"Naomi." Veranda melepaskan tangannya dari leher Naomi lalu membuang pandangannya kearah lain.

Naomi menaikan tangannya pada kedua bahu Veranda dan perlahan mendorong tubuh Veranda hingga terbaring di kasur diikuti oleh tubuhnya sendiri di atasnya.

"Naomi, jang---" Ucapan Veranda terhenti ketika merasakan sesuatu hangat menempel di dahinya lalu turun ke hidung dan berakhir di bibirnya.

Seketika tubuh Veranda memanas, jantungnya berpacu sangat cepat. Namun pergerakan bibir Naomi yang lembut mampu membuat semua rasa gugupnya menghilang. Veranda memejamkan matanya berusaha lebih rileks lagi lalu melingkarkan sepasang tangannya di leher Naomi.

Tiba-tiba pintu terbuka, Naomi tersentak kaget dan buru-buru bangkit. Jantungnya berdetak sangat cepat ketika melihat Sinka berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sulit diartikan. Satu detik setelahnya, ia langsung berlari cepat menyusul Sinka yang sudah terlebih dahulu berlari.

Dengan satu gerakan cepat, Naomi menarik tangan Sinka hingga tubuh Sinka terhuyung kearahnya.

PLAAAK

Mata Naomi reflek terpejam saat merasakan sebuah tamparan keras dari Sinka. Nafasnya tiba-tiba saja memburu merasa emosi dengan sikap Sinka yang sangat tidak sopan. Namun sebisa mungkin ia berusaha meredam emosinya itu agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

"Jangan berani menyentuhku dengan tangan kotormu itu!" bentak Sinka dengan tatapan yang sangat tajam.

"Siapa yang mengajarimu bersikap kasar seperti ini?" tanya Naomi menatap adiknya itu yang berubah dengan sangat nyata dihadapannya, "aku kakakmu. Tolong hargai aku."

"Apa aku harus menghargai orang yang bahkan tidak bisa menghargai dirinya sendiri?"

"Apa maksudmu?"

"Mungkin kehidupan di kota sudah membuat akal sehatmu berhenti." Sinka menggelengkan kepalanya, "sampai kau mau berhubungan dengan wanita lain! Bercerminlah! Siapa dirimu dan siapa dia! Kalian sama!"

Naomi memijat pelipisnya sendiri yang tiba-tiba saja berdenyut. Ia tau, cepat atau lambat ini akan terjadi. Meskipun sebenarnya ia dan Veranda belum punya ikatan apapun. "Itu urusanku."

Sinka mendelik tajam lalu membalikan tubuhnya bersiap untuk melangkah. Namun diurungkan saat mendengar suara Naomi.

"Kau tidak mengerti apa itu cinta."

Sinka membalikan tubuhnya menatap Naomi lalu tersenyum sinis, "Itu yang kau sebut cinta? Menghilangkan akal sehat dan merusak mental? Tidak bermoral!"

"Sinka!!" Emosi Naomi meledak hingga tanpa sadar ia mengayunkan tangannya hendak menampar Sinka. Namun ditahan oleh seseorang. Ia menoleh, menatap Veranda yang entah sejak kapan sudah berdiri dihadapannya. Veranda menggeleng memberi isyarat agar Naomi tidak melakukan hal itu. Naomi menghela napas dalam lalu dihembuskan keras berusaha meredakan emosinya yang sudah menggebu-gebu.

Sinka menatap Naomi dan Veranda secara bergantian lalu berdecih samar, "Menjijikan," tukasnya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

Dada Naomi mendadak sesak ketika mendengar hinaan Sinka yang seolah menusuk tajam dadanya. Ini pertama kalinya ia melihat Sinka bersikap kasar seperti itu dan ini benar-benar sangat menyakitkan. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Sinka akan bersikap sekasar itu kepadanya.

Veranda yang sedari tadi memperhatikan raut wajah Naomi hanya bisa menghela napas kasar. Ia mengusap lembut punggung Naomi berusaha untuk memberi ketenangan, "Jelaskan baik-baik, jangan seperti tadi."

Waktu (END)Where stories live. Discover now