kalimatnya. "Tapi mungkin aku sudah mengambil terlalu banyak darimu."

"Apa?" Aku mendorong dadanya, menjauhkan wajah dan memandangnya penuh dengan kejutan. Menjatuhkan tangannya yang menangkup pipiku. "Apa sebenarnya yang berusaha ingin kau katakan?"

"Mungkin tidak seharusnya kita... melakukannya."

Aku bergetar. Kali ini karena emosi.

"Benarkah? Benarkah kau baru saja mengatakan jika kau menyesali perbuatanmu?" Aku seperti bisa mendengar dadaku berdegup hingga ke telinga. Jadi sekarang dia menyesal?

Yang benar saja.

Melihat emosi di dalam mataku, Damian berusaha meraih kembali wajahku namun lebih dulu bisa kutepis.

"Aku tidak percaya kau mengatakannya."

"Alicia,"

"Tadi malam adalah hal paling menakjubkan yang terjadi padaku. Aku semakin yakin jika aku tak bisa hidup tanpamu, Damian. Aku tidak peduli pada segalanya. Tapi sekarang, hanya dalam hitungan menit kau justru menjadi pesimis dan menyesali itu semua?"

Shadow Kiss [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang