Part 14

119K 10.8K 493
                                    


Astaga.

Tubuhku membeku. Seluruh aliran darah di tubuhku seakan berhenti. Setiap denyut nadi yang awalnya bekerja dengan stabil kini menggila. Jantungku serasa sakit karena berdetak terlalu keras. Pijakan kakiku serasa menghilang. Satu-satunya kontrol yang ada pada tubuhku ketika Aku masih bisa menutup mata tak berani melihat apa yang telah aku lakukan.

Aku mencium Damian.

Aku menciumnya.

Akhirnya...

Tidak..tidak. Ini seharusnya tidak boleh kulakukan. Ini sama sekali tidak boleh kulakukan. Bukan karena aku tidak menginginkanya, tapi aku wanita. Aku tidak ingin Damian berpikir jika aku sama saja seperti wanita lain yang dengan mudah memberikan dirinya; seperti Angela.

Aku merutuk dalam hati karena menyadari kebodohanku sendiri. Aku bahkan tak memiliki kekuatan untuk  mundur. Bibirku masih menempel di bibir Damian. Sensasi mengejutkan yang tidak bisa kubayangkan sebelumnya memenuhi kepalaku. Namun Damian yang diam membuatku takut. Apa dia marah atau dia tak menyukai bila aku yang bergerak lebih dulu.?

Pada hitungan detik ketiga aku melangkah mundur dengan cepat hingga menyentuh ayunan kayu di belakangku cukup keras, membuat ayunan itu bergoyang. Aku bernafas terputus-putus seperti baru saja selesai marathon tanpa berani memandang Damian. Aku hanya menatap kakinya yang berdiri tak bergerak sama sepertiku. Sial, apa yang sebenarnya merasukiku. Aku tak beniat melakukan itu. Sama sekali tidak walaupun aku sangat menginginkannya.

Jika ada yang mengatakan jika aku seorang wanita yang tak pernah memikirkan apa yang akan dilakukannya, aku akan membantah. Aku selalu merencanakan segala sesuatu yang akan aku lakukan. Aku bisa menulis satu lembar halaman tentang apa yang akan kulakukan ketika bangun pagi hingga kembali tidur. Namun apa yang baru saja kulakukan menghapus segala bantahan yang bisa kuberikan. Aku bertindak ceroboh. Hal yang paling ceroboh yang pernah kulakukan.

Suasana canggung melingkupi aku dan Damian. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Aku berdiri gelisah sambil menunduk. Aku masih setia menatap kakinya ketika kulihat kedua kaki itu melangkah mendekatiku dan berhenti tepat di depan kakiku yang gemetar.

Apa? Apa yang dia lakukan?

Tunggu... tunggu.

Dia akan memarahiku?

Dia akan membalasku?

Dia akan memukulku?

Sepertinya tidak, itu sama sekali bukan Damian.

Jari-jari panjang Damian terulur di daguku dan membuat wajahku mendongak kearahnya. Menatapnya tepat di mata biru favoritku. Tidak ada senyum disana. Wajahnya keras memandangku. Aku tak tau apa yang saat ini ia pikirkan. Tapi kenapa aku menjadi merasa sangat bersalah karena menciumnya. Jika saja aku diberi pilihan, aku lebih menginginkan dia kehilangan ingatan untuk 2 menit terakhir.

Bisakah? Andai aku memiliki kekuatan sama sepertinya.

"Alicia..." Suaranya masih terdengar merdu ketika menyebut namaku.

"Aku minta maaf..." Aku menelan ludah karena tenggorokanku mendadak kering. "Maafkan aku, Damian. Aku tidak sengaja. Maksudku... aku tidak berpikir untuk melakukan itu. Hanya saja semua ini... aku... aku tidak tau apa yang kulakukan... aku hanya... aku ...aku minta ma--"

Penjelasanku terhenti ketika Damian mendekat lalu menyatukan kembali bibir kami yang tadi sempat bersentuhan. Mataku terbuka lebar. Tangannya naik menahan belakang kepalaku ketika tangan yang lain memeluk pinggangku erat. Bibir kami menempel satu sama lain seperti halnya tadi yang kulakukan.

Aku tak bisa bergerak di dalam pelukannya. Satu-satunya yang bisa kurasakan adalah tekanan lembut dari bibirnya di bibirku yang tertutup rapat. Hembusan nafasnya menyapu hidungku. Matanya tertutup tepat di depan wajahku.

Shadow Kiss [Completed]Where stories live. Discover now