Part 31

114K 8.2K 538
                                    

"Apakah hanya perasaanku saja atau memang kau menjadi diam sekarang?"

Tidak ada jawaban dari orang yang tengah menuntunku berjalan melewati rumput ilalang setinggi pinggangku. Ini adalah jalan yang tempo hari kami lalui menggunakan kuda. Tetapi sekarang aku hanya melihat ilalang yang menusuk-nusuk kulitku.

Sebuah lubang yang luput dari pengawasan mata menahan langkah kakiku. Ujung sepatuku tersangkut oleh ilalang kering dan membuatnya bertambah buruk. Damian berhenti lalu menoleh. Ia menunduk dan menatap kakiku yang terbelit.

Aku bisa melihat sudut bibirnya tertarik. Damian kemudian bersimpuh di depanku dan melepaskan belitan ilalang kering itu dengan telaten.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Pancingku kembali. Aku menyelipkan rambut yang menutupi pandanganku ketika menunduk.

Perubahan suasana hatinya yang luar biasa cepat sangat menggangguku sekarang. Aku sangat ingin mengetahui apa isi kepalanya saat ini.

"Aku tidak diam. Aku hanya sedang berpikir."

"Apa yang kau pikirkan?" Dilepaskannya sepatuku dengan kakiku bersangga di pahanya. Ilalang kering yang membelit itu rupanya juga membawa tanah kering dan membuat sepatuku terlihat mengerikan.

"Apa yang kau pikirkan, Damian?" tanyaku kembali. Yang membuat Damian mendongakkan wajahnya kearahku.

"Memangnya apa lagi kalau bukan kau."

Dengan senyum terkulum aku kembali bertanya. "Apa yang kau pikirkan tentangku?"

"Segalanya."

"Dimulai dari mana 'segala' yang kau maksud itu."

Damian sudah memasangkan kembali sepatu dan menarik tangannku untuk menghindari lubang yang baru saja kubuat. "Segalanya. Tentangmu. Tentang kita,"

Kalimatnya terhenti dengan nada tidak yakin. Oh, aku tidak menyukai ini.

"Mungkin kita bisa membicarakannya," ucapku ketika sudah berjalan bersisian dengannya lagi. Damian menoleh kearahku sebentar kemudian mengembalikan pandangannya ke depan.

Aku tahu aku akan menyesali ini. Tapi mulutku gatal dan tak bisa berhenti disaat kepalaku bersikeras untuk diam.

"Bagaimana jika Raja Kegelapan mengetahui tentang ini? Tentang hubungan kita?"

Langkah Damian berhenti. Menjadikanku berada dua langkah di depannya yang juga ikut berhenti karena tanganku masih terkait dengannya.

Seketika terpaan angin yang meniup ilalang di aekeling kami terasa begitu kencang. Atau bisa jadi karena diam diantara kami meringankan segala emosi yang terbawa angin. Aku tidak tau persis yang mana, namun melihat wajah Damian, aku yakin ia sedang sibuk mencari jawaban untukku.

"Aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk membicarakannya." Damian kembali melangkah dan tetap membawa tanganku di dalam genggamannya. Membuatku kembali tertinggal di belakangnya.

"Tidak ada saat yang tepat jika kau selalu menghindarinya. Kau selalu menyimpan segalanya sendirian. Seakan aku tak pantas untuk tahu. Sekarang setelah semua yang terjadi, kau masih memberi jarak diantara kita."

"Aku tidak memberi jarak."

"Kau baru saja melakukannya." Gumamku pelan.

Tidak ada sahutan. Meski aku yakin dengan sangat jika ia mendengarku. Damian terus berjalan di depanku hingga sampai di puncak bukit. Disini sangat jelas terlihat matahari yang mulai terbit menyinsing semakin tinggi.

Setelah dulu ia mengajakku mengarak sunset bersama, saat ini kami tengah menyingsing fajar pula berdua.

"Kau tahu Damian. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi nantinya," aku merasakan Damian menoleh menatapku. Namun aku menjaga pandanganku tetap kedepan.

Shadow Kiss [Completed]Where stories live. Discover now